Selasa (02.33), 01 Juni 2021
------------------------
Almer Seabert, suami Selby Seabert yang menurut informasi merupakan wanita yang selamat dari insiden kebakaran di panti asuhan tempat Senator Adlan Leighton pernah tinggal, langsung mengenali Gavin sebagai lelaki yang pernah datang untuk menemui istrinya. Tapi sama seperti pertemuan pertama mereka, ada raut bingung di wajah lelaki lima puluh tahunan itu.
“Maaf kalau saya terkesan tidak sopan. Tapi mengapa Anda datang lagi? Kondisi istri saya masih sama seperti saat Anda datang sebelumnya. Dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan Anda.” Almer berkata begitu Simon dan Gavin duduk di ruang tamunya.
Di pertemuan pertama mereka, Gavin terang-terangan menceritakan bahwa dirinya bekerja untuk pemerintah dan tengah menyelidiki suatu kasus yang berhubungan dengan panti asuhan tempat istrinya pernah tinggal. Awalnya Almer bersikap waspada pada dirinya. Namun setelah yakin Gavin tidak bermaksud jahat dan benar-benar hanya datang untuk mencari informasi, diapun mulai memercayai lelaki itu.
“Saya juga minta maaf karena terpaksa kembali mengganggu Anda. Tapi penyelidikan kami memaksa saya harus kembali ke sini. Sepertinya istri Anda satu-satunya harapan kami untuk menemukan petunjuk selanjutnya,” Gavin berkata dengan nada menyesal.
“Tapi istri saya benar-benar tidak bisa memberikan informasi apapun,” Almer berusaha meyakinkan. Dia tidak akan membiarkan Gavin atau siapapun memaksa mendapat informasi dari istrinya yang tengah sakit.
“Iya, saya mengerti. Kedatangan kami kali ini ingin mencari tahu apa mungkin istri Anda memiliki buku harian atau semacamnya. Bisa juga corat-coret tentang pengalamannya saat diadopsi atau selama tinggal di panti asuhan.”
Perasaan lega tampak dalam sorot mata Almer mengetahui bahwa Gavin dan lelaki yang bernama Simon itu tidak bermaksud mendesak istrinya. Lalu keningnya berkerut mencoba mengingat, sementara Simon dan Gavin menunggu dengan tegang. Dalam hati keduanya berdoa semoga kali ini dewi fortuna ada di pihak mereka.
“Ah, sepertinya ada,” mendadak Almer berkata, membuat Simon dan Gavin sama-sama menegakkan punggung.
“Kalau Anda memperbolehkan kami membacanya, itu akan sangat membantu,” ujar Simon.
“Sepertinya ada di loteng bersama tumpukan barang-barang lama kami. Kalau kalian tidak keberatan, akan lebih cepat menemukannya dengan bantuan kalian.”
“Tentu saja,” sahut Gavin, berusaha menahan antusiasme dalam suaranya. Lalu mereka berdua segera mengikuti Almer.
Layaknya gudang pada umumnya, tempat itu berdebu dan pengap. Namun barang-barang ditata cukup rapi membuat mereka tidak harus berdesakan di ruang sempit itu.
“Aku ingat istriku menyimpannya dalam sebuah kardus besar. Sepertinya lebih dari dua kardus. Dia selalu berganti buku tiap bulan. Sepertinya itu memang menjadi kebiasaannya. Dan aku sama sekali tidak mengeluh karena kesukaannya menulis buku harian membuat dia tidak suka bergosip.”
Simon mengangguk setuju sambil memeriksa barang-barang di dekatnya. “Itu memang lebih baik daripada membicarakan keburukan orang lain.”
“Karena itu aku membiarkannya.” Almer mendesah sedih. “Tapi sejak dia sakit, dia sama sekali tidak bisa menulis lagi.”
“Semoga istri Anda bisa segera sembuh,” Gavin berucap sungguh-sungguh sementara Simon hanya diam.
Almer tersenyum seraya mengangguk pelan, namun sorot matanya tampak tidak yakin.
“Jadi, kita harus menemukan kardus!” seru Simon untuk memecahkan suasana yang berubah tak mengenakkan itu.
“Ya,” sahut Almer.
Menit berikutnya, mereka sibuk mencari. Memindah-mindah beberapa barang dan beberapa kali terbatuk karena debu yang beterbangan.
“Apa Anda tidak tahu di sebelah mana biasanya istri Anda menyimpannya?” tanya Gavin seraya menutup hidung dengan punggung tangan.
“Saya hanya pernah membantu satu kali untuk memindahkan kardusnya. Dan itu sudah beberapa tahun yang lalu sementara ingatan saya sangat buruk.”
“Hmm, sepertinya aku menemukan sesuatu,” gumam Simon membuat Almer dan Gavin bergegas menghampirinya. “Pasti ini buku hariannya. Ada bulan dan tahun di tiap sampul buku.” Simon mengambil salah satu buku lalu menepuk-nepuk sampulnya untuk menyingkirkan debu.
“Ya. Memang itu buku harian istriku!” seru Almer, turut merasa girang.
“Wah, banyak sekali.” Gavin meringis. “Padahal yang hendak kita selidiki kira-kira dari tahun sebelum 2034 sampai setelah 2037.”
“Sepertinya kita tidak akan selesai membacanya satu hari ini.” Simon turut meringis.
“Kalian boleh membawanya kalau mau.”
Simon dan Gavin sama-sama menoleh ke arah Almer.
“Anda tidak keberatan?” tanya Simon. “Bagaimana kalau kami tidak bisa mengembalikannya?”
Almer menghela napas. “Awalnya saya memang ragu apa Mr. Hibrizi berkata yang sebenarnya. Mungkin saja Anda orang jahat yang berkata bekerja pada pemerintah. Namun naluri saya percaya pada Mr. Hibrizi. Karena itu saya pikir istri saya juga akan sangat senang dan bangga jika buku hariannya bisa berguna. Yah, itu juga jika kalian bersedia berjanji tidak akan membeberkan rahasia atau aib yang ditulis istri saya.”
“Tentu saja tidak!” seru Simon dengan perasaan senang. “Dan terima kasih sudah memercayai kami.”
“Akan kami usahakan untuk mengembalikannya,” janji Gavin. “Sedikit bocoran, bantuan Anda ini kemungkinan besar bisa mencegah kehancuran negeri ini, bahkan negara-negara lain juga.”
Almer mengangguk dengan senyum bangga.
***
“Kakekmu sudah tahu bahwa Ezio menjalin hubungan dengan Nesha dan berniat menculik wanita itu.”
Seketika tubuh Ozzie menegang mendengar ucapan Ben. Tangannya memegang gelas lebih erat seolah akan menghancurkannya.
“Kira-kira apa yang direncanakan Kakek?” tanya Ozzie dengan nada geram. Kini mereka tengah berada di salah satu ruang VIP sebuah club langganan mereka. Jadi mereka bisa leluasa berbincang tanpa khawatir ada yang mencuri dengar karena keamanannya memang terjamin.
“Yang kudengar, Mr. Ruphert hendak menjebak Ezio agar terang-terangan menunjukkan pengkhianatan terhadap kelompok. Tentu dia tidak akan tinggal diam mengetahui Nesha berada di tangan kakeknya.”
“Sial!” umpat Ozzie. “Ezio tidak akan mau pergi. Dia sudah mengatakannya dengan tegas.”
“Jadi apa rencanamu?”
Ozzie memejamkan mata sejenak. “Tidak ada pilihan lain. Aku harus menemui Nesha dan memperingatkannya. Dia harus melindungi dirinya sendiri agar tidak masuk dalam perangkap kakek. Dengan begitu, Ezio juga tidak harus membuat dirinya tampak seperti pengkhianat.”
Ben mengangguk setuju.
***
Nesha cukup bersemangat malam ini. Selain rapat yang berjalan lancar, Simon dan Gavin pulang dengan membawa berita gembira. Satu-satunya orang yang kemungkinan bisa memberikan petunjuk untuk penyelidikan mengenai Senator Adlan Leighton benar-benar memiliki buku harian seperti dugaan Simon. Dia sungguh tidak sabar untuk menyelidiki buku-buku itu namun malam sudah larut ketika Simon dan Gavin tiba di rumah karena rumah wanita itu memang cukup jauh dari kediaman mereka.
Akhirnya tidak ada yang bisa Nesha lakukan selain menahan diri dan membiarkan buku-buku itu disimpan di rumah peristirahatan Johny.
Tiba di rumah, Nesha langsung memuaskan diri dengan berendam di bathtub. Dia mengerang saat rasa nyaman melingkupi dirinya. Rasanya sudah bertahun-tahun dia tidak mendapat kenyamanan semacam ini. Mungkin karena beberapa hari terakhir cukup melelahkan.
Puas memanjakan diri, Nesha keluar kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya itu hanya berbalut selembar handuk. Dia hendak mengambil baju tidur di lemari saat sesuatu di atas meja nakas menarik perhatiannya. Segera Nesha menuju nakas untuk melihat benda itu.
Setangkai mawar merah darah di atas sepucuk surat.
Nesha terbelalak. Dia tidak segera mengambil surat itu dan memilih memeriksa jendelanya. Tertutup rapat namun tidak terkunci. Padahal Nesha yakin telah mengunci jendela sebelum pergi tadi pagi. Buru-buru dia membuka jendela lalu melongok keluar. Namun tidak ada apapun di sana selain kegelapan dan angin dingin yang menerpanya.
Apa mungkin dari Agam?
Pikiran itu membuat Nesha segera menutup jendela dan bergegas meraih suratnya. Ya, mungkin saja memang Agam. Bukannya musuh yang mengetahui kediamannya seperti dugaan Nesha saat pertama kali melihat surat itu.
Nesha,
Temui aku tengah malam ini di hutan pinus batas kota. Sendirian. Aku punya informasi mengenai kelompok New World. Aku akan tahu jika kau membawa orang lain.
Kutunggu!
Nb. : Mawar itu untuk mengganti mawar yang kucuri darimu saat masih di Indonesia.
DEG.
Mendadak jantung Nesha bergemuruh. Tanpa pikir panjang dia tahu siapa pengirim surat itu. Mungkin ini jebakan. Tapi Nesha yakin kejadian saat mawar merahnya dicuri hanya diketahui dirinya dan si pencuri yang dugaan Nesha adalah orang yang sama dengan yang di bandara. Bahkan setelah insiden meledaknya pesawat tiga tahun lalu, Nesha sama sekali tidak menceritakan kejadian konyol di taman itu pada siapapun.
Jadi, apakah Senator Adlan Leighton yang mengirim surat? Tapi bukankah itu sangat mencurigakan? Mengapa dia mendadak hendak membuka kedoknya sendiri? Atau bisa jadi ini hanya jebakan.
Nesha mondar-mandir di kamar itu dengan hati gelisah. Tapi akhirnya dia putuskan untuk mengikuti permainan sang senator. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya direncanakan Senator Adlan Leighton. Dan kalau beruntung, Nesha mungkin bisa merekam pembicaraan mereka.
***
Ozzie menahan napas saat melihat Nesha melongok keluar dari jendela kamarnya hanya dengan berbalut selembar handuk. Bahkan meski tempatnya di balik tumbuhan pagar cukup gelap, dia masih bisa melihat belahan d**a Nesha yang membuatnya langsung tegang.
Wanita itu benar-benar…
Rasanya Ozzie ingin memanjat naik lagi ke kamar Nesha. Lalu memeluk dan mencium wanita itu untuk melampiaskan kerinduan yang serasa menghimpit dadanya.
Ya, kini Ozzie akui. Cinta pada pandangan pertamanya telah berkembang semakin jauh hingga menyesakkan dadanya. Tapi sayang, sampai kapanpun perasaan ini tak akan pernah berbalas karena wanita yang dia cintai adalah kekasih adiknya.
Ozzie tersenyum miris menyadari ironi yang melandanya. Mau tidak mau dirinya harus menekan perasaan ini. Dia tidak boleh menjadi penghalang bagi kebahagiaan Ezio. Adiknya itu sudah cukup sering menderita.
Menghela napas sedih, Ozzie yang tengah duduk di tanah membiarkan dirinya semakin tenggelam dalam kerimbunan dedaunan.
Sekali ini saja, janji Ozzie pada dirinya sendiri.
Sekali ini saja dia akan bersikap egois dan membiarkan rasa cintanya pada Nesha meluap. Senyumnya merekah saat matanya mengarah lurus pada jendela kamar Nesha yang sudah tertutup kembali. Bayang-bayang akan masa depan bersama wanita itu yang mustahil terjadi memenuhi benaknya.
Ah, sepertinya dirinya akan jadi gila.
---------------------
♥ Aya Emily ♥