Pagi itu, sinar matahari pagi menembus jendela besar kediaman keluarga Mahendra. Udara masih sejuk, aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruang makan. Namun, suasana hangat itu perlahan berubah ketika suara bel pintu menggema, menandakan kedatangan tamu yang tak terduga. Ratna menoleh dari aktivitasnya di ruang makan. “Siapa pagi-pagi begini?” gumamnya. Tak lama, seorang asisten masuk, membisikkan sesuatu. Ratna mengerutkan dahi, kemudian berjalan ke ruang tamu. Di sana, berdiri seorang perempuan dengan penampilan kasual namun tetap rapi. Celana bahan longgar berwarna krem dipadu atasan tunik putih lembut, kerudungnya lilit sederhana, menegaskan keanggunan yang tidak berlebihan. Senyum sopan mengembang di bibirnya. “Safira?” Ratna sedikit terperanjat, suaranya naik setengah oktaf karen

