Adrian menutup pintu kamar dengan hentakan keras. Suara kayu beradu dengan kusen bergema di ruangan luas yang sunyi. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya redup, tapi yang terasa hanya dingin menusuk. Ia tak peduli lagi dengan jas dan dasi yang masih melekat. Kemeja putihnya kusut, kerahnya terbuka, napasnya berat. Ponsel di genggaman langsung dibuka, jemarinya menekan nama yang sama berulang-ulang, Laras. Sekali tekan. Nada sambung tak terdengar. Dua kali. Masih nihil. Tiga kali. Sama saja. “Angkat, Laras… angkat teleponnya,” gumamnya lirih, rahangnya menegang. Ia mengetik cepat. ‘Kamu di mana?’ ‘Jawab aku sekarang.’ ‘Aku mau denger suara kamu.’ Namun layar menampilkan tanda merah—failed to send. Pesan-pesan itu tidak terkirim. Adrian menghela napas panjang, lalu melempar po

