Chapter 5

1153 Kata
“Kenapa kau menanyakan itu?” Tanya Macy. “Tidak apa-apa. Al hanya penasaran” Jawab Aldrich sedikit berbohong. Di satu sisi, ia ingin mengalihkan pembicaraan. Di sisi lain, ia takut mengatakan yang sebenarnya pada Macy. Sementara selebihnya, ia benar-benar penasaran dengan bagaimana sikap sang Ayah pada sang Ibu saat mereka pertama kali bertemu. Pasalnya, kedua orang tuanya itu belum pernah menceritakan pertemuan mereka pada Alfabet. Will dan Macy hanya menceritakan sedikit bagian saat mereka dijodohkan dulu.    “Hm... Pertemuan pertama, ya?” Gumam Macy seraya berpikir. Sedetik kemudian, Macy mulai menceritakan pertemuan pertamanya bersama sang suami. Dan dari cerita sang Ibu, Aldrich mengetahui bahwa dulu Ayahnya bahkan tak memandang Ibunya sedikit pun. Will bersikap dingin dan mengacuhkan sang Ibu.    “Mommy tidak pernah merasa ilfeel dengan Daddy?” Tanya Adlrich. “Ilfeel? Pertanyaan macam apa itu? Mommy justru sangat membenci Daddy karena kejadian di pesawat itu” Ujar Macy sedikit menggebu-gebu. “Tapi karena itu juga Mommy menyukainya. Daddy seperti punya daya tarik tersendirinya di balik sikap dinginnya itu” Lanjutnya seraya tersenyum. Dan hal itu pun tak luput dari mata Aldrich.    “Sekarang giliranmu. Ayo cerita sama Mommy apa yang sejak tadi kau pikirkan sampai terlihat gelisah seperti itu?” Tanya Macy. “Mommy janji tidak akan memberitahu siapapun?” Tanya Aldrich ragu setelah terdiam beberapa saat. “Mommy janji tidak akan memberitahu siapapun” Ujar Macy mengulang ucapan Aldrich dengan wajah yang sangat meyakinkan. Ia bahkan menambahkan gerakan mengunci mulutnya sendiri.    Setelah menghela nafas, Aldrich mulai menceritakan sedikit demi sedikit mengenai Indira. Wanita yang berhasil mencuri hatinya hanya dalam satu kali pertemuan. Dan yang menjadi kegundahannya saat ini adalah ia tak tahu bagaimana cara untuk mendekati wanita itu.    Tawa Macy lantas menggelegar di seluruh kamar Aldrich yang untungnya kedap suara hingga tak ada yang bisa mendengar tawa wanita paruh baya itu setelah Aldrich menceritakan semuanya. Dan hal itulah yang Aldrich hindarkan. Sang Ibu benar-benar menertawakannya dengan sangat puas.    “Astaga, putra Mommy ternyata sudah besar” Ujar Macy seraya mengacak puncak rambut Aldrich. “Mom” Rajuk Aldrich. “Baiklah, baiklah, Mommy berhenti” Ujar Macy seraya mengontrol tawanya. Ia pun menghela nafas setelah berhasil menghilangkan bagian terlucu dari cerita Aldrich. “Kenapa kamu harus bingung seperti itu? Kamu bisa mendekati dia dengan mengobrol seperti biasa. Tanya pertanyaan yang sederhana. Siapa namanya, berapa lama dan bagaimana dia bisa bekerja di toko itu” Saran Macy.    “Tapi dia lebih tua dari Al, Mom” Ucap Aldrich. “Dari mana kamu tahu kalau dia lebih tua dari kamu? Kamu ‘kan belum mengenalnya dengan baik” Tanya Macy. “Dia terlihat lebih dewasa dari Al” Jawab Aldrich polos. “Kalau ternyata dia lebih muda darimu atau bahkan kalian seumuran bagaimana? Lagi pula memangnya kenapa kalau dia lebih tua darimu? Mommy dan Daddy tidak akan melarangmu bersama wanita itu hanya karena alasan sepele itu. Kami bukan orang tua yang berpikiran sempit seperti itu. Yang kami inginkan adalah kalian bahagia dengan pilihan kalian masing-masing. Umur hanyalah angka, yang terpenting adalah apakah dia orang yang tepat atau bukan” Ujar Macy.    “Jangan pesimis seperti ini. Kamu belum mencobanya jadi belum tahu bagaimana hasilnya. Jadi cobalah beranikan dirimu untuk dekati dia dengan perlahan. Mommy akan mendukungmu dari belakang” Sambung Macy.    Aldrich pun terdiam sejenak meresapi ucapan sang Ibu dengan pandangan yang lurus ke depan. Ibunya benar, ia belum mencoba jadi belum tahu hasilnya. “Sekarang tidurlah, Mommy keluar dulu” Ucap Macy. Namun saat wanita paruh baya itu hendak berdiri, Aldrich menahannya kemudian memeluk sang Ibu manja. Macy yang merasakan kegundahan Aldrich pun membalas pelukan sang putra.    “Kamu ingin tidur dengan Mommy?” Tanya Macy yang dibalas anggukan oleh Aldrich. Putranya yang terlihat paling dewasa itu kembali bersikap manja padanya. Dan ia senang dengan itu.    Macy lantas membawa Aldrich untuk berbaring di tempat tidur dengan posisi senyaman mungkin kemudian kembali membawa pria itu ke dalam pelukannya kemudian menepuk-nepuk pelan punggung pria itu. Aldrich pun dapat merasakan pelukan hangat dari sang Ibu.    Tak lama kemudian pintu kamar Aldrich tiba-tiba terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya yang terlihat khawatir. Yap, dia adalah Will. Pria paruh baya itu khawatir karena tidak bisa menemukan Macy di mana pun.    Setiap pelayan yang ia tanya pun tidak mengetahui keberadaan sang istri. Hingga ia memutuskan untuk mencarinya ke kamar Alfabet lalu menemukannya berada di kamar Aldrich dengan keduanya yang saling berpelukan di tempat tidur.    “Astaga, My Queen. Aku mencarimu ke mana-mana” Ucap Will lega seraya berjalan mendekati Macy dan Aldrich. “Ada apa?” Tanya Macy. “Ayo ke kamar” Ajak Will. “Malam ini aku tidur dengan Aldrich” Tolak Macy. “Apa?” Tanya Will tak percaya. “Tidak. Kamu harus tidur denganku. Aku suamimu” Lanjutnya. “Jangan paksa Mommy, Dad. Mommy ingin di sini bersama Al” Larang Aldrich. Dan perdebatan Ayah dan anak pun kembali terjadi. Perdebatan yang sering terjadi antara Will dan Alfabet untuk memperebutkan Macy.    “Tidak, Mommy akan tidur dengan Daddy” Tandas Will kemudian mulai menarik lengan Macy, namun tidak sampai menyakiti wanita paruh baya itu. “Tidak, Dad. Malam ini Mommy tidur dengan Al” Larang Aldrich seraya mengeratkan pelukannya pada Macy. “Al, dengar. Mommy adalah istri Daddy jadi sudah seharusnya Mommy tidur dengan Daddy” Ucap Will sembari berkacak pinggang. “Dad, dengar. Mommy adalah Ibu Al jadi tidak larangan yang untuk Al tidur dengan Mommy. Lagi pula Daddy selalu tidur dengan Mommy setiap hari. Kali ini biarkan Al memiliki Mommy satu malam saja” Bujuk Aldrich.    “Tidak bisa, Al. Kalau Daddy tidak tidur dengan Mommy, lalu siapa yang harus Daddy peluk?” Tanya Will masih berusaha mendapatkan istrinya kembali dari putranya itu.    “Daddy bisa peluk guling” Ujar Aldrich membuat Macy menahan tawanya mendengar Aldrich yang selalu bisa membalas ucapan Will dalam hal ini. Ia bangga pada putranya itu.    “Malam ini aku akan tidur di sini, Bee” Ucap Macy. “What? No, no, no. Kamu tidur sama aku di kamar kita. Sekarang ayo kita ke kamar” Paksa Will. “Malam ini saja” Ucap Macy membuat Will menghela nafas. “Baiklah, kalau itu mau kalian” Ujar Will. “Te...” Ucapan Macy terputus lantaran Will yang langsung melompat lalu tidur di atasnya dan Aldrich. “Dad!” “Bee!” Seru Aldrich dan Macy bersamaan. “Malam ini kita tidur bersama” Ucap Will seraya memeluk keduanya. -------                            Indira duduk termenung di tokonya setelah selesai menata boneka. Saat ini sedang tak ada pelanggan jadi yang bisa ia lakukan hanya duduk-duduk santai tanpa melakukan apapun. Ingatannya tertuju pada percakapannya dengan Tony beberapa hari yang lalu. Ia penasaran siapa yang pria itu sukai.    Ia mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja seraya berpikir keras. Tony bilang kalau ia mengenal orang itu sementara hanya ada segelintir orang yang ia kenal. “Gita? Angel? Gigi? Selin? Jeje? Mia? Lucy?” Gumam Indira menyebutkan nama-nama wanita yang ia kenal. “Tapi siapa?” Gumamnya lagi kemudian menghela nafas. Ia telah memikirkan hal ini selama berhari-hari tapi tetap tidak menemukan jawabannya. “Dasar Tony b******k! Akan kubalas kau karena membuatku tak bisa tidur nyenyak selama berhari-hari hanya karena memikirkan siapa wanita yang kau sukai” Rutuknya kemudian menundukkan kepala lelah.    “Cahya?” Tebaknya seraya kembali menengadahkan kepalanya. “Tidak, tidak mungkin. Cahya sudah punya pacar dan Tony tahu itu. Tidak mungkin ‘kan dia mau jadi orang ketiga?” Lanjutnya.    “Siapa yang jadi orang ketiga?” Tanya seorang pria yang baru saja masuk ke dalam toko Indira. -------                            Love you guys~         
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN