Apa itu karkadanns? Apakah nama sebuah makhluk? Apakah nama dari suatu level pengujian? Apakah sebuah tempat yang belum diketahui di alam semesta Ceantar Ghleann Dail? Atau... malah nama suatu makhluk? Petualangan apa lagi kah yang menanti para leveler (yang tersisa)? Sementara itu... apa yang terjadi pada dua tokoh utama kita? Bagaimanakah kelanjutan dari kisah mereka?Apa yang akan terjadi di "dalam sana" setelah ini semua?
+++++++
SLET. Luke membuka mata. Kesadaran kembali merasuk ke dalam dirinya. Ia tak mengingat apa pun yang sebelumnya telah terjadi.
Hmm… hmm… hmm…
Eh, tidak, deng! Ia masih mengingat semua dengan jelas. Soal bagaimana ia dan rekan setimnya, Seth, terdampar di suatu hutan rimba tropis. Bagaimana mereka berdua harus terus berbicara untuk menghentikan badai yang turun dengan lebat. Bagaimana mereka bertemu dengan monster mengerikan yang memiliki wujud anjing berukuran besar berwarna hitam yang sangat beringas. Dan juga… soal bagaimana sang rekan Seth yang harus gugur karena menyelamatkan dirinya.
Dan… bagaimana dengan ia sendiri?
Bagaimana ia bisa masih hidup? Masih membuka mata. masih bisa melihat dengan baik. Masih bisa merasakan setiap inchi bagian tubuh dengan darah yang mengalir dipembuluh nadi dan jantung yang terasa degubannya. Anggora mampu digerakkan dengan leluasa juga.
“Apa… ini semua?” tanyanya.
Luke sedikit banyak tidak mengingat apa yang terjadi setelah anjing chupacabra raksasa itu “memakannya”. Rasanya makhluk mengerikan itu memang sudah memakannya. Tapi, ia tidak yakin juga. Rasanya ada cahaya terang yang muncul setelah makhluk itu membuka mulut.
Ia lihat tubuhnya sendiri. Terdapat beberapa bagian dari pakaiannya yang sudah rusak. Seperti bekas koyakan, cakaran, sobek, sampai salah satu lengan bajunya yang hilang. Penampilannya sungguh berantakan. Terdapat juga beberapa luka yang tampak masih baru: di kepala, di wajah, di tangan, di sisi perut, di d-a-d-a, di kaki. Apa ia habis bertarung dengan seekor beruang? Kelihatannya sih seperti itu.
“Apa yang sudah aku lakukan selama tidak sadar, ya?” tanyanya pada dirinya sendiri ngeri. Ia pandangi di sekitarnya. Tampak banyak orang sesama leveler dengan penampilan yang sama berantakannya. Bahkan tidak sedikit ada yang terlihat jauh lebih babak belur dan kacau balau ketimbang dirinya.
Otak “kecil” pemuda bule yang di nadinya mengalir darah biru itu langsung membatin, apa mereka semua adalah leveler yang selamat? Bagaimana dengan Seth? Apa dia juga masih hidup? Dia mana dia sekarang berada? Apa dia masih hidup? Eh, tentu saja tidak, ya? Sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku, sih?
Aargh, demi Tuhan. Ya ampun sial sekali sih aku. Semua situasi dan kondisi ini semakin lama malah terlihat semakin tidak jelas saja.
“Permisi,” panggil sebuah suara seorang lelaki di samping Luke.
“Ah, iya, ada apa? Apa yang kau inginkan? Apa yang sudah terjadi padamu?” respon Luke seketika merasa sangat canggung. Langsung ia cengkram dahinya. Bekata, “Ahh, aku minta maaf. Tidak seharusnya aku langsung berkata seperti itu.”Orang yang menegurnya saat itu tampak seperti seorang pemuda yang berasal dari ras negara Asia Timur. Perawakan yang ia tunjukkan jelas sekali menggambarkan hal itu: kulit yang sangat putih, rambut yang berwarana hitam kelam, dan juga iris mata yang berwarna cokelat gelap dan lumayan sipit walau tidak sampai terlihat seperti orang yang terpejam juga kalau boleh dikata.
“Ah, perkenalkan aku Kim Young Soo,” ucap lelaki yang kelihatannya lebih muda dari Luke itu seraya menyodorkan telapak tangan.
“Kalau aku… namaku Luke Laclan,” balas Luke.
“Apa kau ingat apa yang terjadi pada kita sebelumnya?” tanya Young Soo.
Luke malah memalingkan wajah seolah tak tertarik pada topik pertanyaan pemuda yang sekilas terlihat seperti atlet Figure Skating terkenal asal Jepang yang memiliki nama Yuzuru Hanyu itu. Pikirannya sendiri masih nerputar-putar oleh kecemasan saat memikirkan kondisi Seth saat ini.
“Anu… maaf…” colek Young Soo ke lengan Luke dengan raut tidak enak.
“Apa yang mmbuat dirimu sampai mendekati aku seperti ini?” tanya Luke jutek, “Apa yang kau inginkan?”
“Sebenarnya rekan setim yang membersamai aku dalam ujian sebelumnya… apa ya namanya… pokoknya ia sudah mati tadi. Jadi, aku berpikir untuk mencari rekan baru kalau saja setelah ini akan ada event ujian lagi yang mengharuskan setiap lrveler untuk memiliki kelompok seperti sebelumnya,” jawab Young Soo dengan nada suara serta intonasi yang fasih jaya. Ia terlihattidak memilikimasalah berarti saat harus menjalin hubungan dengan orang yang baru ia temui. Di tempat yang begitu asing (dan aneh) seperti itu lagi.
Glek. Pemuda Korea ini bisa terdengar begitu ringan ketika membicarakan kematian rekan setinnya. Seolah hal itu bukan apa pun saja.
Apakah hal seperti itu benar-benar sesuatu yang terjadi di dunia nyata?
Dunia macam apa yang sudah aku tinggali selama ini sampai bisa dibuat terkejut oleh hal seperti itu, tanya Luke dalam hati. Seketika ia merasa sangat b*d*h. Sangat kurang dalam hal pengalaman hidup. Terlalu polos dan juga lugu sampai terasa sangat menyedihkan.
“Bagaimana dengan dirimu sendiri? Bagaimana ceritanya sampai rekanmu bisa mati?” tanya Young Soo dengan raut ceria, normal, creepy, dan… kalau boleh jujur sangat sulit untuk dibayangkan bisa jadi “seperti itu” di situasi yang begitu gila, kacau balau, penuh tekanan, dipenuhi oleh aroma depresi dan juga tekanan mental seperti ini. Yang mana hal itu tentu saja sangat, sangat, sangat berbanding terbalik dengan sikon komuk (situasi kondisi kondisi muka) raut Luke yang senantiasa jutek bebek dan sangat suram bin kelam.
“Aku tidak ingin membicarakan apa pun mengenai hal itu,” sahut Luke dengan intonasi datar serta tidak tertarik. Ia berharap bisa mengakhiri kontak dengan pemuda Asia Timur yang kelihatan seperti psikopat itu sesegera mungkin. Ia merasa alarm keamanan yang menyatakan tanda bahaya di otaknya telah berulang kali bersuara sejak mereka pertama kali berjumpa.
Young Soo menekuk bibir dengan raut menggemaskan yang (LAGI-LAGI) sangat tidak sesuai untuk digunakan dalam situasi penuh tekanan seperti itu. Kedua bola mata berwarna cokelat gelapnya tampak berkaca-kaca jelas sekali terlihat tidak puas pada jawaban yang diutarakan oleh Luke.
Gila, pemuda itu benar-benar creepy sekali! Tidak main-main impact damage yang namanya orang Asia itu, ya. Hmm… hmm… hmm… apa yang harus aku lakukan kalau sudah seperti ini. Apakah harus aku turuti saja keinginannya?
Ah, ya sudahlah. Toh aku juga sedang tidak ada kerjaan lain dan tengah dalam situasi yang sama-sama tanpa kejelasan.
“Aku bahkan juga tidak ingat bagaimana bisa selamat,” jawab pemuda kaukasia itu pada akhirnya sekalipun tetap dalam intonasi yang datar dan sama sekali tidak memiliki semangat antusiasme.
Young Soo menutup mulut dengan punggung tangan. Tersenyum dan tertawa kecil nyaris saja tanpa suara yang terdengar. Tak ubahnya seperti seorang perempuan “lugu” yang sedang dalam pingitan, “Khu khu khu khu khu. Jadi, kau belum sadar akan hal itu, ya.”
Kening Luke sangsung berkerut. “Soal apa? Apa yang sedang kau bicarakan sebenarnya?” ia bertanya langsung menoleh ke arah Young Soo.
“Yaah, kita lihat saja nanti. Tidak ada gunanya juga kalau aku katakan sekarang,” respon pemuda… atau mungkin masih anak lelaki remaja… yang memiliki tampang ala warna asli negara yang ada di bagian timur Asia itu.
“Terserah kau, lah. Aku tidak peduli,” balas Luke tidak terlalu peduli. Karena ia merupakan tipe orang yang cukup tertutup. Sekali saja berhasil cocok dengan orang lain. Akan cukup sulit untuknya berpaling ke lain hati. Akan tetapi, untuk tetap bertahan hidup. Dan keluar dari semua kegilaan ini. Adalah hal yang menjadi fokus pikiran untuk dirinya sekarang.
Ia tak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan dan bersikap seperti anak manja! Lagipula… semua orang yang ada di sini pasti sudah kehilangan rekan perjalanan mereka juga, bukan? Ia tidak berdiri seorang diri. Ia harus bertahan dan keluar dari tempat ini dalam keadaan hidup. Untuk mengapresiasi betapa berarti pengorbanan rekan yang baru ia kenali itu. Seth. Untuk seorang pengecut seperti dirinya.
“Rekanku… mati karena menyelamatkan aku,” ucap Luke tiba-tiba.
“Wah, rela berkorban demi peserta lain. Sungguh suatu hal yang mengejutkan kalau bleh dibilang. Itu merupakan sikap naif yang cukup jarang ada dalam situasi seperti ini,” respon Young Soo.
“Situasi apa yang kau maksud? Bukankah harusnya setiap orang yang menjadi leveler di Ceantar Ghleann Dail berjuang bersama agar bisa keluar dari tempat iini?” tanya Luke.
Young Soo tersenyum dengan wajah meledek. Heh. Dan menggelengkan pelan kepalanya. “Tentu saja tidak. Kau kurang bergaul dengan orang-orang yang ada di tengah sana. Makanya kurang mendapat informasi.”
Luke tertunduk merenungi “tudingan” itu. Memang ada benarnya juga sih apa yang orang itu katakan. Luke seperti terlalu mengkasihani dirinya sendiri karena sudah diselamatkan oleh Seth. Karena tidak bisa menjadi sosok yang sekuat yang ia yakini. Karena gagal mendapatkan makna dari bertahan hidup walau baru saja melewati ujian level yang pertama.
Meyedihkan sekali.
“Aku…” Luke berusaha untuk menjawab.
“Kita ini sedang berada dalam situasi survival game, bung. Membunuh kalau tidak mau dibunuh. Bertarung seolah akan mati kalau tidak mau mati mati. Mengorbankan semua yang dimiliki kalau tidak mau sampai dikorbankan oleh orang lain. Menciptakan siasat terbaik atau kalau perlu jadi penipu kalau tidak mau ditipu. Jangan ada mengumbar perasaan atau rasa kasihan kalau tidak mau malah berakhir dimanfaatkan,” ucap Young Soo panjang lebar.
Glekh. Luke menenggak ludahnya sendiri tanpa sadar. Terhenyak mendengar penuturan anak muda itu. Lagi-lagi mau tidak mau ia harus mengakui bahwa semua yang ia ucapkan itu benar. Tidak ada salahnya sedikit pun.
Young Soo melanjutkan, “Jika para leveler yang masih bisa bertahan sampai bersikap lengah… sudah pasti mereka akan memiliki nasib yang sama seperti rekanmu yang sudah mati itu,” terangnya dengan raut kalem. Berusaha untuk memiliki sikap yang serealistis mungkin. Kalau bisa jadi seobjektif mungkin. Ia sama sekali tak memasang raut wajah yang terbebani kala membicarakan hidup atau mati.
Seolah semua itu merupakan hal yang sudah sangat biasa untuknya.
Luke ingin bertanya, “Apa itu berarti kau juga…” Namun, segera terhenti karena ia sendiri tidak sanggup membayangkan sesuatu yang ingin ia ucapkan.
Yong Soo mendangakkan wajahnya dan memegang dagu. Ia seperti tengh berpikir, tapi wajahnya yang sangat santai dan kalem membuat pemuda di depannya membayangkan apa yang tegah ia pikirkan hanya untuk menjawab “pertanyaan” seperti itu.
Young Soo pun mulai bercerita, “Kami mendapat medan ujian di suatu padang pasir. Tempat itu sangatlah panas dan terik. Sampai sampai melihat keringat sendiri pun rasanya ingin aku minum. Semengerikan itu situasinya. Ditambah kami harus terus bicara seperti orang g-i-l-a selama berjam-jam tanpa mendapat suplai air minum. Atau badai pasir yang sangat besar akan datang dan membunuh kami berdua kapan saja. Tenggorokan yang terasa sangat kering. Mata yang tak ayal sampai jadi berkunang-kunang. Kepala yang terasa sangat pusing. Melihat ke arah mana pun yang ada hanya pasir dan pasir. Atau kalau ada yang lain jga paling langit yang sangat terik.
“Dan di tengah seluruh situasi berat yang aku dan rekanku hadapi. Tidak jauh dari tempat kami berdiri. Tiba-tiba muncul seekor makhluk raksasa yang aku juga tidak tau itu apa. Wujudnya tampak nyaris serupa dengan badak. Ia terus mengejar kami berdua dengan kecepatan yang gila.
“Apa kau bisa membayangkan situasi saat itu? Untuk tetap berjalan dengan tegak dan luru saja rasanya sudah sangat, sangat, sangat berat. ditambah kami harus berlari dengan cepat untuk menghindari makhluk itu.
“Monster itu memiliki sisik di sekujur tubuhnya, semacam tanduk di hidungnya, dan dewlap di sekitar d-a-d-a. Walau hanya satu ekor, tapi dia sangat agresif dan terus mengejar kami dengan impulsif,” Young Soo bercerita dengan raut yang semangat. Ia seperti sedang menceritakan petualangan yang baru ia lalui di dalam game virtual reality saja. Sama sekali tidak ada raut takut atau terbebani.
Benar-benar orang yang sangat santai, batin Luke. Dan ia pun bertanya, “Setelah itu apa yang terjadi?”
Young Soo menutup mulut dan tertawa kecil, “Fu fu fu. Akhirnya kita sampai di bagian yang paling menarik dari seluruh cerita. Rekanku tanpa sengaja terluka karena duri kaktus yang ia injak. Menyebabkan tubuhnya jadi terjatuh ke atas pasir yang panas.”
“Lalu, apa yang kau lakukan?” tanya Luke “antusias”. Ia seperti di bawa ke dalam cerita yang tengah pemuda Asia Timur itu bawakan.
Yong Soo mengangkat kedua telapak tangannya. Melontarkan jawaban, “Kalau aku ya tentu saja terus berlari. Yang aku inginkan hanyalah cara agar tetap bisa bertahan hidup. Aku ini tidak bodoh. Aku sama sekali tidak mau kalau sampai harus mati konyol. Karena waktu itu aku belum tau bagaimana cara menyelesaikan tantangan. Aku sempat khawatir monster itu akan mengejarku setelah menyelesaikan makan siangnya…”
Makan siang? Aku pasti sudah bernasib sama seperti rekan orang ini kalau tidak berpasangan dengan Seth. Seth, aku harap saat ini kau sudah bahagia di surga, batin Luke penuh syukur. “Apa monster itu memang tidak mengejarmu setelahnya?” tanyanya penasaran. Rasanya seperti ada yang terasa tidak biasa...
“Makanya pergilah untuk mengobrol dengan leveler lain agar kau mendapat info yang paling baru. Barangkali info itu akan berguna untuk apa pun yang akan kita alami setelah ini, ‘kan?” balas Young Soo meremehkan kemampuan adaptasi pemuda bule itu.
“Oke. Sekarang kau yang ada di sini. Bisakah kau katakan semua yang kau tau padaku seluruh informasi yang berkaitan dengan tempat ini? Ujian ini?” tanya Luke.
“Semua monster di event pengujian sebelumnya pasti akan berhenti bergerak kalau sudah mendapatkan satu buruan,” jawab Young Soo santai.
Luke sampai jadi semakin mengernyitkan dahi. Rasanya seperti ada yang benar-benar tidak benar. “H, H, H, Haaahh…?”
“Makanya aku bilang… rekanmu itu sangat baik sekali. Padahal dia bisa langsung selamat kalau melarikan diri sendiri dan menumbalkan dirimu. Eh, malah dia yang mati. Itu bukan cara main event pengujian level yang sebelumnya.
“Di event pengujian level yang sebelumnya… atau mungkin event-event pengujian level yang selanjutnya juga mungkin. Kemampuan adaptasi, beladiri, dan kemampuan fisik akan menjadi penunjang utama dalam usaha bertahan hidup di tempat sial ini.
“Kecuali kau memang ingin mati di sini tentunya, kha kha kha!” tawa Young Soo puas. Anak muda laki-laki itu memang benar-benar seperti seorang pengidap sakit jiwa.
Kalau boleh jujur Luke tidak ingin banyak bicara pada orang yang terlihat berbahaya ini. Ia tampak seperti seseorang yang bisa dengan mudah membunuh temannya untuk memakan dagingnya disaat merasa lapar. Tidak seperti Seth. Tentu saja. Luke memalingkan wajah ke langit-langit yang berwarna putih bersih. Berpikir, “Apa dia benar-benar sudah mati? Apa aku benar-benar masih hidup? Bagaimana cara kami pada akhirnya bisa menyelesaikan event pengujian level yang sebelumnya?”
Aku tidak tau! Aku tidak tau! Aku tidak tau!
+++++++
"Siapakah pemuda bertampang Asia Timur itu sebenarnya? Apakah ia adalah musuh yang harus dikalahkah? Atau malah kawan yang harus dijaga? Tapi, jika melihat dari sikapnya yang mengerikan di saat pertemuan pertama...
"Apakah yang akan Luke putuskan? Apa yang akan mereka alami selanjutnya?"
“Apa tujuan dari semua kejadian yang menimpa mereka? Misteri apa yang tersimpan di alam semesta? Yang rasanya belum semua sempat digali oleh para manusia..."