hari terburuk

1259 Kata
Kamu tahu apa yang lebih menyeramkan dari malaikat pencabut nyawa? Calvin william sandress. Sungguh pria itu begitu sangat menyeramkan di mata Oca. Sorot mata yang tajam bahkan mampu menembus ke dalam relung hatinya membuatnya langsung bergidik ngeri setiap kali mata keduanya saling beradu. Seperti saat ini Oca sedang mencoba gaun pernikahannya. Sudah dua hari selepas liburan di Bali, kini ia disibukkan dengan persiapan pernikahan. Padahal gadis itu sangat tidak berminat. Calvin masih memandangi Oca yang tengah memakai gaun di bantu oleh pelayan butik. "Cantik." Calvin terkejut, sontak saja dia menoleh pada suara merdu itu. "Yura!" pekik Calvin. Yura sendiri hanya tersenyum sekilas ke arah Calvin lalu kembali fokus memperhatikan Oca. "Aku pikir kamu gak ada dibutik?" ujar Calvin, pria itu mengikuti arah pandang Yura. "Karena ada client penting jadi aku sengaja stand by di butik dan mengosongkan semua jadwalku," jawab Yura dengan senyuman yang selalu membuat hati Calvin terasa damai. "Oh, makasih." "Calon istri kamu cantik banget, muda lagi." Calvin tak begitu menggubrisnya. "Aku laper ayo makan siang," ucap Calvin yang langsung menyeret lengan Yura. "Calvin," panggil Yura sambil menahan lengannya membuat Calvin menoleh ke belakang. "Apa?" "Calon istri kamu diajak sekalian aja," ujar Yura sambil menunjuk Oca, tapi Calvin hanya mengembuskan napasnya dengan kasar dan kembali menatap ke depan. "Dia belom selesai, jadi kita berdua saja." Yura pun hanya menurut, ia tau perubahan sikap Calvin. Dia tidak mungkin membantahnya. Oca hanya mencibir kepergian keduanya, semenjak tadi ia melihat interaksi mereka. Sungguh memuakkan bukan? Oca mengambil ponsel lalu mengambil foto dirinya dengan ponsel. Send to Alfaro Cakep gak?  Setelah mengirim pesan pada Alfaro, Oca mengunggahnya ke i********:. Dia sibuk membalas komentar teman-temannya sambil sesekali cekikikan sendiri karena membaca komenan teman-temannya yang begitu absurd. Hingga satu pesan masuk mengalihkan fokus Oca.  Alfaro Always, kamu dimana?  Laper gak? Oca Di butik Ayura, Laper bingit. Tapi kayanya kelarnya masih lama deh. Alfaro Mau apa? Kebetulan gue di deket situ. Oca  Ayam gledek super pedas  Alfaro Siap boskuh  Oca tersipu membaca pesan terakhir Alfaro, semenjak kejadian di Bali itu. Keduanya semakin dekat, tapi tanpa ada kejelasan status. Oca masih senyum-senyum sendiri tanpa dia sadari ada seseorang yang tengah menatapnya dengan dingin. *** Calvin berjalan dengan kesal, ia merutuki tindakan bodohnya. Tak seharusnya ia menuruti Yura untuk memanggil bocah kecil itu ikut makan siang. Lihat saja, dia sudah kenyang senyum-senyum dengan ponselnya seperti gadis gila. Sepanjang perjalanan dia mencaci Oca dalam hatinya.  Yura menaikkan sebelah alisnya saat mendapati Calvin datang seorang diri dengan raut muka masam. "Oca mana?" tanya Yura.  Calvin tak menggubris, ia langsung duduk meminum es jeruknya sampai tandas. Hatinya benar-benar terbakar entah karena apa? Yang pasti karena Oca membuatnya kesal. "Kamu gak jadi ajak dia?" tanya Yura lagi, saat tak mendapati respon apapun dari Calvin. "Bisa gak Gak usah sebut ataupun bahas dia? gue laper!" sarkas Calvin dengan emosi yang meluap.  "Maaf." Yura pun tertunduk, genangan itu mulai memenuhi pelupuk matanya.  "Maaf, bukan maksud aku bicara kasar, aku hanya merasa lelah dan lapar." Calvin menggenggam tangan Yura dan mengusap-ngusapnya. Hingga wanita itu mengangkat kepala menyeka sudut mata dengan sebelah tangannya. "Gak apa-apa kok, aku juga salah. Gak seharusnya maksain kamu," ujar Yura. "Ayo makan, pipi kamu tirusan kamu makan yang banyak." Calvin mengambil potongan paha ayam goreng meletakkannya ke piring Yura, wanita itu tersenyum manis lalu keduanya pun makan.  ————— Setelah makan siang bersama, keduanya kembali ke butik. Dari arah luar terdengar samar-samar suara orang tertawa. Keduanya langsung masuk ke ruangan, mata Calvin langsung membulat. Netranya menangkap Oca dengan sosok lain, seorang cowok yang hanya terlihat bagian punggungnya. "Syukur deh kamu udah makan," ucap Yura saat melihat Oca yang sudah selesai makan. "Iya kak, untung ada Alfaro yang bawain makan. Kalo gak aku bakal mati kelaparan." Oca melirik sinis ke arah Calvin. "Alfaro?" beo Calvin. Oca hanya mengangguk, dan Alfaro sontak berbalik. "Kakak!" Keduanya sama-sama terkejut, membuat Oca bingung dengan keterkejutan mereka. "Kakak? Kamu kenal?" tanya Oca. "Ngapain lo disini?!" bentak Calvin, tapi tak membuat Alfaro gentar sedikit pun. "Oh jadi bener dugaan aku, kalo calon suami Oca adalah kakak." Alfaro tersenyum sinis. "Kakak? Ini maksudnya apa, si?" tanya Oca yang masih tak mengerti dengan situasi ini. "Apa kamu gak tahu? Kalau mereka ini kakak adik," sahut Yura. Mata Oca membulat sempurna, gadis itu menatap Alfaro mencari jawaban dari cowok itu. "Sorry Ca, gue gak tau kalo ternyata si b******n itu!! calon suami lo." Alfaro menunjuk Calvin dengan tatapan tak suka. "Ayo pulang." Tanpa mempedulikan Alfaro, Calvin langsung menarik lengan Oca. Bahkan dia mengabaikan panggilan Yura. "Lepas!" Oca terus memberontak, cengkraman tangan Calvin membuatnya meringis kesakitan. "Lepas! b*****t!!" Alfaro langsung menghempas tangan Calvin, sehingga membuat cengkraman pria itu terlepas. Oca memegangi tangannya yang memerah. "Pasti sakit?" Alfaro memegangi tangan Oca, gadis itu menggeleng. Bugh Alfaro tersungkur akibat hantaman tangan Calvin tepat mengenai rahangnya. "Alfaro!" jerit Oca, membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia memandang Calvin yang sudah kesetanan. "Mau lo apa, si?!" teriak Oca dihadapan Calvin. Pria itu tidak menjawab, dia langsung menyeret Oca menuju mobil. Mengabaikan jeritan gadis itu. —————— Malam ini ada acara makan malam keluarga, namun Oca masih bergelung dengan selimutnya. "Oca!" teriak mamanya dari balik pintu, yang langsung menerobos masuk ke kamar. "Oca bangun, jam berapa ini?!" teriak mamanya lagi, menarik selimut yang melilit Oca. "Eeeeuhhhhhm, Mah ... Oca ngantuk kepala Oca juga pusing." Gadis itu menutup kepalanya dengan bantal.  "Keluarga Calvin sudah datang, dan kamu gak mau kan Papa berubah jadi beruang ganas." Mamanya langsung menarik lengan Oca hingga gadis itu terduduk dengan mata masih terpejam. "Mah, aku masih kesel sama Calvin," keluh Oca dengan bersungut-sungut. "Mandi Oca." Bukannya mendengarkan mamanya langsung menarik lengannya dan mendorong tubuh Oca menuju kamar mandi. "Ma!" Oca menahan tubuhnya dan berbalik di depan kamar mandi. "Apa lagi si, Ca?" tanya mamanya saat melihat wajah Oca yang berubah serius. "Apa Papa yakin bakal nikahin aku sama orang seperti ini?" Oca menunjukkan lengannya. Mata mamanya seketika membulat lebar. "Yaampun Ca, pasti sakit? Apa ini ulah calvin?" Oca mengangguk. " Maaahhhhhh!!" teriakan papanya dari arah tangga. "Kamu mandi beres-beres, nanti kita obrolin ini sama Papa ya," bujuk mamanya dan mau tidak mau Oca mengangguk. ————— Semua orang sudah bersiap di meja makan, semua formasi lengkap. Alfaro pun datang, begitupun kakaknya Oca. Hanya tinggal Oca yang belom turun ke bawah. "Oca kenapa lama?" bisik papanya pada istrinya. "Bentar lagi juga turun," jawab mama Oca. Obrolan pun kembali berlangsung, obrolan ini hanya didominasi oleh para orangtua yang sibuk membicarakan perihal pernikahan.  Hingga suara derap langkah terdengar menuruni tangga, sontak saja semua mata tertuju pada sosok yang tengah menuruni tangga. "Oca," beo Alfaro, bahkan mulutnya sampe manganga. Cantik. Calvin sadar, woy! sadar bukan saatnya terpesona. Tapi dia sungguh cantik. "Gak nyangka Oca udah gede ya, Pah," celetuk kakak Oca. "Iya gak nyangka Oca terlihat dewasa loh Jeng." Puji mama Calvin yang disambut senyuman mama Oca. "Bisa aja Jeng, cocok kan sama Calvin yang ganteng. iya, kan nak Calvin?" Tapi yang ditanya tidak merespon. Membuat semua orang menoleh bahkan sampe mamanya menyenggol lengannya pun tak membuat pria itu merespon. "Biasa aja kali terpesonanya," cibir Alfaro tapi Calvin masih tak bergeming. "Lo kenapa?" Hingga suara merdu itu menyapa indra pendengarannya, membuat dia gelagapan saat melihat Oca yang akan duduk dihadapannya. "Tuh kan Calvin aja ampe bengong, karena terpesona sama kecantikan Oca," ledek papa Calvin membuat pria itu makin mati kutu. Tapi Oca tak begitu perduli, matanya malah tertuju pada Alfaro. Cowok itu tengah tersenyum padanya, bahkan tanpa sungkan Oca membalas senyumannya itu dan tanpa dia sadari ada mata yang tengah menatap memperhatikan. Kita liat seberapa mampu lo bertahan Aeera ocean wiguna.  Suka ceritanya vote jangan datang tanpa salam pulang tanpa permisi. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN