Sakral

979 Kata
Tiba di hari H, hari yang di tunggu banyak orang terutama orangtuanya tapi tidak dengan Oca.   Acara sakral itu berjalan dengan khitmad, namun terasa seperti sakaratul untuk Oca. Rasanya melebihi bertemu dengan jin alaska. Oca mendesah pelan, menyerah dengan takdir.   Dihari spesialnya Oca, tampil dengan maksimal mengenakan dress putih dengan rambut tergerai bahkan dia mengumbar senyumnya sejak tadi. Jika bukan karena papa ogah gue tampil kaya badut gini, muka gue gatel.     "Kalian sekarang sudah sah jadi suami istri," ujar sang mama sembari memeluk Oca lalu bergantian memeluk Calvin.   Pria itu tampan mengenakan jaz hitam, tapi tetap saja di mata Oca, Calvin hanyalah manusia kaku seperti kanebo kering. "Pa," cicit Oca saat papanya yang kini ada dihadapannya. "Jadi istri yang baik, semoga kamu bahagia ya nak." Sedih rasanya saat mendengar papanya berujar seperti itu, walaupun terlihat tegar tapi Oca tahu hati papanya ambyar. "Oca masih tetap putri kecil Papa, kan?" tanya Oca, memeluk papanya dengan sangat erat. "Iya." "Papa akan tetap menerima Oca, kan? kapanpun oca datang, apapun keadaanya?" Papanya mengangguk, dan melepas pelukannya. "Jangan jadi cengeng, Papa gak pernah ajarin kamu jadi cengeng." Papanya menyeka air mata yang mengalir di pipi Oca, membuat gadis itu tersenyum haru. "Jaga putri Papa, jika kamu sudah tidak menginginkannya lagi tolong kembalikan dia dalam keadaan baik." Wejangan papa untuk Calvin, pria itu mengangguk. Setelahnya mereka berpelukan.   Acara pernikahan Oca dirayakan secara privat, hanya dihadiri oleh keluarga mereka dan undangan  khusus.   Setidaknya itu cukup menguntungkan bagi Oca, dia tidak perlu mengundang siapapun kecuali ketiga sahabatnya. "Ca! kak Calvin ganteng, ya?" tanya Alfi, Oca menatap Calvin yang sedang menemui para koleganya dan tamu undangan lainnya. "Ganteng dari hongkong." Oca cemberut, menatap kearah lain dengan bertopang dagu. Coba gue nikahnya sama Alfaro, mungkin gue gak akan semenyesal ini. "Ca, lo udah siapin gaya buat ntar malem?" tanya Alfi, tapi tak ada respon dari gadis itu. "Ca!" Alfi menyenggol lengan Oca, membuatnya hampir jatuh. "Apaan si, Fi?" Oca menatap sebal Alfi, gadis itu malah tertawa. "Lo pasti lagi ngelamunin malam pertama, ya?" goda Alfi. "Otak diruqyah, biar gak jorok." Oca menoyor kepala Alfi. "Iya-iya ntar gue order go clean, jadi lo gak perlu noyor kepala gue," gerutu Alfi, sambil membenarkan tatanan rambutnya. "Go clean?" Oca menaikkan sebelah alisnya, menatap Alfi setengah bingung. "Kata lo otak gue jorok?" "Oh, ya." Oca manggut-manggut. "Kalo gitu sekalian aja lo order go-auto, buat servis otak lo yang sengkleh itu." "Sial!!" umpat Alfi, sedangkan Oca tertawa. Saat ia sedang tertawa tanpa sadar matanya beradu dengan mata Calvin. Pria itu tengah menatapnya, cepat-cepat Oca membuang muka. Entahlah terlalu aneh saja saat Calvin menatapnya seintens itu. ––––––   Acara sudah usai, dan kini Oca sedang mengurung diri di kamar mandi.   Merutuki tindakan bodohnya karena  menuruti permintaan konyol Alfi. Untuk memakai hadiah darinya. "Lo puas!!" teriak Oca dengan wajah kesalnya. "Tuh kan pas, gue udah yakin banget kalo baju itu pas di pake lo," ujar Alfi dari sambungan video call, gadis itu terkekeh geli. "Baju? Lo bilang ini baju?!" sarkas Oca. "Ini lingerie bego!" Oca benar-benar kesal. "Ya pas kan, timing yang tepat." Oca mendengkus, jika saja Alfi ada dihadapannya sudah pasti dia tenggelamkan bocah bogel itu ke dalam kloset. "Lo udah pikirin mau pake gaya apa?" tanya Alfi. " Gaya? Maksud lo!!" Oca menaikkan sebelah alisnya. "Ah lo polos bed dah, itu loh kuda-kudaan." Oca membelalakkan mata, siap melahap ponsel didepannya. Sedangkan Alfi sudah bergidik ngeri. Hal paling menakutkan adalah kemurkaan seoarang Oca.   Oca sudah menggeram, bola matanya hampir keluar. Bahkan terdengar dari seberang sana, Alfi tengah mengumpat merutuki mulutnya yang lemes. Di saat seperti itu tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka.   Sontak saja Oca menoleh, dengan mata semakin membulat lebar. Calvin sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan terkejut. "Kayanya bakal ada adegan 21+, gue gak mau mata gue ternodai. Jadi ... bye Oca jangan lupa gol—in biar langsung jebol tuh gawang." Setelah tawa membahana Alfi terdengar sambungan video call itu diputus secara sepihak oleh Alfi. Gue umpanin lo ke mulut biawak Alfi!! ——————    Calvin duduk di sofa, dia masih tidak habis pikir dengan gadis itu. Pria itu meraup wajahnya dengan kasar. Saat adik kecilnya belum juga mau tidur. Melihat siluet bocah itu, membuat adik kecilnya turn on.    "Gak! gue gak akan ngelakuin itu." Calvin menepuk-nepuk pipinya, menepis pikiran jorok. "Calm down Calvin." Calvin menghirup napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlaha. Ia merebahkan diri pada sandaran sofa, membuka kancing bajunya, gara-gara kejadian tadi membuatnya gerah. Tangannya di angkat memegang kepalanya sambil berpikir apa yang harus ia lakukan setelah ini saat gadis bodoh itu keluar.    Dan saat bersamaan pintu kamar mandi terbuka, Oca keluar dengan piyama doraemonnya. Ia berjalan menuju tepi ranjang. "Ekhem!" Oca berdehem, benar-benar terasa canggung saat berada dalam kamar berdua dengan Calvin, terlebih setelah kejadian memalukan barusan. " Lo gak mandi?" tanya Oca, membuka suara di tengah keheningan. "Hm." Jawaban macam apa itu? bahasa planet pluto?   Oca mendengkus, lalu berjalan menuju lemari. Mengambil handuk baru untuk di serahkan pada Calvin. Ia berjalan kearah pria itu, terlihat ogah-ogahan. "Niiih, lo pasti gak bawa, kan?" Oca menyodorkan handuk itu, wajahnya menatap ke arah lain.   Calvin tak kunjung mengambilnya, membuat Oca mulai geram. "Ambil!" Dia meninggikan suaranya menatap sebal Calvin yang tengah menatapnya datar. Dan tanpa bersuara, Calvin mengambil handuk itu dengan cara menariknya secara kasar membuat Oca yang terkejut ikut terhuyung ke depan dan menabrak d**a bidang Calvin.   Oca terjatuh di atas d**a Calvin, terasa nyaman, hangat bahkan tanpa sadar dia mengusap roti sobek itu. Woy Oca, sadar!! Jantungnya serasa lari maraton. Ia mendongak menatap wajah Calvin, mata keduanya bertemu. Pria itu  tak kalah terkejut bahkan dia masih terlihat syok. Hingga pintu kamarnya terbuka, keduanya menoleh bersamaan dengan gerakan slow motion. "Ahh ... maaf-maaf mama kira Oca belum tidur, yaudah lanjutin lagi, fighting Ca." Mamanya mengerlingkan sebelah mata, sedangkan Oca menatap nanar pintu yang kemudian tertutup kembalu. Tolong tenggelamkan gue dipalung mariana, kalo jauh dikalijodo aja yang deket. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN