Rafi Sorot matanya berubah menjadi penuh kebencian padaku. Dia ambil mangkuk itu dan mulai makan dalam keheningan. Aku menyeringai, sedikit mencemooh atas ketakutannya padaku. “Good girl! Habiskan dan bawa mangkuk itu ke dapur.” Aku bangkit, beranjak menuju kasur untuk rebahkan tubuhku yang terasa lelah. Tengah malam, aku terbangun karena samar mendengar suara isak tangis. Aaagh, pasti lagi-lagi Suci menangis! Sial, menganggu tidurku saja. Kenapa sih dia tidak pindah ke kamar lain?Aku pakai bantal untuk menutupi telingaku, tapi terasa tidak nyaman. “Hei, tidak bisakah kamu berhenti menangis barang sesaat saja agar aku bisa tidur?” aku bertanya dengan kesal. Kemudian hening, hanya sesekali terdengar isakan yang sengaja ditahan. * Ini menginjak hari ketiga ibu mertuaku meninggal.