part 10

1246 Kata
Jihan terkepung, Ardy mengendap mendekat. Herman ikut bertempur bersama Jihan. Tiba-tiba salah seorang dari penjahat menodongkan senjata ke arahnya dengan sigap Jihan berjongkok lalu menendang tangannya. "Wusssshh! Dak!" Senjata tersebut jatuh terpelanting. Berikutnya tembakan Jihan mengena pada salah satu yang lain. Herman mendekat ke arah Jihan, hendak mengatakan sesuatu. Jihan berjalan mundur lalu melompat dari atas balkon. "Wuuush! Jleg!" Satu lompatan turun berjongkok di atas tanah, tanpa di duga seorang penjahat mengarahkan senjatanya ke pada Jihan. Dengan satu lompatan secepat kilat Ardy menghadang ke depan bersama sebuah tembakan tepat mengena penjahat tersebut. Ardy menoleh sebentar ke arah Jihan memastikan keadaan gadis itu sesaat. Ardy menghubungi kantor kepolisian melalu arlojinya. "Musuh telah dilumpuhkan segera tangkap yang masih hidup!" "Siap laksanakan!" jawab dari seberang. Jihan melihat Ardy yang masih berdiri di depannya, gadis itu berjalan mendekat. "Siapa orang ini? dia membantuku melawan penjahat, melihat gerakannya sudah sangat ahli." Bertanya-tanya. "Mungkin dia orang yang dikirim si bos untuk membantuku, aku tidak harus bicara dengannya kan?!" Ujar Jihan bingung dalam hati. "Ah sudahlah, kumpulkan dulu para penjahat itu lalu ikat!" Ujarnya pada dirinya sendiri. Jihan menyeret para penjahat lalu mengikatnya dengan sebuah tali. Herman turun keluar halaman. "Hei kamu! tunggu dulu!" Berteriak pada Jihan. Jihan melihat Herman lalu membalikkan badannya. Jihan mendengar sirene mobil polisi mendekat, kemudian melompat ke dalam semak dan menghilang. "Kemana perginya gadis itu? tiba-tiba menghilang begitu saja." Ujar Herman kebingungan. Malam itu para petugas kepolisian menangkap seluruh penjahat. Dan Herman diminta agar datang ke kantor polisi untuk memberikan keterangan. Jihan mengendarai sepeda motornya di tengah jalan hitam dalam kelam malam. Hatinya masih bertanya-tanya siapa seseorang yang membantunya itu. Gadis itu kembali mengendap-endap masuk ke dalam kamarnya melalui jendela, dengan satu lompatan dia sudah berada di dalam kamarnya. Jihan menyalakan lampu, lalu berganti baju dengan kaos santai. "Ahhhh lelahnya." Gadis itu kembali memeriksa kakinya yang masih membiru. Tiba-tiba Ardy membuka pintu kamar Jihan, Jihan terkejut kemudian segera menutup kakinya dengan selimut. Ardy masuk kemudian duduk di dekatnya. "Anda kenapa kemari?" Tanya Jihan bingung, karena sudah jam tiga pagi. Ardy sebenarnya ingin memeriksa keadaan gadis itu, apakah terluka. Akan tetapi diapun juga tidak bisa langsung bertanya, karena akan sulit menempatkan posisi dirinya. Sekarang dia adalah majikan sebagaimana yang diketahui oleh gadis itu. "Gak papa cuma pindah tidur, panas sekali di kamarku AC nya mati." Ujar Ardy asal. Jihan mengamati kening Ardy dan kaos tipisnya yang basah oleh keringat. Artinya dia tidak berbohong. "Hum, ya sudah kamu tidur di sini aku akan tidur di sofa." Ujar Jihan, lalu membawa selimut pergi. Malas berdebat karena dia sudah sangat lelah. "Tunggu sebentar!" Menahan tangan Jihan. "Aku lelah, cepat katakan ada apa?" "Ambilkan aku air minum." "Ya tunggu sebentar." Berjalan ke ruang makan mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas. "Nih." Menyodorkan air ke arahnya. Mengambil Air, menarik lengan Jihan, membuat gadis itu jatuh menimpanya. "Akh.. kakiku!" Jihan menahan nyeri pada kakinya. "Jangan bercanda di ujung pagi begini!" Geram Jihan pada pria itu. "Tidur di sini saja." Perintah Ardy padanya. "Kamu balik ke kamarmu lalu aku akan tinggal di sini." Balas Jihan. "Kita tidur bersama." Bicara dengan terang-terangan. "Kita??! kita tidak dalam suatu hubungan untuk tidur bersama!" Ujar Jihan dengan wajah kesal. "Kalau begitu mari membuat suatu hubungan!" Tanpa basa-basi lagi. "Hua ha ha ha! hubungan!?" Jihan pura-pura tertawa terpingkal-pingkal, beranjak turun dari atas tubuhnya. Trik untuk melepas pelukan Ardy. "Emang segampang itu apa pikirnya? dasar orang kaya!" Menggelengkan kepalanya tanpa menggubris Ardy. "Dia mengacuhkanku lagiiiiii!!!!" Teriak Ardy dengan suara kencang. Jihan berbaring di atas sofa dan sudah terlelap. Pagi hari. "Loh kok aku di sini, ini bukannya kamar si b******k!" Spontan berteriak melihat Ardy terlentang di sampingnya tanpa memakai baju. "Apa sih pagi-pagi sudah teriak?!" Berlagak pilon. "Bajumu kemana?! ini kenapa aku bisa ada di sini? semalam seingatku aku tidur di sofa." Marah-marah sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. "Semalam kamu merayuku minta digendong, ya aku bawa ke sini. Terus kamu yang melepaskan bajuku, jangan-jangan kamu tidak ingat?" Mengerling nakal sengaja menggoda Jihan. "Astaga! Martabatku benar-benar sudah merosot jatuh hancur ke dalam jurang!" Ujar gadis itu tambah kesal. "Kamu pasti berbohong padaku! jangan mencoba berbohong lagi! bicara yang jujur!" Menghardik Ardy tanpa peduli. "Kamu menantangku? jangan lupa aku adalah seorang pria!" Merangkak mendekat. Jihan mundur, lalu menendang perut Ardy sekuat tenaga. Berlari secepat kilat keluar kamar. "Akhhh perutku!" Ardy merintih menahan sakit. "Pria b******k itu pasti sudah menipuku! mana mungkin aku melakukan hal mustahil begitu! awas saja tunggu pembalasanku!!!!" Geram Jihan. Jihan meneguk air mineral di meja makan, Ardy turun dari tangga masih memegang perutnya. "Bi, buatkan air jahe hangat. Perutku sakit sekali." Melirik ke arah Jihan yang cuek tidak peduli padanya. "Ah, aduuuh duuuh duh!" Ardy pura-pura merintih. Jihan mengambil pisau dapur. Memainkan di depan wajah Ardy. "Mau aku operasi? pasti langsung sembuh! gak akan sakit lagi!" Tatapan membunuh. "Gak deh, kayaknya udah sembuh." Buru-buru berdiri menjauh. "Awas menggangguku lagi! Duk!" Menancapkan pisau dapur di atas meja. *** Di dalam kampus. Jihan berjalan menuju lapangan basket, duduk di bangku depan melihat mahasiswa bertanding. Ardy melihat dari balkon atas mengamati Jihan yang sedang tertawa bersemangat menonton. "Apakah mukaku jelek sekali? kenapa gadis itu tidak tertarik denganku sama sekali?" bertanya dalam hati. Ardy melempar butiran kertas dari arah balkon ke bawah. Sehingga mengenai kepala Jihan, membuat gadis itu mendongak ke atas. Ardy memberikan isyarat kepadanya untuk naik ke atas. Akan tetapi Jihan malah mengacuhkan tidak peduli sama sekali. Bersemangat menonton pertandingan. "Oh jadi kamu menyukai pria yang pandai bermain basket? lihat saja nanti!" Ardy turun ke lapangan mengenakan baju olahraga atlet basket. Sontak suara riuh dari para mahasiswi berteriak menyemangati Ardy. Para penonton wanita menjadi berjubel karena melihat aksinya. "Wahhh kereen sekaliiii!" Ujar salah satu cewek di samping kiri Jihan. "Ayo Ardy semangat! ganteeeeng banget!" Ujar salah seorang cewek di samping kanan Jihan. Sampai terlalu berjubel penonton wanita mendesak Jihan dari sana sini, Jihan berdiri berjalan meninggalkan lapangan. Ardy melihat ke arah Jihan duduk, namun gadis itu sudah tidak ada. Lalu Ardy juga keluar dari lapangan, meninggalkan pertandingan. Membuat para penonton wanita kecewa dan bubar menonton. Jihan duduk di dalam kantin menikmati semangkuk mie ayam, dan segelas jus jeruk. Ardy melihatnya langsung duduk di depannya tanpa basa-basi menenggak jus milik Jihan. Jihan diam saja tidak merespon sama sekali. Ardy terus menatapnya tanpa menoleh ke arah lain. Baju olahraga Ardy basah kuyup. Dahi dan pelipisnya masih meneteskan keringat. Jihan memakan mie dengan lahap, sengaja mengacuhkan pria di depannya. Ardy yang sudah tidak tahan lagi, merebut mie milik Jihan kemudian dimakan olehnya. Mata Ardy terus menatap wajah Jihan. Jihan berdiri membayar pesanan dan pergi. "Dia dengan sengaja menghindariku!!!" geram Ardy. Jihan masuk ke dalam toilet wanita mencuci tangan di westafel. Ardy masuk dan menguncinya dari dalam. Jihan melihat Ardy berdiri di belakangnya, berjalan mendekat padanya. Tepat ketika Ardy hendak memeluk, dengan gesit Jihan pura-pura berjongkok membetulkan ikatan tali sepatunya. Membuat Ardy terhuyung menabrak tembok. "Bruuuuk!" Dirasakan lagi Ardy berjalan mendekat dari belakang gadis itu langsung berdiri hingga membuat kepalanya membentur hidung Ardy. Tanpa peduli Jihan berjalan ke pintu, mengambil jepit kawat dari rambutnya. "Ceklak!" Satu gerakan membuat pintu terbuka. Keluar dengan santai, sedangkan Ardy memegangi hidungnya yang merah. "Jika kamu terus begitu aku tidak akan menutup diri lagi untuk berpura-pura bodoh! braaakkkkkkk!!!" Ujar Ardy menggebrak pintu toilet hingga pintu itu rubuh ke lantai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN