Ana, Carlos dan Orion kembali ke rumah pukul dua dini hari. Tak ada tanda-tanda, tak ada clue di mana keberadaan Mirabell. Carlos mengusap wajahnya kasar. Dia menyandarkan kepalanya di sofa.
“Apa kalian tidak tahu teman-teman MIrabell siapa saja?” ujar Carlos. Mirabell memang dekat dengan Carlos dan Ana, namun dia cenderung tertutup dan jarang menceritakan teman-temannya. Mirabell pun tidak pernah terlibat masalah maupun bertengkar dengan temannya. Sesekali dia memang menceritakan beberapa temannya kepada Ana, namun Mirabell tak memiliki satu pun teman dekat.
Ana menggeleng, “Mirabell sepertinya tidak punya teman dekat, Pa,” gumam Ana. Perempuan ini sama lelahnya dengan Carlos. Dia sudah mencari Mirabell ke penjuru hotel, menggali informasi namun tak ada yang mengetahui keberadaan Mirabell. Sementara Orion juga sudah melakukan usaha terbaiknya. Lelaki itu sudah mencoba mengecek CCTV dan terakhir kali Mirabell terlihat masuk ke suatu ruangan yang kebetulan di sana tidak ada CCTV. Setelah itu Mirabell menghilang tanpa jejak.
“Besok aku akan ke sekolah Mirabell buat nanya teman-teman mereka, Ma, Pa,” gumam Orion. Siapa tahu dari teman-temannya Orion bisa menemukan informasi mengenai keberadaan Mirabell. Ana dan Carlos mengangguk setuju. Mereka menepis jauh-jauh segala pikiran buruk yang ada di kepala. Mungkin saja Mirabell tengah menginap di rumah temannya dan lupa mengabari mereka.
Ketiganya memutuskan beristirahat malam ini. Orion berjalan dengan gontai memasuki kamar Mirabell. Kamar ini benar-benar rapi dengan dinding berwarna pink dengan hiasan pernak-pernik khas perempuan.
Baru setahun Orion meninggalkan rumah ini namun terasa lama sekali. Biasanya dia sering cerita dengan Mirabell di kamar ini. Mabar Among Us bareng adik kesayangannya itu. Bahkan saat sudah di LA, Orion masih suka mabar dengan adiknya ini. Lelaki itu menggeret kursi meja belajar Mirabell, lalu duduk dan memperhatikan meja Mirabell yang rapi, pasti mama yang merapikannya karena Mirabell kadang malas membersihkan kamarnya sendiri.
“Kamu lagi ada di mana sih, Dek,” gumam Orion. Dia tak bisa berhenti berpikir meski tubuhnya lelah sekali hari ini.
Orion menyentuh sebuah buku kecil. Dia hafal ini adalah buku diary Mirabell. Orion yang membelikan buku ini di ulang tahun Mirabell. Mirabell suka menulis diary sebelum tidur dan dia akan marah-marah jika ada yang menyentuh diarynya, tapi entah keberanian dari mana Orion mengambil Diary Mirabell dan mulai membacanya.
Orion kenapa sih harus ke LA segala. Benar-benar nyebelin. Biarin aja aku panggil dia Orion di sini. Dia kan ga akan baca diaryku. Seriusan kampus di Indo kan banyak yang bagus kenapa haru ke LA. Bikin kangen aja .
Tulis Mirabell di halaman pertama diarynya diikuti dengan emotikon menangis. Orion menahan tawanya. Dia ingat pas Mirabell mengantar dia ke bandara dengan wajah ditekuk, gadis itu bahkan mendiamkannya beberapa hari. Rion bahkan rela merogoh kantongnya membelikan Mirabell Airpods demi berbaikan dengan sang adik.
“Benar-benar gemesin,” gumam Orion. Lelaki itu membalik halaman demi halaman diary Mirabell. Rupanya Mirabell menceritakan kesehariannya di diary. Dia lebih nyaman cerita ke diary daripada anggota keluarganya, karena dia tidak ingin keluarganya khawatir.
Silvi kenapa sih benci banget ma aku? Masa hari ini dia nyiram seragam aku pakai air bekas pel. Dia kenapa sih ga suka sama aku? Apa sih salahku sama dia? HIks.
Tulis Mirabell di diarynya. Orion tampak terkejut. Dia tidak tahu bahwa selama ini Mirabell dibully oleh teman-temannya. Lembar demi lembar Orion baca dan hatinya semakin nyeri. Ternyata selama ini Mirabell diperlakukan tidak baik oleh teman-temannya. Namun dia tidak mau mengatakan ini pada keluarganya. Dia menuliskan bait demi bait di diarynya. Benar-benar keterlaluan mereka.
Orion memejamkan matanya menahan kesal. Besok orang pertama yang akan dia temui adalah gadis itu, Silvi. DIa akan memberi pelajaran pada gadis itu. Orion menutup matanya rapat-rapat, “Kamu sudah melewati banyak hal, MIrabell, maafkan kakak karena tidak bisa melindungimu,” gumamnya dengan perasaan penuh rindu.
***
“Jadi kamu yang bernama Silvi?” Orion bertanya dengan nada datar. Jika Silvi adalah laki-laki mungkin sekarang mereka sudah baku hantam. Tapi Orion tidak akan menyakiti seorang perempuan. Kedatangan Orion di sekolah Mirabelll pagi ini jelas menarik perhatian. Sepatu sneakers, kacamata hitam, ripped jeans dengan kaos dan kemeja kebesaran yang dipakainya jelas menarik perhatian beberapa siswi yang melihatnya. Orion terlihat tampan sekali. Mereka belum pernah bertemu dengan kakak Mirabell sebelumnya. Orion beberapa kali sempat menawarkan Mirabell untuk mengantarkannya ke sekolah tapi Mirabell menolaknya karena Mirabell tahu kedatangan Orion akan menimbulkan keributan.
“Kakak nyariin aku? Oh my God, aku gak percaya cowok secakep kakak nyariin aku. Mau minta nomor hapekah?” Ujar Silvi penuh percaya diri dengan gaya kemayunya. Dia bahkan tak tahu malu memegang tangan Orion, lelaki itu menepis tangan Silvi. Silvi tampak kecewa dengan perlakuan Orion.
“Maaf,” gumam Orion menyunggingkan senyumnya.
Orion mengambil hape dan menunjukkan sesuatu pada Silvi, “Apa kau suka ini?” Gumam Orion. Silvi tampak terkejut dengan gambar yang ditunjukkan Orion. Sebuah tas Balenciaga model terbaru dengan desain unlimited berwarna hitam yang pasti bikin SIlvi mupeng parah. Tidak hanya Silvi, bahkan siswi di sekitarnya juga tampak berbisik- bisik dengan wajah iri.
“Apa dia akan membelikannya?”
“Wah beruntung banget SIlvi.”
“Kak aku juga mau.” Celetuk beberapa siswa lainnya.
“Ih diam kalian semua, aku yang ditanya kenapa kalian yang jawab,” Silvi mengerucutkan bibirnya. Lalu dia memandang Orion dengan tatapan penuh rayu, “Tentu saja suka dong kak, siapa sih yang gak suka Balenciaga.” Gumam gadis itu.
“Aku akan membelikanmu ini.” Gumam Orion dengan wajah yang tenang.
“Hah! Seriusan kak? Beneran?” Silvi tampak tak percaya dengan ucapan Orion.
Orion tersenyum, bukan tersenyum tapi sebuah seringaian muncul di bibirnya. “Tentu saja, tapi dengan satu syarat,” gumam Orion.
“Syarat apa kak?”
Dalam kepala Silvi dia sudah membayangkan bagaimana rasanya memeluk tas Balenciaga seharga lima ratus juta itu. Meski dia harus memenuhi syarat dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan tas itu. Silvi akan melakukan semuanya.
Orion berjalan mendekati Silvi. Kerumunan di sekitarnya langsung heboh dengan tindakan Orion. Adegan di hadapan mereka sudah seperti drama korea saja. Mereka semua heboh bahkan ada yang mengabadikannya dengan ponsel mereka. Lelaki itu melepaskan kacamata hitamnya yang langsung bikin geger. Dia mendekati Silvi dengan ekspresi wajah tak terbaca.
Orion berbisik di telinga Silvi dengan tegas dan terdengar menakutkan, “Aku tahu apa yang kau lakukan pada adikku Mirabell. Aku ingin kau mengakuinya di depan umum, di depan teman-temanmu, juga minta maaflah pada Mirabell. Atau kau lebih memilih aku menghubungi media dan namamu akan segera tenar karena kasus pembullyan? Aku rasa orang tuamu akan terkejut dan saham mereka pasti akan jatuh. Oh ya aku baru akan membelikan kau tas itu jika kau bersedia pindah dari sekolah ini dan menjauh dari kehidupan adikku selamanya. Mudah bukan?” gumam Orion.
Silvi tidak dapat menahan ekspresi terkejutnya. Orion berbisik lagi di telinganya, “Aku akan mencari bukti apa yang kau lakukan pada adikku. Yang kudengar sekolah ini memiliki banyak cctv. Dan tenang saja sekalipun kau menghapusnya. Aku pasti akan mendapatkan apa yang kau sembunyikan.” Tukas Orion dengan senyum penuh kemenangan. Silvi tercengang. Gadis itu masih membeku di tempatnya. Dia salah mengira tentang Orion. Lelaki itu benar-benar gila.