Steve dan Reynald saling pandang. Pertarungan tak terelakan berada di depan mata mereka. Ada tiga puluh anak buah Hezelbrian di depan mereka. Mau tidak mau mereka harus bertempur.
“Apa kau baik-baik saja?” Gumam Reynald dengan tatapan khawatir begitu juga dengan Mirabell. Reynald tidak mungkin bisa menghadapi anak buah Hezelbrian sendiri. Tapi dia tidak mungkin melibatkan Steve dalam pertarungan ini. Steve masih terluka, dia baru saja tertusuk mana mungkin dia biak-baik saja. Meski Reynald tahu bahwa Steve pasti akan bersikeras untuk bertarung, dia hafal sekali sifat Steve. Steve tidak akan pernah meninggalkan temannya bertarung sendirian. Meski dia sedang dalam keadaan terluka.
“Kau tidak perlu mengkhawatirkanku,” gumam Steve menjawab kekhawatiran Reynald. Benar kan? Steve pasti akan ikut bertarung dengannya.
Steve menoleh ke belakang, di sana ada Mirabell yang tengah memegang ujung bajunya dan menggeleng tanda tak setuju jika Steve ingin bertarung.
“Steve, jangan,” cegah Mirabell.
“Kau tak perlu mengkhawatirkanku, Mirabell aku akan baik-baik saja,” gumam Steve menenangkan Mirabell. Gadis itu masih tidak bisa tenang. Meskipun darah dari luka Steve tidak mengalir lagi, tapi tetap saja laki-laki itu masih terluka dan butuh perawatan.
“Tapi Steve—“
“Aku berjanji akan kembali dengan selamat,” gumam Steve. Entah kenapa Mirabell ragu. Tiga puluh orang melawan dua, apakah Steve dan Reynald bisa menang? Terlebih Steve tidak membawa senjata.
“Sekarang, larilah dari sini. Sekitar seribu langkah dari sini kamu akan menemukan gerbang Quantrum Tetranum, jangan menoleh dan pergilah,” gumam Steve. Steve tahu Mirabell tidak akan dengan mudah menurutinya, tapi kali ini dia harus memaksa Mirabell.
“Tapi aku---“
“Mirabell tolong jangan memperumit keadaan,” potong Steve. Gadis itu berpikir sejenak. Steve benar. Jika Mirabell tidak kembali ke kastil Hezelbrian mungkin lelaki ini juga tidak akan terluka. Mirabell yang menyebabkan semua itu, oleh karena itu kali ini dia benar-benar akan menuruti permintaan Steve.
“Pergilah,” Steve mendorong tubuh MIrabell menjauh. Gadis itu berlari meninggalkan tempat Steve dan Reynald bertarung.
“Kejar dia!” Gumam seorang pasukan Hezelbrian. Reynald melemparkan belati miliknya pada Steve. Kali ini Steve tidak akan melawan mereka dengan tangan kosong.
“Thanks Rey,” gumam Steve.
“Tidak akan semudah itu, b******k!” Teriak Steve mengejar seseorang yang berlari membuntuti Mirabell. Lelaki itu tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Mirabell.
***
Steve terjatuh di tanah dengan luka goresan di tangannya. Reynald dan Steve benar-benar terdesak. Pasukan Hezelbrian ternyata tidak bisa diremehkan. Sementara kondisi Steve sedang tidak baik. Luka di balik punggungnya terasa nyeri, tubuhnya lemas dan sulit digerakkan. Kondisinya semakin parah karena dia terlalu banyak bergerak.
“Haruskah kita menyerah saja?” Gumam Reynald dengan napas ngos-ngosan. Steve menggeleng. Meskipun mereka sedang terdesak sekarang namun tidak ada dalam kamusnya kata menyerah. Lebih baik dia mati daripada harus menyerah pada musuh.
Steve berusaha untuk bangkit namun tubuhnya terlalu lemah untuk bangkit. Pandangannya mulai kabur. Sebelum benar-benar ambruk seseorang menyentuh Steve dari belakang. Dengan pandangan yang samar dia bisa mendengar suara Felix.
“Maap kami terlambat,” gumam Felix, “Apa kau baik-baik saja?” Tanyanya lagi.
“Lebih baik kau bantu Reynald sekarang,” kata Steve dengan suara lemas. Begitu datang Edmund langsung betempur bersama Reynald.
“Bernald kau jaga Steve, biar aku yang akan menghadapi mereka,” gumam Felix. Bernald segera menghampiri mereka dan membantu Steve untuk bersandar di bawah pohon. Bernald mencoba menjaga kesadaran Steve dengan terus mengajak lelaki itu bicara.
“Steve apa kau baik-baik saja,” kata Bernald. Steve tak bisa banyak bicara. Rasa nyeri di kepalanya semakin bertambah.
“Duh aku harus bagaimana?” Gumam Bernald panik. Lelaki itu menyibak punggung Steve, ada luka tusuk yang dibalut dengan kain. Darahnya mulai berhenti keluar. Tapi keadaan Steve sepertinya semakin memburuk.
“Astaga kenapa bisa seperti ini,” Seru Bernald ketika melihat luka di punggung Steve. Dia membutuhkan pertolongan. Dia harus segera pergi dari sini. Bernald segera menggendong Steve dan berlari sekuat tenaga.
“Steve bertahanlah,” gumam Bernald. Tidak ada sahutan dari balik punggungnya. Hanya deru napas naik turun di balik punggung Bernald. Bernald berlari sekuat tenaga meninggalkan Edmund, Reynald dan Felix. Dia pergi tanpa sempat berpamitan. Mereka pasti paham karena ini keadaan darurat.
“Steve, tolong jawab aku,” gumam Bernald panik karena tidak ada sahutan. Lelaki itu semakin panik. Segala pikiran buruk bermunculan di kepala Bernald.
“Steve tolong jangan mati,” kta Bernald hampir menangis.
“Steve,” teriaknya dengan putus asa. Bernald lari seperti orang gila. Tolong, kali ini dia tidak mau kehilangan orang yang disayanginya lagi.
***
Mirabell menunggu di rumah Steve dengan pandangan kosong. Apa benar Steve akan kembali dengan baik-baik saja. Segala pikiran buruk menghampiri Mirabell. Dia berharap Steve akan baik-baik saja. Tubuhnya gemetar mengingat apa yang terjadi di kastil Hezelbrian. Itu pertama kalinya dia melihat Steve membunuh seseorang bahkan terluka di hadapannya.
Mirabell mengusap wajahnya kasar. Dia tidak tahu bagaimana untuk membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Yang bisa dia lakukan hanya menunggu dan berdoa semoga Steve baik-baik saja.
Brak!
Pintu rumah Steve didorong dengan paksa oleh seseorang. Bernald muncul dari balik pintu dengan menggendong Steve. Lelaki itu terkulai lemas di punggung Bernald. Mirabell langsung berlari ke arah mereka.
“Apa yang terjadi?” Gumam Mirabell dengan tatapan penuh tanya. Terakhir kali dia meninggalkan Steve dengan Reynald, lelaki ini masih baik-baik saja meskipun punggungnya terluka.
“Aku akan panggil ketua dulu, kau jaga Steve, Mirabell,” gumam Bernald. Keduanya saling bantu merebahkan Steve di Barami. Mirabell mengangguk. Dia duduk di sebelah Steve dengan rasa khawatir yang tak kunjung reda.
Gadis itu memegang tangannya, “Maafkan aku, Steve,” gumam Mirabell. Mirabell menyesal karena telah meninggalkan Steve di hutan meski dia juga tidak akan bisa membantu apa-apa.
“Steve, bertahanlah,” gumam Mirabell. Gadis itu berdoa agar Steve segera membuka mata. Tak berapa lama Bernald kembali dengan napas ngos-ngosan. Dia datang bersama seseorang. MIrabell langsung mempersilakan orang tersebut untuk memeriksa Steve.
“Bagaimana keadaannya, Ketua,” gumam Bernald. Seseorang yang dipanggil ketua itu menoleh ke arah Bernald sambil tersenyum tipis.
“Syukurlah lukanya tidak parah. Dia akan baik-baik saja setelah beberapa hari.”
Mirabell dan Bernald menarik napas lega. Seseorang yang dipanggil ketua melirik ke arah Mirabell. Tatapannya hangat, lelaki paruh baya itu memiliki rambut kecokelatan dan beberapa anak rambut yang sudah memutih.
“Apa kau yang bernama, Mirabell?” tanyanya pada MIrabell. Mirabell meremas roknya dan melirik takut-takut pada Ketua. Gadis itu kemudian mengangguk.
“Kau tumbuh dengan baik. Selamat datang kembali di Quantrum Tetranum,” gumam Ketua pada Mirabell. Mirabell mengerutkan keningnya.
“Apa maksudnya selamat datang kembali?” gumam Mirabell lirih. Pertanyaan yang sama juga ada di kepala Bernald namun lelaki itu tidak berani menanyakannya.