Tak Kalah Egois

999 Kata
Laras masuk ke dalam kantor dengan santai. Tak ada yang menjadi beban pikirannya dan berpikir senua akan baik-baik saja hari ini. "Morning Laras keliatannya mood kamu baik hari ini." "Iyalah soalnya Lucy akhirnya pergi dari hubungannya yang toxic. Akhirnya setelah sekian lama dia keluar juga." "Yang bener? Terus reaksi Sebastian gimana?" tanya Yanti tertarik. "Aku tidak yakin tapi sepertinya dia sangat kesal sekarang." "Kalau dia kesal, aku rasa ini akan berakhir buruk. Apa kau tak khawatir jika bisa saja kejadian ini akan menyangkut tentang kamu juga? Sebastian itu cerdas, dia akan melakukan apa saja untuk menemukan Lucy," ujar Yanti gelisah. "Tidak juga sih, aku tak tahu ke mana Lucy pergi. Dia hanya pergi dan pamit saja." "Tetap saja kau akan mendapat masalah setelah Sebastian tahu jika kau adalah orang terakhir yang bersamanya tadi malam." Yanti memperingatkan. Tak mau Laras kena masalah hanya karena ini. "Nona Laras," suara seorang pria memanggil dari luar pintu. Laras beserta Yanti menoleh, menemukan seorang pria yang asing. "Saya sekretaris baru dari pimpinan, Ketua ingin berbicara dengan Anda." Tubuh Yanti tegang, sorot matanya beralih pada Laras yang terlihat santai. Tidak ada ketakutan dalam matanya. "Tentu," jawab Laras singkat. Si sekretaris kemudian mempersilakan Laras lebih dulu pergi diikuti dari belakang. Sepanjang perjalanan pun tak keluar sepatah kata pun. Laras dan sekretaris baru itu masuk ke dalam kantor sang atasan. Baru pintu terbuka, wanita itu dapat merasakan tatapan menusuk dari seorang pria yang berada di hadapannya. Laras mengembangkan senyum sopan menyapa Sebastian. "Ada apa mencari saya?" tanya Laras. "Tak usah basa-basi, apa kau teman dekat sekretarisku?" Sebastian balik bertanya. "Iya Pak, saya dan sekretaris Anda cukup lama berteman." "Maka kau pasti tahu kalau temanmu itu menghilang. Setelah pesta semalam, dia tak bisa ditemukan dan aku mendengar kabar kau adalah orang yang bertemu dengannya terakhir kali." "Lalu apa? Kau ingin memaksaku membuka mulut di mana dia sekarang? Aku tidak tahu. Dia hanya datang padaku dan pamit begitu saja. Apa kau tak percaya? Silakan pakai detektor kebohongan atau apapun itu aku tidak menyembunyikan apapun." Laras dengan angkuh menantang Sebastian. Sebastian menatap tajam pada Laras dan kemudian tertawa angkuh. "Rupanya Nona kecil ini begitu berani menantangku. Ingatlah kau di sini hanya seorang karyawan biasa, aku bisa melakukan apapun padamu." "Baiklah, lakukan saja." Sebastian lantas melihat pada sekretarisnya. Tanpa diminta, sekretaris tersebut pergi meninggalkan mereka berdua. Suara Laras tercekat. Dia tak bisa bernapas sebab Sebastian telah mencengkram lehernya. "Sebaiknya kau katakan kalau tidak kau akan mati di sini juga." Dalam ketidakberdayaan Laras tersenyum sinis. "Sebelum itu silakan lihat ke sampingmu." Sebastian memalingkan wajah menemukan ponsel Laras merekam seluruhnya dalam live di akun media sosial. Komentar-komentar negatif terlihat jelas bahkan menyudutkan Sebastian. Sekretaris yang awalnya keluar segera masuk. "Tuan, di bawah ada polisi mereka tampaknya menonton live dari wanita ini." Tangan Sebastian melepas Laras jatuh ke lantai. Dia terbatuk-batuk sesaat sebelum akhirnya tertawa. "Bagaimana Bos? Apa rasanya tertangkap?" "Kau.." Dari matanya Laras tahu Sebastian emosi dan ia siap jika Sebastian akan menyerangnya lagi. Tangan Sebastian menarik Laras bangun, dia juga mematikan siaran langsung Laras. "Segera lakukan antisipasi, kau harus mencegat polisi datang sampai ke atas sini segera setelah aku amankan perempuan ini, aku akan berbicara ke publik." "Baik Tuan." Belum sempat memproses apapun, Laras sudah diseret keluar menuju tangga. Anehnya Laras sama sekali tidak berbicara apapun bahkan sampai ke pintu keluar, dia langsung dimasukkan ke dalam mobil bersama Sebastian. "Baru kali ini ada seseorang yang berani melawanku," ucap Sebastian dengan melirik tajam pada Laras. "Kau menarik sekali." Laras mendengus. "Klise sekali, lalu apa? Kau menyukaiku?" Laras jadi teringat akan semua drama favoritnya adegan di mana pria selalu mengatakan jika tokoh utama perempuan menarik perhatiannya. "Tentu saja, aku menyukaimu untuk dijadikan sandera." Senyuman yang disunggingkan oleh Sebastian membuat Laras jijik. Sebab Lucy tak ada maka Laras harus menjadi pengganti. Dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh pria ini selanjutnya setelah siaran langsung itu. Sebastian pantas mendapatkan perhatian negatif tapi dengan kuasa dan kekayaan, Laras yakin semua masalah akan terselesaikan. Dunia begitu tidak adil. Mobil akhirnya melewati pusat kota. Pemandangan berganti menjadi pepohonan rindang sepanjang mata memandang. Mobil kemudian mengambil jalur kecil dan akhirnya mereka tiba di sebuah pintu gerbang dengan pagar megah nan kokoh. Saat pintu gerbang tersebut terbuka, halaman depan yang masih ditumbuhi pepohonan tampak berjejer rapi. Di tiap sisi jalan ada taman bunga yang tampak terawat. Dari kejauhan Laras bisa melihat sebuah bangunan seperti istana. Laras pikir semua itu hanya ada dalam dongeng namun dengan mansion milik Sebastian, itu cukup membuat Laras yakin apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Mobil berhenti tepat di teras rumah yang luas. Sekali lagi Laras diseret keluar oleh Sebastian, dia langsung di bawa menuju sebuah kamar. Laras menahan sakit ketika tubuhnya terhempas ke ranjang. "Mulai sekarang kau akan tinggal di sini sampai dia kembali." Setelah itu pintu ditutup bersamaan dengan suara kunci. Laras mendengus sebal. Secara resmi Laras adalah sandera Sebastian. Laras mulai mengecek isi lemari, kamar mandi dan beberapa barang yang berada dalam kamar tersebut. Dia baru sadar jika semua barang ini milik Lucy. Laras menuju meja rias. Semua masih lengkap seperti perawatan wajah rutin, alat-alat dandan, bahkan aksesoris wanita. Meski Sebastian angkuh, dia tampaknya memenuhi segala kebutuhan Lucy. Mata Laras kemudian terpaku pada kotak berwarna emerald. Dia menemukan beberapa surat di sana. Surat cinta Lucy saat SMA dari penggemar rahasianya. Laras ingat betul bagaimana Lucy menemukan surat ini. Entah kenapa penulis surat ini selalu saja menaruh surat cinta di dalam meja Laras bukan di meja Lucy. Sebab nama mereka hanya dibedakan satu huruf saja. Laras mulai membuka dan membaca setiap kata-kata ronantis yang tertulis di sana. Laras hanya bisa tersenyum. Andai saja penukis surat ini diketahui,dia akan meminta Lucy bersama si penulis dari pada harus bersama Sebastian yang memaksa. Hari itu Laras habiskan dengan membaca surat cinta dan diary Lucy. Jika sepi maka wanita itu mencoha untuk melihat ke jendela yang memperlihatkan pemandangan di halaman belakang. Ada juga tempat renang yang selalu dibersihkan. Para pelayan di sini pun tampak disiplin dengan tugas mereka masing-masing bahkan mereka mengabaikan Laras terutama saat Laras ingin meminta bantuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN