Merry duduk gelisah di hadapan laki-laki itu, jemarinya bertautan saling meremas tak beraturan. Ia ingin berbicara, akan tetapi lidahnya seakan kaku. "Ada apa, Merry?" tanya pria itu tak sabar. Wanita itu mendongak, menatap wajah pria di depannya dengan bibir bergetar. "Apa ... apa kau bisa mempertemukan aku dengan Wickley?” lirihnya. Pria itu menaikkan alis mengejek, sudah menduga apa sebenarnya yang diinginkan wanita ini. "Untuk apa lagi?" pria itu bersedekap. "Belum puas menipunya?" sindirnya. Merry menggeleng keras. "Bukan begitu," ucapnya lemah. "Lalu apa?" geram pria itu. "Aku ... aku ... hanya ...." Merry menarik napas panjang, tubuhnya tampak semakin gelisah. "Aku ... hanya ingin minta maaf," cicitnya. Pria itu tertawa mengejek, sementara kepala Merry tertunduk dalam. "Kau c