Pelakor

1055 Kata
"Selamat pagi semuanya!" sapa Laras bersemangat pada rekan kerjanya di bagian HRD. Yanti yang tampak lunglai mendadak bersemangat begitu mendengar suara Laras. Dia buru-buru menghampiri Laras, memeluk sahabatnya itu dengan perasaan lega diikuti beberapa rekan kerja lainnya. "Laras kamu kemana saja? Kami khawatir sama kamu." "Aku lihat live-mu dengan pimpinan perusahaan, aku takut sekali." "Kau baik-baik saja? Pimpinan tak melakukan sesuatu yang buruk kan?" Dan begitu banyak pertanyaan terlontar dari rekan kerja Laras yang sendiri terlihat kewalahan menanggapi semua pertanyaan itu. "Diam kalian!" seru Yanti. Mereka otomatis hening, Yanti dikenal sebagai seorang wanita pendiam dan tak pernah menunjukkan emosi akhirnya membentak. Dia terlihat begitu menakutkan. "Ayo duduk dulu, kau ceritakanlah apa yang terjadi." Laras menganggukan kepala. Beberapa rekan kerja mengikuti, penasaran dengan apa yang terjadi. Laras hanya bercerita soal Live dan Pesta yang terjadi, dia tak sampai mengatakan tentang perjanjian bersyarat antara dirinya dan juga pimpinan mereka atau pun soal kehidupan pribadi. "Ya intinya kami berbaikan dan ya aku diminta untuk tidak dulu bekerja." Mendengar cerita itu, mereka tampak kecewa kemudian bubar masing-masing. "Lalu bagaimana soal Lucy? Bagaimana dengan Sebastian? Apa dia menyakitimu?" tanya Yanti. Jelas dia langsung tahu sahabatnya itu tak benar-benar bercerita jujur sepenuhnya. "Lucy aku rasa dia baik-baik saja hanya berikan dia waktu yang cukup lalu dia akan pulang sendiri. Lalu Sebastian... aku rasa kurang yakin, nanti saja aku akan ceritakan padamu saat kita ke kantin." "Aku mau kita bicarakan ini sekaramg. Sebastian tidak melakukan hal yang buruk?" sela Yanti memaksa. Dia begitu tak puas dengan jawaban dari teman kerjanya itu. "Iya, aku tak apa-apa Yanti. Dia tak menyakitiku." Yanti menatap mata Laras serius, tidak ada tanda bahwa dirinya berbohong. Yanti mengembuskan napas lega sekali lagi. "Oh akhirnya karyawan kesayangan kita datang juga. Gimana liburannya? Bagus tidak?" Laras menoleh ke belakang menemukan Pak Karim memandangnya kesal. "Ah Bos favoritku, bagaimana Pak? Senang tidak saya tidak hadir selama dua bulan? Bapak tidak melanggar aturan, kan saat saya tidak ada?" tanya Laras dengan senyum mengejek. "Huh? Melanggar? Sejak kapan saya melanggar aturan perusahaan? Justru kamu yang saya curigai, kenapa bisa pimpinan perusahaan menaikan gajimu." Pak Karim berjalan mendekar, tatapannya terlihat menusuk. "Apa yang kau lakukan selama dua bulan ini?" tanya Pak Karim. "Hanya membantu pimpinan untuk membuat namanya jadi baik lagi." Laras membalas dengan nada enteng. Tak sedikit pun ada rasa gentar. "Kalau begitu aku memegang kata-katamu tapi jika kecurigaanku benar maka kau harus bersedia aku pecat." "Baiklah, aku setuju." Percakapan mereka berakhir setelah Pak Karim pergi menyisakan Yanti dan Laras. "Laras, aku belum memberitahumu saat kau masih liburan, Pak Karim berusaha mengeluarkanmu dari perusahaan untungnya sekretaris pimpinan memberikan sebuah kontrak baru untuk Pak Karim sebelum dia menandatangi surat resign yang dibuat untukmu," ujar Yanti menjelaskan. Laras mendengus sebal. "Tidak usah khawatir Pak Karim sudah tidak bisa melakukan sesuatu yang buruk. Aku sudah ada di sini." *** Istirahat tiba. Kantin perusahaan didatangi oleh karyawan dari seluruh gedung, mereka dengan teratur mengantri untuk mendapat makanan termasuk Laras dan Yanti. Sesuai dengan janji Laras, dia kemudian menceritakan apa yang sebenarnya terjadi termasuk permasalahan Sebastian. "Merinding juga dengar ceritamu, untung kau yang ngalamin bukan aku." Komentar Yanti hanya dibalas tawa kecil Laras sambil menggelengkan kepala. "Tapi Laras, kamu tidak khawatir?" tanya wanita itu. Laras dengan kening mengkerut meminum jusnya sebentar bersiap untuk bertanya lebih dalam hingga terdengar suara bisik-bisik di sekitar. Keduanya langsung menoleh, mendapati Sebastian baru saja masuk dengan mata yang menulusri sekitar seperti mencari seseorang. "Pimpinan kita sedang mencari siapa?" tanya Yanti. "Aku tak tahu, mungkin sekretaris barunya." Mata Sebastian lalu bertemu dengan mata Laras. Tidak ragu dia berjalan mendekati kedua wanita itu dan duduk di hadapan Laras. Bukan hanya Yanti dan Laras yang termangu semua orang kaget akan kehadiran pimpinan perusahaan itu. Kembali terdengar gunjingan, beberapa menyebut Sebastian begitu tampan dan beberapa lagi mempertanyakan hubungan Laras dan Sebastian, sebagian pula ada yang mengejek Laras sebagai pelakor. "Kenapa kau ada di sini? Kau tak lihat ada banyak orang yang menggosipkanmu?" Pertanyaan Laras dibalas dengusan kesal oleh Sebastian. "Tentu saja aku menunggumu. Ayo ikut denganku, kita pergi makan ke suatu tempat." "Tidak bisa." Laras langsung menolak. "Kenapa?" "Ya karena aku ingin makan di sini bersama temanku. Kau pergi saja cari orang lain menemanimu makan." "Baiklah sudah kuputuskan," ucap Sebastian. "Aku akan makan di sini denganmu, awas saja kalau kau pergi kalau kau tak menunggu, gajimu akan kupotong." "Terserah kau mau lakukan apa, tapi tolong jangan mencolok. Kehadiranmu buat aku dan temanku ini tak nyaman." Pandangan Sebastian kemudian beralih pada Yanti yang masih tercengang. Dia terlalu takut bahkan untuk berkedip. "Oh ok, ok, aku mengerti." Sejurus kemudian Sebastian menghilang dari pandangan. "Itu yang aku tanyakan padamu, Laras. Kau tak khawatir soal Sebastian?" tanya Yanti lagi akhirnya membuka mulut. Laras memalingkan wajah, menatap bingung pada sahabatnya itu. "Mengkhawatirkan soal apa?" tanya Laras polos. Yanti menatap serius tapi suaranya terdengar begitu pelan menjawab pertanyaan Laras. "Laras, Sebastian tampaknya menyukaimu." Laras membulatkan matanya, mulutnya sedikit terbuka sebelum akhirnya menutup mulut sebab takut tawanya mengganggu banyak orang. "Kamu ini bicara apa sih? Mana mungkin dia menyukaiku, dia itu hanya suka sama Lucy, temanku," sanggah Laras kemudian kembali tertawa. "Laras, aku tidak bercanda. Firasatku mengatakan Sebastian memang menyukaimu." "Oh ya? Lalu apa buktinya?" "Buktinya sudah jelas, lihat tidak dari tadi? Bukannya memaksamu seperti dia memaksa Lucy, dia langsung ingin makan di sini." "Itu hanya perasaanmu saja, Sebastian memang tidak mau memaksaku memangnya dia mau kejadian yang sama saat aku mempermalukannya di live itu terjadi lagi? Ya pasti Sebastian akan berpikir dua kali." Laras tetap bersikukuh dengan nada enteng. "Ya justru karena itu, Laras. Dia tahu tentang kamu, dia mengerti kamu makanya Sebastian merendahkan egonya untuk kamu." Penjelasan Yanti masih diabaikan oleh Laras yang menatap ganjil, tak percaya. "Ok mari kita ke awal, waktu kita lihat bagaimana percintaannya Sebastian dan Lucy kita melihat apa?" tanya Yanti. "Kita melihat betapa toxicnya mereka. Sebastian begitu posesif dan selalu overprotektif pada Lucy, ditambah ada Elsa yang terus mengganggu hubungan mereka," jawab Laras. "Yap itu benar, lalu apakah hubungan mereka baik?" Pertanyaan Yanti dibalas gelengan oleh Laras. "Tapi Yanti, meski mereka seperti itu Lucy selalu baik pada Sebastian begitu pula sebaliknya. Aku pun akhirnya mengenal Sebastian, dia memang terkesan sombong dan kejam tapi ada pula sisi baiknya." "Bukan itu yang kumaksud. Laras coba bandingkan bagaimana dia bersamamu dan bersama Lucy? Ingat ya lelaki itu akan menurunkan egonya demi orang yang dia sayang," ucap Yanti mencoba menerangkan pemikirannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN