08 - ROMANTIC SONG HAN

1333 Kata
RSH.08 MERASA BERSALAH NATALIE SCOTT "Maaf jika aku bicara dengan nada tinggi padamu. Tapi apa yang telah kamu lakukan sangat merugikanku. Kamu ingin bercerai dariku, aku mengabulkannya. Apa pun yang kamu inginkan selalu aku lakukan. Meski hingga saat ini kamu tidak memberiku izin untuk bertemu dengan Nessa, aku tidak pernah mendesakmu. Aku sudah berusaha untuk sabar menghadapimu, Natalie. Termasuk perlakuan burukmu dan keluargamu yang memisahkan aku dengan putriku. Tapi kenapa kamu menjual rumahku? Bahkan kamu menjualnya tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu." Mendengar nada bicara Hans Beufort yang penuh tekanan seolah menahan emosi dari seberang telepon, membuatku yang kini masih berkomunikasi dengannya merasakan getaran yang berbeda. Selama ini ia selalu memperlakukanku dengan baik meski sikapku sudah kelewatan. Ia juga tidak pernah meninggikan nada bicaranya kepadaku meski sebelum bercerai kami sering bertengkar. Ini untuk pertama kalinya aku mendengar ia bicara dengan nada tinggi. Meski begitu, ini juga untuk pertama kalinya aku mendengar nada rendahnya yang penuh tekanan. Nada rendah yang penuh tekanan itu sangat jelas mewakilkan perasaan marahnya terhadapku. Membuatku yang mendengarnya merasa bersalah hingga tak sanggup berkata apa-apa. Tidak bisa aku pungkiri bahwa ada rasa bersalah di hatiku yang telah menjual rumah miliknya. Meski ia telah menjadikan aku sebegai pemilik rumah itu di atas kertas, tetap saja pemilik sebenarnya adalah dirinya. Namun keadaan memaksaku untuk melakukan itu semua. Saat ini tidak hanya Hans Beufort yang merasakan sedih karena rumah yang sudah puluhan tahun ia tempati dijual. Aku yang pernah tinggal bersamanya di sana juga ikut merasakan sedih. Namun apalah daya diriku yang pernah disingkirkan keluargaku karena menikah dengannya. Aku harus mengikuti beberapa syarat agar bisa kembali ke rumah. Karena bertahan hidup dengan Hans Beufort dalam kekurangan, membuatku sangat menderita. Aku telah mencoba untuk bertahan selama beberapa tahun dengan harapan keberuntungan akan menghampiri keluarga kami. Namun keberuntungan yang tidak pernah menghampiri kami, membuatku merasa lelah dan menyerah. Saat aku ingin kembali ke rumah keluarga Scott, kedua orang tuaku dan juga kakakku memberiku beberapa syarat agar mereka bisa kembali menerimaku sepenuhnya. Selain rasa cintaku yang semakin lama semakin berkurang terhadap Hans Beufort, syarat yang diajukan oleh keluargaku membuatku memilih untuk berpisah. Mereka tidak hanya memintaku untuk bercerai dari Hans Beufort yang sudah beberapa tahun menjadi suamiku. Tapi mereka juga memintaku untuk menjual rumah milik Hans Beufort, tempat dimana ada banyak kenangan kami berdua di sana. Dengan alasan rumah itu akan membuatku kembali kepadanya jika rumah itu masih menjadi milikku. Awalnya aku merasa ragu untuk menjual rumah tua itu. Namun mengingat ada banyak hutang yang harus aku selesaikan kepada teman-temanku dan beberapa orang diantara mereka telah menagihnya, membuatku yang tidak memiliki apa-apa merasa kebingungan. Aku sudah pernah meminta bantuan keluargaku untuk menyelesaikan semua hutang itu setelah kembali ke rumah. Karena semua hutang itu aku buat setelah menikah dengan Hans Beufort, tidak satu pun diantara mereka yang mau membantuku. Sehingga aku yang hampir putus asa, tidak memiliki cara lain selain menjual rumah tersebut untuk membayar semua hutangku. Aku terdiam beberapa saat sambil mengingat kesalahan yang telah aku perbuat terhadapnya. Belum sempat aku menanggapi ucapannya, Hans Beufort yang ada di seberang telepon pun kembali bersuara, "Kenapa kamu hanya diam, Natalie? Apakah kamu merasa bersalah?" Aku yang tidak ingin mengungkapkan perasaanku, berusaha untuk tenang dengan menarik nafas dalam. Setelah aku menghembuskannya secara perlahan, dengan santai aku menjawab, "Untuk apa aku merasa bersalah? Rumah itu sudah menjadi milikku. Jadi aku berhak melakukan apa pun terhadap rumah itu, termasuk menjualnya tanpa memberi tahumu terlebih dahulu. Aku diam karena ingin mendengar ucapanmu yang sepertinya sangat kesal kepadaku." Hans Bufort terdiam beberapa saat setelah mendengar jawabanku. Meski ia belum menanggapi ucapanku, namun aku bisa mendengar helaan nafasnya yang berat dari seberang telepon. Beberapa saat kemudian ia berkata, "Oke. Sekarang aku mengerti dengan semua yang terjadi. Kamu sama buruknya dengan kakakmu yang sangat ingin menjatuhkanku. Tidak masalah jika kamu tidak bertanggung jawab dengan yang terjadi hari ini. Juga tidak masalah jika kamu benar-benar ingin menjatuhkanku lebih dalam lagi. Satu yang perlu kamu ingat, tidak selamanya orang yang kamu anggap rendah akan selalu rendah. Hidup itu seperti tabur tuai. Cepat atau lambat kamu akan menuai apa yang telah kamu perbuat." Mendengar ucapan Hans Beufort yang penuh tekanan itu, membuat tubuhku gemetar dan rasa bersalahku semakin bertambah. Ingin rasanya aku menanggapinya untuk pembelaan diri. Namun baru saja aku ingin berkata, ia telah mengakhiri panggilan telepon tanpa menunggu tanggapan dariku. Sehingga aku yang saat ini masih menempelkan ponsel di telingaku, kembali tertegun dengan tubuh mematung dan lidah yang terasa kelu. Di dalam hati aku bertanya, apa ia baru saja mengutukku? "Natalie, kenapa kamu melamun?" tiba-tiba aku mendengar suara yang familiar dari sisi lain ruangan. Seketika aku tersadar dari lamunan singkat yang menakutkan itu. Kemudian aku menoleh ke arah dari mana suara itu berasal dan bersuara, "Mom..." "Kenapa kamu melamun di sini?" "Aku tidak melamun, Mom. Aku baru saja menjawab panggilan telepon dari Hans." "Hans? Ada apa ia meneleponmu? Apakah ia menanyakan tentang rumahnya yang dijual itu?" "Ya, Mom." aku menjawab sambil menganggukan kepala dengan perlahan. Mommy ku tersenyum puas mendengar jawabanku. Kemudian beliau melangkah menghampiriku dan bertanya, "Apakah kamu menyesal karena telah bercerai darinya?" "Tidak, Mom. Aku tidak menyesal." "Sangat wajar jika kamu tidak menyesal berpisah darinya. Karena setelah kalian berpisah, kamu mendapatkan hidup yang lebih layak dibanding saat bersamanya." "Tapi..." "Tapi apa, Natalie?" Aku terdiam beberapa saat lalu menjawab, "Tapi aku merasa bersalah kepadanya, Mom. Setelah aku menceraikannya, aku juga menjual rumah peninggalan kedua orang tuanya. Bukankah itu sangat kejam?" "Tidak ada yang kejam, Natalie. Rumah itu telah menjadi milikmu semenjak ia menjadikan dirimu sebagai pemilik di atas kertas beberapa tahun lalu. Selain itu, jika rumah itu masih menjadi milikmu dan ia tinggal di sana, kalian bisa bertemu kapan saja dan kembali bersama. Aku tidak inginkan itu." Aku hanya diam saat Mommy yang duduk di sampingku berkata cukup banyak. Belum sempat aku menanggapi ucapannya, beliau pun kembali bersuara, "Lagi pula... Jika bukan dia, siapa lagi yang akan membayarkan hutangmu? Mestinya dari awal kamu tahu bahwa hidup dengannya tidak akan bahagia. Setelah menikah dengannya, apa yang kamu dapatkan? Bukannya menjadi kaya, tapi kamu malah membuat hutang dimana-mana. Benar-benar membuatku dan keluarga Scott ini menjadi malu." "Mommy, jangan bicara seperti itu. Bagaimana pun ia tetaplah ayah dari Nessa, cucu Mommy." "Ya, aku tahu itu. Tapi apa yang aku katakan itu benar dan kamu harus mendengarkannya. Kamu berhutang kepada teman-temanmu saat kamu menjadi istrinya. Sangat wajar jika kakakmu Nelson tidak mau membantumu menyelesaikan hutangmu itu. Karena sebenarnya itu adalah tanggung jawabnya. Andai saja kamu tidak menikah dengannya dari awal, pastinya kamu tidak akan menderita dan memiliki banyak hutang. Dan menjual rumah itu adalah langkah yang tepat dari pada dipenjara selama bertahun-tahun. Bukankah salah seorang temanmu sudah mengancammu karena tidak sanggup membaar hutangmu itu?" "Ya, Mom." Aku menjawab dengan suara rendah dan perasaan yang tertekan. Baru saja aku selesai berkata, salah seorang asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini datang menghampiri kami. Saat ia telah berdiri di hadapan kami, dengan penuh hormat ia berkata, "Permisi, Nyonya dan Nona. Ada Tuan Carl di depan sedang menunggu." "Tuan Carl? Siapa?" Aku bertanya sambil membayangkan seorang pria tua yang dulu pernah aku temui dan menjadi rekan bisnis keluarga Scott. Mommy ku yang terlihat begitu senang dengan kedatangan Tuan Carl, tersenyum lebar dan menjawab, "Owh iya, suruh ia masuk." "Baik, Nyonya." Setelah sang asisten rumah tangga berlalu pergi, Mommy menoleh ke arahku dan berkata, "Mommy yakin kamu akan merasa senang setelah bertemu dengannya." "Bagaimana Mommy bisa tahu? Apa hubungannya aku dengan Tuan Carl hingga aku merasa senang setelah bertemu dengannya?" "Jangan salah paham. Yang datang bukanlah Tuan Carl yang ada dalam pikiranmu. Yang datang adalah putranya Antoine Carl, yang beberapa tahun lalu pernah ingin melamarmu." Aku merasa kaget mendengar ucapana Mommy ku yang begitu bersemangat. Dengan perasaan sedikit kesal aku berkata, "Apa Mommy berniat untuk menjodohkanku dengannya? Ayolah, Mom... Aku baru saja bercerai dengan Hans dalam hitungan hari. Tapi Mommy telah berpikir untuk menjodohkanku dengan pria lain." "Mommy tidak menjodohkanmu. Mommy hanya ingin memperkenalkanmu dengannya secara langsung. Jika nantinya kalian berjodoh, Mommy akan merasa sangat senang. Jika kalian hanya berteman saja, juga tidak masalah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN