Qian masih menutup mulut dengan kedua tangannya berusaha menahan tangis. Saat ini ia tengah menyaksikan pemandangan haru di depan mata. Rasanya ini seperti sebuah keajaiban yang disaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Sebelumnya Raizel menyeretnya ke rumah sakit dan menunjukkan sesuatu yang tak pernah ia ketahui. Seorang wanita duduk di sisi ranjang dimana seorang pria terbaring dengan kedua matanya yang terpejam sementara banyak selang terpasang di beberapa bagian tubuhnya. Qian berdiri dengan Raizel di sampingnya, menatap ke dalam ruangan khusus dengan dinding kaca yang menunjukkan Niha dan Febian yang terbaring lemah. “Febian adalah sahabatku. Aku bahkan lupa sejak kapan mulai menjadi teman dan sahabat padahal sebelumnya kami adalah rival. Dan Niha, kami mengenalnya saat mulai mem