Mereka bertemu tapi tidak saling menyapa. Tatapan lelaki itu dingin, tidak ada senyum yang terlihat di wajahnya. Bahkan hanya sedikit suaranya yang mampu Mega dengar. Ada dengannya? Apakah Mega sudah melakukan kesalahan? Rasanya seperti diasingkan, padahal beberapa hari lalu keduanya baru saja menjadi satu dalam gairah bernamakan nafsu. “Pergi, jangan kembali sebelum aku memintamu datang.” Kalimat dingin bernada pengusiran itu terlontar hanya sesaat setelah mereka kembali menginjakan kaki di jakarta. Mega tidak punya hak untuk menolak, atau mempertanyakan sikap Rei. Yang bisa dilakukannya hanya mengangguk, menyetujui apapun perintah Rei. “Baik, Pak.” Jawabnya. Mega lantas menghentikan langkahnya, membiarkan Rei berjalan terlebih dulu bersama Martin. Saat ini ia masih memiliki uang, ba

