T H I R D ; The Dracania World

1486 Kata
Masih terkagum-kagum dengan pemandangan ini, sebuah langkah kaki terdengar mendekat. Membuatku sedikit was-was sekarang.  "Apa yang kau lakukan di sini?"   Jantungku berpacu dengan cepat. Saat ini aku seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri.  Perlahan-lahan aku berbalik dan langsung mundur beberapa langkah ketika melihat sosok yang berdiri tak jauh dariku. Aku menghela napas lega. Ternyata dia laki-laki yang tadi berada di kamar ketika aku membuka mata. Iya, laki-laki tanpa ekspresi itu!   "Biar kutanya sekali lagi." Laki-laki itu melangkah mendekat. Seiring langkah kakinya yang mendekat, semakin berpacu juga jantungku dibuatnya. "Apa yang kau lakukan di sini?"  Kali ini aku bisa melihat sosoknya dengan jelas setelah pertemuan kami di kamar tadi. Dia tampan! Aku tidak bisa mengelak hal itu karena memang dia sangatlah tampan. Dengan garis wajah yang tegas, rahang yang kokoh, hidung yang mancung, rambut sepekat malam, matanya menatap tajam tetapi menyejukkan dengan iris mata yang berwarna abu-abu gelap.   Aku mengerjap-ngerjapkan mataku pelan ketika laki-laki itu menatapku dengan wajah yang sulit diartikan.  "Baru kutinggal beberapa jam, kau sudah menjadi bisu?" Laki-laki itu melirikku sambil tersenyum geli yang membuatku menaikkan satu alisku.  "Kenapa kamu ada di sini?" Tanyaku pelan. Laki-laki itu terkekeh yang membuat tubuhku langsung kaku seketika.  Kekehan itu ... entah kenapa membuat jantungku berhenti berdetak beberapa saat. Jujur, aku terpukau melihatnya. Ketampanannya bertambah ketika terkekeh kecil seperti itu. Entah bagaimana jadinya jika dia tersenyum lembut. Pasti ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.   "Seharusnya aku yang mengatakan hal itu kepadamu." Katanya sambil tersenyum miring.   "A-aku?" Jariku terangkat menunjuk diriku sendiri. Menatap laki-laki itu yang kini berdiri tepat di hadapanku. Jika dia maju dua langkah lagi, mungkin kami akan sangat dekat.  Laki-laki itu mengangguk. "Memangnya siapa lagi yang ada disini jika bukan dirimu."  "Aku hanya sedang berjalan-jalan." Jawabku sambil menoleh ke arah lain. Hening sejenak. Aku tidak tahu apa yang dibuat laki-laki itu sekarang. Tapi dari ekor mataku, aku bisa melihat jika dia masih berada di tempatnya.   "Ingin berjalan-jalan sebentar denganku? Aku bisa menunjukkan tempat-tempat lain yang ada di kastil ini."  Aku langsung menoleh membuat mataku menatap tepat manik mata abu-abu gelap milik laki-laki itu yang terlihat teduh. Mataku mengerjap ketika melihat bibirnya yang menyeringai.  "Kenapa menatapku seperti itu?"   Sial. Apa dia ini wartawan? Dari tadi kerjaannya bertanya terus.   "T-tidak. Aku terima tawaranmu tadi." Katakanlah aku bodoh karena sekarang, aku malah mengalihkan topik.  Kini, seringaiannya pudar. Kembali lagi dengan wajah tanpa ekspresi seperti waktu pertama kali aku melihatnya.  "Ikut aku." Dia berbalik lalu berjalan begitu saja. Membuatku menggerutu beberapa saat sambil memandangi punggungnya yang mulai menjauh, lalu segera berjalan untuk mensejajarkan langkah kami. Dan kenapa juga aku harus memakai gaun? Ini sangat ribet.  Jika tidak memakai gaun, mungkin saja aku bisa berlari untuk mengejarnya. Aku sedikit lega ketika sekarang sudah berada tepat di sampingnya. Aku mendongak agar bisa melihat wajahnya. Masih sama. Datar dan dingin. Kupalingkan wajahku menatap ke depan.  Sekarang kami berada di danau yang berbeda dengan danau yang tadi. Danau ini dipenuhi teratai yang diatasnya terdapat bunga yang bermekaran berwarna merah muda. Aku berjalan mendekati danau itu untuk melihat lebih jelas. Air di danau ini sangat jernih hingga aku bisa melihat ikan-ikan berwarna warni yang sedang berenang didalam sana.  "Sebenarnya kita datang ke danau ini di waktu yang kurang tepat." Kata laki-laki itu yang entah sejak kapan sudah berada di sampingku.  "Kau mengagetkanku!" Seruku sambil menatapnya tak suka. Dia hanya mengidikkan bahunya yang membuatku sedikit kesal sekarang.   "Kau lihat bunga-bunga yang ada diatas teratai-teratai itu?" Laki-laki itu meneruskan kata-katanya. Aku mengangguk karena memang sejak berada di sini, hanya pemandangan ini yang aku dapatkan. Jika boleh memilih, aku akan memilih danau pertama yang terdapat jembatan dari pada yang danau yang ini.   Seakan bisa membaca pikiranku, laki-laki itu menoleh menatapku. "Kau sebaiknya datang ke sini saat malam. Dan kau akan menemukan sesuatu yang indah."   Keningku berkerut samar. Aku menatap wajahnya yang kini kembali menatap lurus ke depan. "Kenapa harus malam? Kenapa tidak sekarang saja?"   Laki-laki itu mengubah posisinya menghadap ke arahku. "Karena sesuatu yang akan membuatmu terpukau ketika berada disini hanya akan terjadi pada malam hari."   Aku memiringkan sedikit kepalaku. Menatapnya sedikit tertarik karena penjelasannya tentang danau ini. "Tapi ... apa itu hingga harus dilihat malam-malam?"   "Kau akan tahu jika melihatnya nanti." Aku kembali menatap ke danau. Di sini sangat sunyi dan damai. Aku kembali menoleh ketika merasakan jika laki-laki itu sudah beranjak dari posisinya. Dan ternyata benar, laki-laki itu sudah berada beberapa meter jauhnya dariku.  "Masih berminat mengelilingi kastil ini?" Aku mengangguk lalu segera mendekati laki-laki itu dan kami pun segera melanjutkan perjalanan kami. Kini, banyak hal yang aku tahu tentang istana besar ini. Tempat-tempat indah dan tak pernah kutemui di tempat tinggal dan kelahiranku.   Saat melewati prajurit yang sedang berjaga, mereka langsung menunduk hormat, membuatku kembali mengernyit. Dia sedang menghormati siapa? Melihat ekspresi bingungku, laki-laki itu langsung membuka suara.  "Dia membungkuk hormat kepadamu. Bukankah kau orang penting di sini?"   Aku menggeleng pelan. "Aku tidak tahu tentang itu. Kenapa mereka harus begitu? Oh ya! Ra, Ri, dan prajurit didalam istana juga seperti itu." Aku menoleh menatap laki-laki di sebelahku yang ternyata juga menatapku.  "Ra? Ri?"  Aku mengangguk. "Iya. Mereka yang katanya akan melayaniku."   Laki-laki itu hanya mengangguk lalu kembali menatap kedepan. "Kau tahu? Ini sedikit membingungkan." Kataku yang tidak di sahuti laki-laki itu. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku kembali menoleh menatap laki-laki itu. "Aku lupa menanyakan sesuatu. Siapa namamu?"   Laki-laki itu menoleh sekilas, "Kendrick."  Aku mengangguk paham, lalu tersenyum lebar saat Kendrick menatapku, "Aku Elica."  "Aku tahu." Aku menatap ke depan sambil terus mempertahankan senyumanku. "Aku rasa kau orang yang baik."  Kendrick mendengus. "Tentu saja. Kau kira aku orang jahat?"   Aku tertawa pelan. "Awalnya sih."   "Terserah." Aku melipat tanganku di belakang punggungku. Senyuman dibibirku pun belum luntur sejak aku mengetahui namanya. Kendrick. Itu nama yang bagus.  "Jadi Kendri--"   "Ken. Cukup memanggilku begitu." Sergah Kendrick membuatku mengangguk paham.  Aku berdeham, "Jadi Ken. Bisa kamu jelaskan sedikit tentang tempat ini? Aku tidak pernah tahu ada tempat seperti ini di bumi selama aku hidup." Langkah Kendrick terhenti. Melihat itu, aku pun refleks ikut berhenti. Kendrick menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan, membuatku menatapnya bingung.  Tiba-tiba Kendrick menutup matanya sejenak lalu kembali membuka matanya. "Kau sekarang berada di Dracania." Katanya membuatku seketika tertegun.   "Dra- apa?" Kendrick berjalan mendekati sebuah bangku di dekat taman yang keberadaannya tak jauh dari posisi kami dan duduk di sana. Aku menatapnya bingung sambil berjalan mendekat.  "Duduklah." Titahnya sambil menggerakkan dagunya menunjuk bagian bangku yang masih kosong disampingnya. Pelahan-lahan aku duduk disampingnya. Sedikit gugup karena sekarang posisiku sangat dekat dengannya.   "Dracania. Dunia yang luas dengan berbagai makhluk yang hidup di tanah ini. Jika manusia di bumi menyebut makhluk-makhluk yang berbeda dari mereka ada pada sebuah dongeng, dan menyebutnya sebagai mitos, maka makhluk hidup yang disebut mitos di duniamu itu ada disini."  Aku menatap Kendrick tak percaya. "Apa maksudmu?"   Kendrick menatapku lalu kembali menjelaskan. "Wilayah Dracania dibagi berdasarkan kaumnya. Fairy, werewolf, elf, vampire, mermaid, dracula, shapeshifter dan manusia. Mereka semua hidup di dunia ini."   Aku mengerjap pelan. Masih mencerna apa yang baru saja Kendrick katakan. Jadi ... ada dunia lain yang mempunyai kehidupan selain bumi?   "Setiap kaum mempunyai pimpinan dan kerajaannya masing-masing. Namun ada Lord sebenarnya yang memimpin dunia ini. Raja diatas segala Raja."   "Tunggu. Berarti bukan hanya bumi yang memiliki kehidupan?" Tanyaku sedikit bingung tentang ini. Kukira selama ini hanya bumi yang bisa dan layak untuk dihuni makhluk hidup. Kendrick terkekeh pelan.  "Kau kira hanya bumi yang bisa ditinggali makhluk hidup? Coba buka sedikit matamu untuk alam semesta ini. Masih banyak galaksi yang ada. Dan itu tidak menutup kemungkinan ada kehidupan di sana."  "Kau benar."  "Jika sudah puas bertanya, sebaiknya kau masuk ke dalam istana sekarang. Hari sudah semakin gelap." Kendrick bangun lalu dan berjalan yang langsung aku ekori. Kami memasuki istana. Sepanjang berjalan memasuki istana, prajurit dan pelayan di sini terus menunduk hormat ketika kami melewatinya. Yang sebenarnya membuatku sedikit risih.   Tiba-tiba Kendrick berhenti lalu berbalik menatapku. "Masuklah ke kamarmu. Dan istirahatlah yang cukup."  Aku memerhatikan sekitar. Ini masih di lantai satu. Dan di sini masih ramai dengan pelayan-pelayan yang melintas. Saat Kendrick hendak pergi, aku langsung memegang lengan bajunya, membuatnya kembali berhenti dan menoleh kearahku.  "Boleh kutanya sekali lagi?" Pintaku sambil menatapnya memohon. Kendrick mengangguk lalu menghadapku sepenuhnya.   "Jadi ... siapa sebenarnya kamu?" Kendrick diam sesaat. Dia menatapku lama, membuatku sedikit risih lalu memilih menatap ke arah lain.  "Sebenarnya aku--"  "Apa kau salah satu pengawal atau prajurit seperti mereka?" Tanyaku yang secara tak langsung memotong perkataannya, sambil menunjuk salah satu prajurit yang sedang berdiri.  "Oh maafkan aku. Silahkan lanjutkan perkataanmu." Kataku cepat, sedikit gelagapan sebenarnya. Bisa kulihat Kendrick menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.  Kenapa dia suka sekali menatapku seperti itu? Apa yang sedang dipikirkannya? Seandainya aku bisa membaca pikiran orang lain, pasti aku bisa tahu apa yang ada didalam pikirannya saat ini.  "Ya. Aku adalah pengawal. Pengawal pribadimu sekarang." Jawab Kendrick yang membuatku langsung shock sekarang.   "Hah?"   Kendrick menepuk pelan pucuk kepalaku. "Istirahatlah."  Aku masih bergeming di tempatku. Menatap punggung Kendrick yang telah hilang ditelan pintu besar yang kini kembali tertutup. Mataku mengerjap pelan.   Apa katanya? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN