Adrian tidak berhenti. Setelah pukulan pertama mendarat, ia menarik kerah baju Rendra dan menghantamkan tinjunya sekali lagi ke pipi lawannya. Tubuh Rendra terhuyung, namun tetap berusaha berdiri tegak. Ia tidak mengangkat tangan untuk membalas, tidak juga menangkis. Rahangnya mengeras, napasnya tertahan, seolah memilih menahan semuanya. “Mas Adrian, cukup!” suara Laras memecah udara, terdengar jelas bergetar. Ia memeluk Shaka lebih erat sambil mundur beberapa langkah, takut kalau tubuh kecil bayinya ikut terkena. Namun, Adrian tidak mendengar. Emosinya menutupi semua suara. Ia kembali mengayunkan tinju, kali ini mendarat di pelipis Rendra. Rendra terdorong lebih jauh, hampir membentur dinding koridor. Darah muncul di sudut bibirnya, tapi tatapannya tetap lurus ke arah Adrian. Tidak mara

