Hal paling menyebalkan dalam hidup ini adalah kegagalan, seperti yang dialami Oca saat ini. Ketika rencananya tak sesuai ekspetasi malah berakhir miris.
Oca menyipitkan matanya, sedikit terkejut saat mengedarkan pandangan pada ruangan serba putih. Ditambah suara dokter yang menyuruh suster memanggil orangtuanya.
"Sus panggil keluarga pasien ke sini," ujar dokter itu, yang langsung dilaksanakan.
Mati gue! Oca merutuki kesialannya, bukan ini, bukan seperti ini rencana awalnya. Ia berniat kabur dari rumah bahkan dia sudah menyiapkan surat di meja nakas dan tas ransel yang di sembunyikan di kolong tempat tidurnya. Namun dia tidak mungkin kabur tanpa mandi dulu, setidaknya ia harus gosok gigi dan cuci muka.
Namanya sial tidak ada yang tahu, saat Oca hendak berkumur ia justru terpeleset dan terpelanting ke belakang. Kepalanya membentur bathub membuatnya tak sadarkan diri.
Suara derap langkah itu membuyarkan lamunan Oca. Gimana ni. Oca masih memejamkan mata, ia terus berpikir mencari alibi saat nanti terbangun.
"Bagaimana dok?" tanya papa Oca, saat masuk ke dalam.
Hati Oca sudah dag dig dug derrr. Berasa mau loncat hanya karena mendengar suara bariton papanya. Ia terus berpikir keras. Berharap dokter tak bicara yang aneh-aneh. Lagipula kedua orangtuanya ngapain juga bawa dia ke rumah sakit masuk IGD lagi.
"Putri bapak baik-baik saja, hanya lupa berkumur." Oca menelan salivanya, dokter kampreet! gerutunya dalam hati saat dokter itu memberi tahu papa Oca, sontak saja semua orang terdiam.
"Berkumur?" beo mama yang berada disampingnya. Akhirnya terbesit ide, Oca menahan senyumnya.
Adegan dimulai action!!
"Euuuuhhhhhhh ...." Oca menggeliat lalu menyipitkan pandangannya, menatap sekeliling dan berhenti. Dia menatap mamanya.
"Oca sayang, ada yang sakit? Mana yang sakit?" tanya mamanya dengan panik. Sedangkan Oca bisa melihat dari sudut matanya papa tengah menatapnya dengan wajah killernya, dan mata yang melotot siap memakannya hidup-hidup.
"Oca?"
"Siapa?"
"Ini dimana?" tanya Oca sambil jelalatan melihat seisi ruangan. Hingga tatapannya beradu dengan mata dokter muda itu, yang sedang menahan senyum. Pliss kali ini bantuin gue. Plis pliss!
"Ocaaaa!!" Papanya menggeram menahan emosi, dia memangil Oca dengan suara yang begitu menakutkan. Seakan tau taktik gadis itu dengan alibi murahannya.
"Pak tenang ... mungkin ini efek dari benturan dikepala, nanti akan pulih dengan sendirinya," ucap dokter tampan itu, membuat papa Oca terdiam.
Oca mengembuskan napas, merasa lega namun tatapannya masih tak lepas dari dokter itu yang tengah tersenyum miring kearahnya. Dengan cepat Oca memalingkan wajah, menatap lekat mamanya yang masih setia mengelus kepalanya. Maaf ma.
––––––———
Sepanjang perjalanan, tak ada satupun yang membuka suara semuanya hening, membuat Oca merasa bersalah. Ia menyenderkan kepala pada kaca, menatap gedung-gedung pencakar langit.
Dan saat melewati sebuah kampus matanya menangkap sosok yang membuatnya gundah. Alfaro? Oca mengepalkan tangannya saat melihat Alfaro dengan seorang gadis cantik. Kesal tentu saja, harusnya ia yang ada diposisi itu. Oca membanting punggungnya bersandar pada jok mobil.
"Are you okay?" tanya Angkasa yang sedari tadi memperhatikan. Oca mengangguk, ia masih memainkan perannya sebagai orang amnesia.
Kini mobil itu mulai memasuki gerbang rumahnya.
"Siang Pak," sapa satpam yang membukakan gerbang. Papa hanya mengangguk.
"Di dalam ada Tuan Sandres dan keluarganya," ujar satpam itu, Oca memutar bola matanya malas. Kenapa juga semuanya jadi tak terkendali seperti ini. Rencananya gagal total.
"Sudah lama Pak Sandress?" tanya papa Oca saat mereka menghampiri keluarga Sandress di ruang tamu.
"Baru saja, kok Pak Wiguna," jawab pak Sandress.
"Oca gimana?" tanya nyonya Sandra, saat matanya melihat sosok gadis yang berada dibalik punggung kakaknya.
"Dia baik-baik saja, hanya sedikit terganggu ingatannya akibat benturan dikepala," jawab mamanya.
Mata Oca memicing menatap sosok yang menatapnya dengan tajam. Calvin! Tangan oca meremas ujung piyamanya. Tenang Oca, cukup terus kamu mainkan drama ini semua akan kembali sesuai rencana.
"Oca kamu gak sapa calon suamimu?" tanya pak Sandres.
"Calon suami?" beonya dengan wajah terkejut dan itu membuat keluarga Sandress bingung dengan respon Oca.
"Gak gak mungkin!" Oca mengeleng-gelengkan kepalanya, setelah itu tak sadarkan diri. Semua orang panik, namun dengan segera Angkasa mengangkat tubuh adiknya dibawa ke kamar.
"Ini ada apa, Pak Wiguna?" tanya pak Sandress tak mengerti.
"Saya jelaskan diluar." Lalu papa Oca membawa mereka semua keluar meninggalkan Oca sendiri.
"Yesss!" teriak Oca, yang langsung membekap mulutnya setelah semua orang itu pergi, ia sudah di posisi duduk. "Gue bilang juga apa, semua akan sesuai dengan alurnya." Oca langsung berdiri dan berjingkrak-jingkrak di kasur. Hingga pintu kamarnya terbuka.
Ceklek
Oca berhenti bergerak dalam posisi masih berdiri ia menoleh ke arah pintu menatap horor pada sosok yang berdiri diambang pintu dengan tangan dilipat di depan d**a. Mampus!!
"Tapi sayangnya semua itu sudah berakhir," ucap pria itu dengan seringai menyebalkan. Calvin!!
Oca menggeram hingga sosok lain muncul dari balik punggung Calvin. Mata Oca seketika melotot hampir loncat. Tatapan tajam itu membuatnya bergidik ngeri. Mati Gue!!
"Ocaaaaa!!" Suara bariton yang sangat menakutkan, bahkan suara Genduruwo saja kalah.
"Ampun Pa!!" teriak Oca, yang langsung melesat berlari ke kamar mandi menutup pintu dan menguncinya. Tak peduli seberapa kencang gebrakan di pintu itu. Oca menyandarkan tubuhnya pada pintu memegang d**a, Jantungnya seakan lari maraton. Calvin sialan!!
———————
Semenjak kejadian itu Oca di kurung dikamarnya tak boleh kemanapun. Bahkan papanya tak membiarkannya ikut makan bersama, Sungguh kejam!
Oca menyalakan laptopnya, membuka media sosial, matanya membulat antusias saat melihat pengumuman meet and great penulis novel favoritnya. Kemudian wajah itu ditekuk kembali saat teringat bahwa ia tak akan boleh pergi kemana-mana.
"Haiiiissshhh!!"
Sejenak ia bersandar sambil memejamkan mata, meratapi nasibnya. Besok adalah hari H, namun ia belom siap memasuki gerbang neraka itu.
"Mama, tolong Oca," gumamnya.
"Coba aja Mama masih ada di sini, Papa tak akan sediktator itu Mah."
Thing, suara notifikasi diponselnya, Oca membuka pesan dari Alfi.
Alfi boah
'Lo yakin gak mau dateng? hari ini dia bakal buka topengnya.'
Oca menutup kembali roomchatnya tanpa membalas, ia membanting ponselnya di ranjang. Kapan lagi Ca, kesempatan lo buat liat wajahnya. Oca bangkit dengan senyum terukir.
"Demi Bastian Nicolass, gue rela hadapi anjing buldog sekalipun." Oca mengambil ponsel dan tas selempngnya. Ia keluar kamar dengan mengendap-endap.
Di ujung tangga ia menengok ke bawah, membuang napas dengan kasar saat melihat ayahnya yang berada di bawah. Dengan hati-hati ia mulai menuruni tangga. Selangkah lagi. Batin Oca di anak tangga terakhir.
Yess!! Oca mengepalkan tangannya ke atas, senang karena berhasil melewati tangga ia siap melangkah.
"Mau kemana kamu?!"
Langkah Oca terhenti, matanya membulat. Mampus gue!! Oca memejamkan mata, lalu berbalik dan sorot mata tajam itu menyambutnya.
"Mau ke mall Pa, ada yang mau Oca beli buat persiapan besok." Meski gugup setidaknya Oca berhasil mengarang alibi.
"Bukankah semuanya sudah disiapkan?" Papa Oca menatapnya dengan penuh selidik, Oca mengusap tengkuknya.
"Emss ... anu Pa. Ya, Papa mana tahu ... Ini tuh penting Pa, secara kita kan pasangan muda jadi aku mau beli sesuatu buat Calvin." Oca memaksakan tersenyum, meski hatinya berontak ucapan macam apa itu? membelikan sesuatu untuk Calvin? Cuiiih! mimpi saja.
"Baik, tunggu sini biar Calvin yang antar kamu." Oca hendak protes namun melihat ekspresi papanya, membuat dia mengurungkan niatnya.
Benar saja, tak lama kemudian Calvin datang dan keduanya pun pergi. Mereka saling ddiam saat di dalam mobil, hanya ada suara radio yang sengaja Calvin nyalakan. Oca memutar bola mata malas saat alunan musik melow itu membahana di mobil.
Oca tak tahan lagi, ia benci mendengar lagu seperti itu dan dengan lancang dia menggantinya. Kini suara musik metal yang membahana di dalam mobil.
"Ini baru keren!" seru Oca, yang kemudian bergerak mengikut alunan musik keras itu. Calvin menatap sebal Oca, sorot matanya seakan siap membunuh gadis itu. Ia menutupi sebelah telinganya.
"Musik macam apa ini?" gerutunya namun Oca mengacuhkannya saat mendengar keluhan Calvin, ia masih asik berjoget di dalam mobil.
Calvin sudah tak tahan lagi dia langsung mematikan radionya, membuat Oca menatapnya dengan nyalang. "Kok dimatiin, si?!" bentaknya.
"Lo mau bikin gue budeg!!" sarkas Calvin, dengan sorot mata yang tak kalah menakutkan.
"Lebay," cibir Oca lalu memalingkan wajah menatap keluar jendela, ia sengaja membuka jendelanya dan mengulurkan tangannya keluar.
Mobil mereka akhirnya memasuki lobi mall, Oca segera keluar dan berlari ke mall dia tak memperdulikan Calvin yang masih di dalam mobil. Oca berlari menuju ke kerumunan orang.
"Misi," kata Oca yang menerobos membelah kerumunan, membuat orang-orang menggerutu kesal.
" Lama lo," ucap Alfi saat akhirnya Oca sudah ada di barisan depan. Dari jauh ia sudah melihat Alfi yang berada di depan, makanya ia sengaja menerobos ke depan.
"Gue ke sini butuh perjuangan keles," jawab Oca dengan napas yang memburu.
"Baik sekarang kita bakal ke sesi terbaik, yakni satu orang yang beruntung akan masuk ke dalam box mistery dan membuka topeng Bastian Nicolas". Ucap pembawa acara membuat semua orang berteriak histeris.
"Pasti gue yang kepilih!" seru Alfi.
"Gak akan! Sudah pasti gue," kata Oca, menatap Bastian yang duduk di depan dengan topeng caspernya.
"Silakang Bastian ambil satu nama yang ada di dalam." Bastian pun mengambil undian itu, beruntungnya Oca sudah mendaftar secara online sehingga namanya sudah pasti ada disana.
"Aeeera oceaan wiguna." Mata Oca seketika membulat, ia tak menyangka saat host mengucapkan namanya.
"Beruntung banget lo." Alfi menepuk bahu Oca, membuatnya tersadar.
"Itu beneran gue?"
"Ya iyalah, udah sono cepetan." Alfi mendorong tubuh Oca, dengan wajah berseri gadis itu maju. Dia naik keatas panggung. Bastian langsung mengulurkan tangannya.
"Selamat," ucapnya dengan antusias Oca menjabat tangan pria itu dengan malu-malu dia mengangguk.
"Ayo kalian masuk ke dalem box." Intruksi host, dan Bastian ini gentle man banget karena dia meraih tangan Oca menuntunnya. membuat semua orang iri dan berteriak histeris.
Baru akan masuk, langkah Oca terhenti saat seseorang mencekal lengannya. Oca menoleh ke belakang. Matanya membulat dan dengan kasarnya orang itu menarik lengan Oca menyeretnya pergi dari atas panggung. Ia hanya bisa menatap nanar Bastian yang tengah menatapnya.
Gatot lagi! Oca meronta namun tangan itu tak melepasnya, ia ingin sekali menendang orang ini ke planet Namex.