Apa yang terjadi? Apa yang akan para leveler lewati selanjutnya? Mampukah mereka untuk terus bertahan? Karena setiap ujian bukan hanya soal kekuatan. Tapi, juga mengenai penguasaan pada kesadaran diri sendiri. Petualangan apa lagi kah yang akan para leveler lalui? Bagaimana Luke akan melewati kelanjutan pengujian? Siapa itu Young Soo dan apa yang ia inginkan sebenarnya? Bagaimana kelanjutan dari perjalanan mereka? Apa yang akan terjadi di "dalam sana" setelah ini semua?
+++++++
Saat itu Seth dan Luke masih menunggu di dalam kamar tunggu yang disediakan oleh Ceantar Ghleann Dail untuk para leveler yang berpartisipasi dalam semua “hal gila” ini. Walau awaknya tak saling mengenal. Karena nasib mempertemukan keduanya dalam serangkaian kejadian yang tidak biasa ini. Mereka berdua pun memutuskan untuk membicarakan banyak hal. Membahas banyak hal. Bahkan mungkin tidak akan berlebihan untuk dikatakan sebagai “semua” hal. Apa saja. Semuanya. Dan itu mereka lakukan guna membunuh sang waktu.
Mereka tetap melakukan hal itu. Bahkan ketika mereka bahkan tak tau apakah ada hal yang namanya waktu di tempat itu? Suatu tempat yang tidak jelas eksistensi maupun “kenyataannya”. Tidak jelas antara “benar” atau “tidak”. Antara “pagi” atau “senja”. Antara warna “hitam” maupun warna “putih”.
Semuanya sangat tidak jelas. Dan perkembangan kesadaran bisa kapan saja menjadi sesuatu yang sangat bias.
Ahh, semua yang sedang terjadi pada mereka semua yang kini diberi gelar sebagai seorang leveler itu memang benar-benar sangat ampas sekali.
Berbanding terbalik dengan Luke yang kusut, pendiam, pasif, kelam dan tidak lupa juga cenderung cukup suram. Seth lebih mampu menghidupkan suasana diantara mereka. Karena ia memang memiliki sifat yang lebih apa adanya. Serta tidak sok jaga image seperti si pemuda kaukasia yang segala tindak tanduknya terlihat masih sangat “dijaga” sekali.
Sekalipun sikap itu sama sekali tidak memberi kepastian akan gambaran dari latar belakang seseorang. Dari perbedaan sikap diantar mereka saja Seth seperti sudah bisa menebak betapa “high class bin berkelas” latar belakang kehidupan pemuda kaukasia (hmm, yang sebenarnya lumayan tampan) itu.
Seth sendiri bisa mengetahui hal itu karena ia pun pernah berada di posisi “itu”. Yah, walau semuajuga sudah hanya menjadi masa lalu, sih. Ingin raanya tak perlu lagi mengingat atau mereka ulang perasaan akan kenangan yang tidak akan jadi begitu menyenangkan untuk dibicarakan. Tapi, memang yang namanya pikiran terkadang tidak bisa begitu saja dikendalikan apa yang ingin ia lakukan.
Hahh…
Setelah melalui berbagai macam perbincangan mulai dari yang tidak jelas dan tidak penting (sebenarnya). Sampai hal yang sangat serius mengenai berbagai macam analisa serta hipotesa yang menyangkut tentang tempat mereka berdua kini berada. Dan juga bagaimana mereka semua, para leveler, bisa berada di sana. Seth dengan terbuka menceritakan hidupnya jika dalam keseharian ia bekerja keras sebagai seorang “bærere” atau kuli panggul yang mencari nafkah di pasar induk. Cara pemuda berambut hitam itu menceritakan semua itu benar-benar santai seperti di pantai. Sampai terkadang membuat Luke yang (memang dibesarkan untuk selalu bersikap penuh keteraturan dan) jaga image jadi tertawa lepas.
“Apa kau tau, Luke? Aku itu boro-boro ya pernah berpikir kalau akan diculik dan terbangun di tempat yang aneh seperti ini. Sudah seperti cerita di dalam komik atau film saja. Berpikir besok mau memberi makan apa ke adik-adikku saja sudah sangat tertekan dan stress,” cerita Seth.
Luke tertawa mendengar cerita orang m-i-s-k-i-n rakyat jelata bin g-e-m-b-e-l seperti Seth, “Khu khu khu.” Dan semua itu karena ia sendiri memang sama sekali belum pernah mengalami atau melihat semua yang anak muda itu ceritakan. Membuatnya jadi hal yang sangat menarik untuk terus disimak kelanjutannya. Ia merespon, “Aku juga punya adik. Hanya seorang adik perempuan saja, sih. Dan sikap yang ia miliki sangat berbanding terbalik dengan adik-adik yang kau ceritakan. Pasti jauh lebih seru, ya. Kehidupan yang seperti ‘itu’ (kehidupan ala orang susah, hekh).”
“Ah, kalau untuk kita berdua sih kelihatannya sudah sangat jelas kalau berbeda. Adik-adikku itu kalau aku baru pulang kerja atau kuliah akan langsung menodong dengan berbagai keperluan. Kakak, aku harus segera melakukan bayaran untuk ujian ini. Kakak, aku harus segera melakukan pembayaran untuk pergi udflugt (darmawisata). Kakak, aku ingin sekali mencoba makanan yang ini. Kakak, aku ingin sekali pergi ke tempat ini. Kakak, aku sudah lama sekali menginginkan hal itu.
“Kakak, Kakak, Kakak, Kakak, dan Kakak saja terus sampai bingung aku bagaimana mengatur semua agar tetap teratur dan terjaga,” cerita Seth lagi seraya menutup kedua telinga dan mata. “Apa aku harus buka loket karcis untuk berbicara padaku? Tidak bisa seperti itu, ‘kan?” tanyanya.
Ah, orang ini menggemaskan sekali, batin Luke merasa senang mendengar semua yang pemuda itu utarakan. “Bagaimana dengan respon orang tuamu sendiri?” tanya Luke.
Seth mengernyitkan dahi dan menyipitkan mata untuk melihat sosok pmuda kaukasia di hadapannya. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Ah, apa aku belum bilang, ya?” tanyanya balik.
Luke ikut-ikutan mengernyitkan dahi mendengar balasan dari ucapannya sendiri. “Soal apa? Apa yang sedang kau bicarakan sebenarnya?” tanyanya.
“Aku dan adik-adikku itu tinggal di panti asuhan. Jadi, bukan rumah kami sendiri. Ah, mereka semua juga bukan benar-benar adikku, sih. Kami semua yang tinggal di sana sama sekali tidak tau menau siapa orang tua kami yang sebenarnya. Jadi, setelah kepala panti asuhan meninggal. Hanya tinggal aku dan mor (Bunda) sebagai yang paling tua dan jadi harus bertanggung jawab akan banyak hal di sana,” jawab Seth.
Luke bertanya lagi, “Apa panti asuhanmu tidak punya… apa ya namanya? Semacam pe… pe… pe…”
Wajah ceria Seth tiba-tiba jadi tampak sedikit meredup. “Ada sih yang seperti itu. penanggung jawab keuangan. Donatur. Tapi, entah kenapa aku merasa bahwa aku tidak mau menerima semua uang atau apa saja yang ‘mereka’ berikan. Aku ingin aku dan para adikku hidup serta tumbuh dengan usaha serta kerja keras mereka sendiri. Tidak mau bergantung dengan belas kasihan dari orang lain.
“Karena itulah karena aku masih menjabat sebagai anak yang paling tua. Aku juga harus terus mencari uang sendiri untuk bertahan hidup, biaya pendidikan, dan juga kebutuhan yang lain.”
Luke menopangkan dagu. Tersenyum melihat wajah manis Seth. “Apa kau khawatir pada keadaan mereka semua saat ini? Orang-orang yang berarti untukmu, tapi terpaksa akau tinggal karena serangkaian kejadian yang tidak diinginkan,” tanyanya.
“Tentu saja, ‘kan,” jawab Seth tersenyum kecil. Ia balik bertanya, “Bagaimana dengan kau sendiri? Bagaimana hidup yang kau lalui sebelum ini? Siapa yang kau tinggalkan saat berada di tempat ini? Dan… apa alasan yang membuat kamu ingin segera kembali?”
“Aku adalah seseorang yang menyukai sesama jenis,” aku Luke right to the point. Langsung ke intinya.
Seth terdiam menatap pemuda dengan rambut cokelat yang memiliki tekstur lurus itu, “…”
Tentu saja “bukan benar-benar” gay secara harfiah. Kalau boleh jujur saat itu Luke hanya ingin coba mengetes respon pemuda Asia Tenggara di depannya. Ia tidak mau mengambil resiko. Dengan berhubungan terlalu baik atau dekat dengan orang yang mungkin akan menolak sifat “aslinya”. Yang sebenenarnya tidak sekeras yang terlihat.
Tiba-tiba pemuda dengan netra berwarna cokelat tua itu membelalakkan kedua mata dan berkata, “Gawat!” responnya seperti orang yang sedang merasa sangat terkejut.
Huh, tidak bisa, ya, batin Luke sedikit kecewa. Tampaknya Seth pun tidak akan bisa menjadi rekan yang ideal untuk dirinya saat harus menjalani kehidupan di Ceantar Ghleann Dail. Mungkin Luke sudah berharap terlalu tinggi. Dan pemuda itu sebenarnya memiliki pola pikir yang sama saja dengan kedua orang tuanya yang menyebalkan.
Siap menghela nafas panjang dan, haaaaakkhh…
Melihat raut pemuda kaukasian didepannya yang tampak sedikit “kecewa”. Seth segera berkata untuk meluruskan niatan dari kata yang sudah ia ucapkan, “Apa pacarmu tidak akan marah kalau tau kau berduaan dengan lelaki miskin seperti aku di kamar yang sempit dan tertutup seperti ini?” tanya Seth.
Eh? Mendengar lanjutan darirespon yang tidak ia sangka itu. Luke malah jadi bingung sendiri untuk bagaimana harus merespon pertanyaan pemuda di hadapannya. Ia malah jadi harus terjebak oleh pernyataan yang ia utarakan sendiri. Padahal itu semua juga kan tidak benar. “Ah… anu… itu… aku sama sekali belum pu… maksudnya tidak punya, kok. Aku tidak punya pacar lelaki,” jawabnya.
Seth langsung menghela nafas lega,“Fiuuh, kalau memang seperti itu maka untung saja. Aku yakin rasanya sangat tidak nyaman. Karena harus terkurung berdua bersama dengan laki-laki yang baru kau kenali. Yang bahkan pasti sama sekali tidak kau sukai. Di dalam situasi yang seperti ini. Tapi, aku mohon kau harus terus setidaknya berusaha untuk bertahan dengan jiwa yang kuat. Sampai kita menemukan cara keluar dari situasi ini. Dan kembali ke dunia nyata setelah itu,” nasihat Seth.
“Apa topik seperti ini tidak terdengar tabu di tempat kau berasal? Kau dari negara ‘itu’, ‘kan…?” tanya Luke merasa sedikit tidak enak.
Ia tau kalau pemuda di hadapannya berasal dari negeri yang masih cukup konservatif menyangkut ketertarikan seksual manusia. Dan juga cukup menjunjung tinggi nilai-nilai norma yang ketimuran. Sangat berbeda dengan kultur masyarakat di negara di mana ia bertempat tinggal. Luke tak ingin sampai terjadi culture shock yang bisa membuat hubungan mereka jadi canggung atau tidak akrab.
Seth mengayun-ayunkan telapak tangan dengan raut wajah yang sangat santai seperti di Hawai. “Kau bisa tenang kok, Luke. Aku tidak pernah sama sekali terlalu peduli pada urusan dari orang lain. Apalagi masalah yang menyangkut orientasi seks mereka. Bahkan kalau ada salah satu dari adikku yang sama denganmu. Mungkin aku juga tidak akan begitu peduli. Karena setiap manusia itu sudah berdiri dan berjalan di dalam dunia yang mereka pilih sendiri.
“Akan tetapi nih ya… sebenarnya… itu…”
“Akan tetapi mengapa? Ada apa?” tanya Luke mendadak merasa sangat penasaran.
“itu akan jadi masalah yang sangat besar sampai kau suka pada aku, oke?” lanjut Seth seraya tertawa kecil. Ia menutup bibir dengan salah satu punggung tangan, khi khi khi. Tak bisa ia bayangkan jika sampai ada seorang bule berpenampilan pangeran berkuda putih dari negeri di mana banyak kastil serta istana yang indah tegak berdiri seperti Luke jatuh cinta padanya. Baru membayangkan saja rasanya sudah sangat geli.
Pikiran Seth jadi berkembang ke mana-mana karena menyangkut topik yang baru untuknya.
“Aha ha ha ha ha ha ha ha…” mendengar jawaban Seth membuat Luke un jadi ingin turut tertawa. Ini benar-benar pertama kali untuknya. Saat bersama orang lain. Di mana ia bisa membicarakan masalah seperti itu (orientasi seksual) secara face to face dengan santai dan dalam situasi yang sangat bersahabat. Kalau di negaranya ia bicara seperti itu pada siapa saja yang mengenal identitas dari kedua orang tuanya… tidak akan diragukan lagi kalau ia bisa saja berakhir denga langsung dikirim ke pedalaman “Wakanda” atau sudut dunia mana saja oleh kedua orang tuanya.
Karena waktu menunggu di dalam kamar itu terasa begitu lama dan semakin “melelahkan” untuk mereka berdua. Seth dan Luke berakhir untuk terus saja membicarakan banyak hal yang beraneka ragam dan macamnya.
Luke merasa kagum pada Seth yang bisa bersikap konyol, lucu, menghibur, apa adanya, serta jujur, namun sebenarnya sangat cerdas dan memiliki pengetahuan yang cukup luas. Berbanding terbalik lah dengan gambaran akan identitas kuli panggul yang pemud Asia Tenggara itu perkenalkan sebelumnya.
Sementara Seth sendiri merasa sangat kagum pada perangai Luke yang bisa dibilang kalau tenang, kalem, elegan, bersahaja, dan terlihat seperti gambaran seorang prince with a white horse di dalam dongeng Hans Christian Anderson, namun tidak pernah sekalipun ia menampilkan gestur atau tatapan yang merendahkan orang lain di sekitarnya sekalipun baru juga bertemu.
Seorang Luke baru pertama kali bertemu dengan orang “normal” (maksudnya rakyat jelata) yang begitu menyenangkan seperti pemuda Asia Tenggara itu.
Sementara seorang Seth baru pertama kali bertemu dengan orang “tinggi” (maksudnya orang yang tampaknya berasal dari keluarga tinggi serta berada) yang begitu rendah hati seperti pemuda pemilik darah biru Britania Raya itu.
Luke mendirikan tubuh dan mengepalkan salah satu dari telapak tangannya ke udara. “Pokoknya kita berdua akan keluar dari tempat ini bersama-sama. Itu harus benar-benar terjadi dan kita usahakan untuk terwujud secepat mungkin. Tidak boleh tidak. Tidak boleh bermain-main dengan niat yang dibuat di awal perjuangan. Tidak boleh bersikap lemah pada diri sendiri. Tidak boleh manja dan rendah diri,” tekad Luke.
Si pemuda yang berasal dari Asia Tenggra itu pun turut mendirikan tubuh ditemani oleh kobaran semangat empat lima yang seperti keluar dari setiap bagian pori-pori tubuhnya dengan efek visual yang jika di film maka akan terdengar seperti, bwoooosh. “Kalau soal itu sih sudah tidak perlu diragukan lagi, Luke. Kita tidak boleh bersikap manja. Kita idak boleh bersikap lemah. Kita tidak boleh mengkasihani diri sendiri yang malah bisa melambatkan langkah,” sahut Seth seraya mengajak Luke salam menggunakan lengan.
“Kita pasti akan mengakhiri semua hal gila ini dan keluar dari sini bersama. Setelah itu… sesampai di dunia nyata kita nanti. Mari bertemu lagi dan membagi cerita tentang apa yang terjadi hari ini. Pada kita berdua di masa depan yang akan segera kita rengkuh,” ucap Luke mengutarakan niatnya. Kedua netra birunya menatap optimis kedua bola mata yang tengah begitu menampakkan keyakinan serta rasa percaya diri yang pemuda Asia Tenggara di hadapannya pancarkan.
“Kita berdua pasti akan mampu untuk berhasil mengakhiri semua hal gila ini dan keluar dari Ceantar Ghleann Dail bersama. Setelah itu… sesampai di dunia nyata kita nanti. Mari bertemu lagi dan membagi cerita tentang apa yang kita alami hari ini. Pada kita berdua di masa depan yang akan segera kita rengkuh,” sahut Seth “mengulang” tekad yang Luke utarakan hanya dengan sedikit modifikasi agar menyesuaikan dengan apa yang tengah ia pikirkan sendiri.
Dan keduanya pun high five. Dengan senyum lebar yang memamerkan deretan gigi keduanya. Plok. Dan tatapan optimis yang mereka berdua harap bisa terus langgeng sampai hari di mana semua doa akhirnya diwujudkan oleh Yang Kuasa. Tuhan yang bertahta di atas singgahsana langit-Nya.
Haahh…
+++++++
"Kelahiran Heartworm" telah usai.
Bagaimana?
"Itulah bagaimana ikatan mereka yang begitu erat serta emosional sanggup tercipta.
“Apa tujuan dari semua kejadian yang menimpa mereka semua? Misteri apa yang sebenarnya tersimpan di alam semesta? Yang pastinya belum sempat digali semua oleh para manusia..."