Ujian Level Dara I (A)

1277 Kata
Tempat besar yang seluruhnya berwarna putih itu tiba-tiba jadi berubah seluruh latarnya. Seolah ada galonan cat warna yang tiba-tiba muncul dan tumpah ruah dari angkasa yang menaungi keberadaan mereka semua. Para leveler yang ada di sana saat ini tiba-tiba berada di sebuah reruntuhan kota yang tampak ditinggalkan oleh kehidupan. Oleh peradaban yang sedang berjalan. Tapi, peradaban macam apa juga yang meninggalkan kota itu? Di suatu tempat seperti Ceantar Ghleann Dail. Langit-langit yang tadinya hanya memiliki warna yang putih dan juga sangat bersih. Entah bagaimana caranya (dan juga entah mengapa) berubah menjadi penampakan dari suatu pemandangan langit di siang hari. Terasa begitu magis dan juga penuh dengan kekuatan mistis. Para leveler yang awalnya berharap jiwa masih ada sedikit “harapan” untuk membuat mereka percaya jika tempat itu, Ceantar Ghleann Dail, nyatanya hanya salah satu bagian dari sudut dunia nyata. Setelah semua hal aneh, hal ajaib, hal menyedihkan, serta berbagai macam pengalaman yang nyaris saja memutus seluruh garis kehidupan mereka. Membuat para leveler nyaris saja kehilangan nyawa. Kini tampaknya semua harapan itu sudah jadi suatu keinginan yang terlalu muluk adanya. Tempat mereka semua tengah berada, Ceantar Ghleann Dail, bukanlah bagian dari dunia nyata yang telah menemani seluruh hidup mereka selama di dunia. Ini semua hanya benar-benar suatu tempat alien (tempat asing). Yang definisi pasti serta penjelasan soal bagaimana bisa terwujudnya. Pasti tidak ada dalam ranah logika atau imajinasi berpikir para manusia biasa seperti mereka. Selain semua yang sudah dijelaskan, tempat itu tidak lupa juga dilengkapi oleh pancaran sinar mentari yang bukan hanya sangat terik, namun juga terasa benar-benar membakar permukaan kulit siapa pun makhluk hidup yang terpapar olehnya. Begitu juga dengan jarak pandang yang tadi hanya putih bersih. Kini menjadi rangkaian pemandangan akan komplek bangunan seperti gedung-gedung kantor dan rumah serta rumah susun sederhana yang ditinggalkan. Tampak sangat kumuh. Dan tidak berlebihan rasanya jikaada gempa sedikit saja. Semua bangunan yang terabaikan itu akan runtuh dengan cepat dan seketika berubah menjadi gundukan dari bahan bangunan. Dan… sayangnya apa yang baru saja kita bayangkan menjadi kenyataan bagi para leveler yang malang. Ddreeegg… ddreeegg… ddreeegg… ddreeegg… ddreeegg… ddreeegg… ddreeegg!!! Tak ada angin tak ada hujan. Secara tiba-tiba permukaan tanah di sana berguncang dengan hebat hebat. Dan seperti yang sudah kita pikirkan soal bagaimana nasib dari bangunan-bangunan yang ditinggalkan itu sampai lokasi tempat mereka berada dilanda oleh sebuah gempa. Benar saja. DDRUUKK DDRUUKK DDRUUKK DDRUUKK DDRUUKK DDRUUKK DDRUUKK!!! Rubuh dan hancur berserakan di tanah. Membuat kondisi jadi semain tidak kondusif untuk siapa saja makhluk hidup yang ada di dekat sana. Para leveler yang tadinya berkumpul, saling berdekatan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya. Seolah dikomandoi oleh perintah tak kasat mata (tak bisa disadari oleh indera) secara serempak memutuskan untuk pergi berpencar entah ke mana saja. Tetap berusaha untuk mencari perlindungan walaupun tampak tidak ada sedikit pun harapan yang bisa didambakan. Hal gila apa lagi yang trjadi pada para leveler kali ini? Padahal belum juga sembuh duka lara seorang Luke akibat “kepergian” sang rekan, Seth. Baru juga sebentar mengambil nafas. Sudah terjadi hal gila lain yang siap menerpa hidupnya. Hidup mereka semua makhluk yang masih mengalirkan darah menggunakan jantung dan melakukan proses respirasi sel (pernafasan) dengan kedua paru-paru di tempat itu. “Eh?” respon Luke tak percaya. Di saat yang sama ia membelalakkan kedua belah bola mata. Dan itu semua karena ia baru saja menyaksikan seorang pemuda yang nyaris saja tertimpa reruntuhan dari sebuah gedung yang sudah siap hancur lebur. Namun, bertepatan dengan apa yang terjadi. Ada seorang pria paruh baya yang “seolah” memiliki kemampuan untuk menghalau batu besar itu. Dan setelahnya mengajak si leveler yang nyaris mati untuk pergi ke tempat lain. Apa yang baru saja terjadi? Bagaimana hal seperti itu bisa sampai terjadi? Apa situasi dengan stresor tinggi seperti ini memang sudah mampu untuk membuat dirinya tidak lagi waras atau yang semacamnya? Entahlah. Tidak ada yang tau. Yang Luke ketahui saat ini hanyalah bagaimana cara untuk tetap bertahan hidup. Dan menghargai nyawa yang sudah “diberikan” oleh Seth dengan sebaik mungkin. Perlahan tapi pasti. Langkah Luke jadi semakin gontai. Seolah tak lagi memiliki harapan atau antusiasme untuk hidup ini. Karena melihat semua kehancuran serta tersebarnya perasaan putus asa yang telah begitu banyak terjadi di depan matanya sendiri. Terpampang di hadapan matanya yang selama hidup rasanya hanya digunakan untuk menyaksikan hal-hal yang indah serta menawan. “Apakah ini saat yang tepat untuk dirimu menyerah, Lucas Acacius Lachlan?” tanya pemuda kaukasia itu dengan tatapan mata hampa. Ia angkat kedua telapak tangannya ke udara. Berusaha merasakan “cita rasa” dari atmosfer kehancuran yang tengah terjadi di sekitarnya. Keputusasaan, tangisan, bahkan aroma anyir darah yang mengisi inchi udara di sekitarnya. Pemuda itu memejamkan kedua mata dan mengangkat wajah menghadapi “realita”. Ingin merasakan tiap keping kesedihan yang berhamburan di sekitarnya merasuk ke setiap relung bagian dari jiwanya yang jauh dari kata sempurna. Aaaakkhh… “HEI, BODOH!” panggil seseorang di belakang telinganya. Luke mengembalikan kesadarannya ke kenyataan yang tengah ia hadapi dan membalik tubuh. Melihat seseorang yang baru saja mengatai kemampuan otaknya yang sering dikatakan dimasa depan nanti akan jadi jauh lebih hebat ketimbang kedua orang tuanya itu. Sedang memasang wajah marah yang sungguh “menggemaskan”. Aaakkhh, wajah orang Asia itu memang sangat menggairahkan, batinnya saat itu. melihat ke arah seorang pemuda di depannya yang lebih pendek darinya. Ia ingin bertanya, “Ada ap…” “Apa yang sedang kau lakukan dengan bengong termenung seperti ini, t***l??!!!” tanya Young Soo terdengar sangat kesal melihat sikap pemuda di depannya. Setelah itu ia langsung segera menarik pergelangan tangan si pemuda kaukasia yang sekujur tubuhnya malah tetap terdiam di tempat. “…” “APA KAU MAU MATI, HAH???!!!” tanya Young Soo terdengar semakin kesal. Bukannya segera bergerak. Untuk mengikuti alur langkah dari para leveler lain yang tengah berusaha untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing. Luke malah tetap terdiam di tempat ia berdiri. Dan berkata lirih, “Apakah aku memang pantas untuk memperjuangkan hidupku?” tanyanya lirih. Setelah itu ia seperti merasakan hembusan angin dingin yang aneh di belakang tubuhnya. Tepatnya di belakang tengkuknya. Aura dingin tidak biasa yang terasa cukup menusuk itu seolah berkata, “Apakah kau ingin menyia-nyiakan nyawa yang sudah aku korbankan untuk menyelamatkan dirimu, Luke?” ia bertanya. Ucapan itu seperti menyadarkan dirinya sendiri dari cengkraman keputusasaan bodoh yang hampir saja menjerat ia jatuh ke kubangan kehancuran. Apakah ia telah merupakan tekad yang saat itu ia teriakkan dengan suara lantang bersama dengan Seth? Mungkin saat ini pemuda Asia tenggara itu memang sudah tidak ada. Jiwanya telah beristirahat dengan tenang di alam keabadian yang telah dijanjikan. Sama sekali tidak akan ada hal baik yang terjadi dengan terus membuat keberadaannya menjadi alasan untuk berhenti melangkah. Ia harus terus berjuang sekalipun hal itu sangat menyakitkan sekalipun. Luke pun berusaha untuk kembali bangkit. Ia gerakkan tubuh dan salah satu tangannya untuk menyambut uluran telapak tangan Young Soo. Mereka berdua pun berlari bersama mencari tempat yang aman seperti para leveler lain yang sudah pusing kocar kacir sejak tadi. Semakin lama. Ia rasakan bahwa bisa jadi gempa yang terjadi di tempat itu saat ini memang sudah tidak sampai ber-SR-SR seperti tadi. Tapi, guncangan yang ditimbulkan olehnya masih terasa cukup untuk membuat langkah siapa pun menjadi gontai. Sulit untuk menegakkan tubuh, tapi masih cukup bisa digunakan untuk menegakkan pandangan. Ketika bangunan-bangunan yang sudah tua itu runtuh. DBAM DBAM DBAM DBAM DBAM DBAM DBAM DBAM DBAM! Rerutuhannya berjatuhan di mana-mana tanpa pandang bulu. Luke menyaksikan dengan dua mata kepalanya sendiri bahwa ada para leveler yang sudah kehilangan nyawa karena tertimpa reruntuhan gedung. Ada juga yang hanya tangan atau kakinya saja yang kena. Sehingga mereka lanjut berusaha menyelamatkan diri dengan salah satu bagian tubuh yang bersimbah darah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN