Amira memekik, dan tertawa saat Kaflin menjatuhkan di atas tempat tidur kemudian menggelitik pinggangnya. “Ampun, Mas!” Saat ia akan kabur, Kaflin meraih tangan Amira. Menggenggamnya dan meletakan di dekat kepala. Lalu Amira kembali melotot saat handuk Kaflin lepas. “Mas!” “Biarkan saja, setelah ini giliran aku melepas pakaianmu.” Bisiknya dan kembali berciuman, tangannya terampil melepaskan lapisan demi lapisan kain di tubuh Amira. Mereka melebur menjadi satu dalam kenikmatan cinta yang nyata. Tangan Amira mendekap erat tubuh suaminya. Ia memejamkan mata seiring dibuat melayang-layang oleh sentuhan, ciuman maupun gerakan intens Kaflin memenuhi dirinya. Bibirnya terbuka, mendesahkan nama sang suami. Menerima yang serupa, berupa pujian darinya. Amira benar-benar merasa begitu dicintai