Ruang interogasi di kantor kepolisian itu berbau kertas dan tinta. Di sudut meja, segelas air yang belum disentuh mulai kehilangan panasnya. Safira duduk dengan tangan terlipat di pangkuan, menatap kosong ke arah dinding putih di depannya. Sejak tiba di sana pagi tadi, ia belum banyak bicara. Petugas sudah menanyakan beberapa hal, tapi suaranya selalu tenang, tidak berusaha membantah atau mencari alasan. Ia menandatangani berkas berita acara tanpa gemetar. Saat pena itu berpindah dari tangannya, seolah seluruh beban masa lalunya ikut lepas, meski bukan dalam arti yang menenangkan. Penyidik yang duduk di depannya menatap sejenak, lalu membuka map lain. “Ibu Safira,” suaranya tenang, tapi berisi ketegasan yang terlatih, “saya ingin memastikan beberapa hal sebelum kami melanjutkan proses pe

