“Mama tinggal sama kita ya? Jangan tinggalin Jingga..” Isak tangis Jingga membuat Irna rasanya sulit untuk meninggalkan Jingga berdua bersama Miko. Tapi apa boleh buat. Pekerjaannya sedang menunggu dan Irna sudah terikat kontrak dengan banyak kliennya di Paris sana. “Nanti kunjungi Mama sama Papa ya? Kita juga bisa video-callan, Sayang. Boleh ya Mama pergi?” “Nggak boleh..” Jingga membenamkan wajahnya di perut Irna dan kembali terisak. “Kan Jingga maunya sekolah di Jakarta. Tinggal sama Papa.” “Iya. Kan tinggalnya juga sama Mama..” Kembali. Jingga menangis sangat keras, membuat hati Irna ternyuh menahan sakit melihat putrinya menangisinya begini. “Iya.. nanti kita sering – sering video call ya? Jingga jangan nagis dong, Mama kan sedih..” Irna menarik bahu Jingga, dia sedikit merun