F O U R T H ; Personality A Lord

1597 Kata
Aku hampir saja terjungkal kaget ketika membalikkan badanku. Aku baru saja selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi dengan sehelai kain yang kujadikan handuk.   Di depanku, Ra dan Ri membungkuk hormat. Aku melotot sekaligus bernapas lega. Untung saja yang berada di depanku saat ini hanyalah Ra dan Ri, dan bukan orang lain yang berlawanan jenis denganku.   Dan untung saja bukan Kendrick. Mengingat dia yang pernah berada di kamar ini ketika aku pertama kali membuka mata di dunia ini. Bisa saja dia akan masuk tanpa kuketahui 'kan?  “Kalian mengagetkanku.” Kataku sambil berjalan mendekati mereka.   “Maafkan kami, Putri.”   Aku tersenyum tipis. “Tidak perlu meminta maaf.”  Pandanganku jatuh pada sebuah gaun yang dipegang Ra. “Itu gaun yang akan kupakai hari ini?” Tanyaku sambil menunjuk gaun berwarna biru langit itu. Oh ayolah. Tak bisakah sehari saja aku tak memakai gaun? Itu menjengkelkan.   Ra mengangguk. “Iya Putri. Apakah Putri ingin menggantinya dengan gaun lain?”  Dengan cepat aku menggeleng. Kurasa di dunia ini tidak ada pakaian normal seperti di duniaku yang sebenarnya. Aku mengambil gaun yang berada di tangan Ra. “Kurasa aku akan memakainya sendiri.”  Aku berbalik menuju kamar mandi. Kamar mandi adalah pilihan yang tepat untuk memakai gaun ini daripada di depan mereka berdua. Selepas aku memakai gaun itu, aku keluar dari kamar mandi dan kembali disuguhi dengan sosok Ra dan Ri yang masih berada di posisinya.   Aku menaikkan satu alisku. “Kalian kenapa masih disitu?”   “Kami akan membantu Putri untuk merias wajah.” Ri menjelaskan sambil menarik kursi di depan meja rias.  "Silahkan Putri.”   “Kurasa tak perlu.” Tolak-ku halus. “Aku tak terbiasa merias wajahku.” Jelasku sambil menggelengkan kepala.   Ra dan Ri saling bertatapan. Lalu kembali menatapku dengan kepala yang tertunduk. “Maaf Putri. Kami hanya menjalankan perintah.”   Aku menghela napas. Perlahan aku berjalan mendekati meja rias lalu duduk di sana. “Memangnya siapa yang memberi perintah seperti itu kepada kalian?”   “Lord, Putri. Yang Mulia Lord memerintahkan melalui tangan kanannya.” Jawab Ri yang sekarang sudah mengambil peralatan make up kuno yang memang diletakkan di atas meja rias.   Kutatap wajah Ri lewat cermin di depanku. “Benarkah? Maksudmu Lord pemimpin dunia ini?” Ra yang berada disampingku mengangguk, membuat perhatianku berganti kearahnya melalui cermin. Menunggu penjelasannya.   “Benar, Putri. Yang Mulia Lord adalah pemimpin dunia ini.”   Aku mengangguk paham. “Lalu, ada seseorang yang mengatakan padaku, di dunia ini dibagi atas beberapa kaum. Jadi, kalian dari kaum mana?” Tanyaku mengingat apa yang dikatakan Kendrick kemarin.   “Kami dari kaum Mermaid, Putri.” Jawab Ri membuat mataku terbelalak kaget.   “Mermaid? Bukankah kalian hidup di air?” Tanya ku sedikit kaget.  Ra mengangguk. “Memang benar, Putri. Kami membutuhkan air untuk bertahan hidup.”   “Lalu? Kenapa kalian bisa di darat sekarang?” Aku kembali bertanya. Kurasa topik ini sudah membangkitkan rasa penasaran sekaligus kelemahanku. Karena saat rasa penasaran telah menggerogoti diriku, aku tidak bisa menghentikannya. Aku akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan jawabannya.  “Karena kami sudah meminum ramuan dari kaum witch agar bisa hidup di darat. Tapi itu mempunyai batas waktu. Kami hanya bisa di darat selama 9 jam.”  Penjelasan Ra membuatku mengangguk paham. “Jadi, semua kaum-mu bekerja di istana?” Gelengan kepala Ra membuatku mengernyit.  “Tidak semua. Hanya yang terpilih yang bisa bekerja dan melayani Lord di istana. Begitupun dengan kaum lainnya.” Ucap Ra membuatku mengangguk mengerti. Kurasa aku perlahan-lahan mulai mengenal tentang dunia ini. Yah, walaupun masih sangat asing dan tak terlihat nyata bagiku.   “Jadi ... bisakah kalian mendeskripsikan bagaimana Lord kalian itu? Apa kalian pernah bertemu dengannya?” selama aku berada di dunia ini, aku belum pernah melihat atau bertemu sosok Lord yang memimpin dunia Dracania ini. Yah walaupun aku baru menginjak dua hari ditempat ini. Bisa kulihat Ri melirik Ra, lalu Ra mengangguk membuat Ri kembali fokus menghias rambutku.  “Kami tidak pernah bertemu dengan Yang Mulia Lord. Yang Mulia sangat sulit ditemui. Apa lagi untuk makhluk biasa seperti kami.” Ri menata rambutku sambil menjelaskan. “Tapi yang kami dengar dari pelayan istana lama yang pernah melayani Lord, Lord sangat rupawan. Tapi....”  Aku menatap wajah Ra dari cermin dengan penasaran. Oh ayolah, kenapa dia malah menggantungkan kata-katanya.  “Ehm. Menurut yang kami dengar, Lord sangatlah dingin. Orang-orang yang pernah bertemu dengannya mengatakan, hanya dengan tatapan dingin dan tak berekspresi Yang Mulia saja membuat mereka ketakutan. Tidak ada satu pun orang yang pernah melihatnya tersenyum.” Sambung Ri.   “Teruskan penjelasan kalian tentang Lord kalian itu.” Kataku tegas ketika Ra maupun Ri tidak mau menjelaskan lanjut tentang kepribadian Lord mereka itu.   “Maaf Putri. Tapi sangat tidak sopan membicarakan Lord seperti ini.”  “Tak apa. Jika dia marah karena kita membicarakan dia, aku yang akan menghadapi dia. Jadi, tolong lanjutkan.” Bisa kulihat jika Ra dan Ri seperti tak ingin membahas ini lebih jauh. Tapi maaf, aku tak bisa menahannya lagi.   “Lord sangat tidak suka ada yang mengganggu wilayahnya. Ia akan membinasakan para traitors yang berusaha menghancurkan dunia ini. Lord juga tidak suka ada yang menentang atau bersikap tidak sopan padanya. Jika ada yang melanggar aturannya, maka mereka...” aku menelan salivaku kasar, mengangguk kepada Ra untuk melanjutkan kata-katanya.  “... mereka akan dicambuk menggunakan cambuk yang sudah dilumuri dengan racun binatang paling berbisa atau yang lebih parah, ia akan memenggal kepala.”   “Tapi menurut saya yang paling mengerikan dari hukuman yang pernah Lord berikan, menenggelamkan tahanan yang dirantai ke dalam kolam yang berisi ikan pemakan daging. Hingga tubuh tahanan itu habis dimakan ikan tersebut perlahan-lahan.” Tambah Ri. Beberapa detik aku menahan napas.  Sungguh, itukah sosok Lord dunia ini? Dunia cantik dan indah ini? Dunia Dracania? Pemimpin tanpa belas kasih dan arogan seperti itu? Oh. Aku tak pernah membayangkannya separah itu.   “Tapi Lord adalah pemimpin terbaik dan sangat cocok untuk dunia ini.” Kata Ri sambil tersenyum, membuatku menatapnya tak terima.   “Lord memang pemimpin yang tegas. Tapi dia sangat perhatian pada wilayah dan rakyatnya. Kecuali orang yang menentangnya.”   “Baiklah. Kurasa cukup untuk penjelasannya.” Aku tidak kuat lagi mendengarnya. Mendengar dari mereka saja sudah mampu membuatku memikirkan satu kata tentang Lord itu. Mengerikan.   ***  Aku menghirup udara segar hari ini sebanyak-banyaknya. Memang tak bisa dipungkiri, dunia ini sangat indah, udaranya pun sangat sejuk, membuatku sangat betah disini.   Sekarang aku sendirian. Di danau yang terdapat jembatan yang terhubung dengan taman kecil di tengah danau. Setelah perbincanganku dengan Ra dan Ri tadi, aku memutuskan pergi ke sini sendiri. Tanpa di temani mereka.  Sedari tadi pikiranku terus melayang mengenai Lord dunia ini. Aku ingin bertemu dengannya, tapi aku takut. Mungkin saja aku akan bernasib seperti para traitors itu. Lagian maksudku untuk bertemu dengannya hanya ada dua alasan. Bertanya kenapa aku bisa berada di sini dan di panggil 'Putri'. Em, dan tentu saja ingin melihat rupanya.   Aku sempat membayangkan jika Lord itu berupa seorang pria paruh baya, dengan jenggot yang tebal, dan kumis yang melengkung ke atas. Tapi langsung ku enyahkan pikiran itu ketika mengingat jika Ri mengatakan kalau Lord itu sangat rupawan.  Aku mengelilingi taman mini di tengah danau ini. Aku mendekati air danau yang terlihat tenang dan jernih. Menatap bayanganku disana. Hingga samar-samar, terlihat bayangan lain di belakangku.   Perlahan aku berbalik, hampir saja terjungkal ke belakang jika saja  seseorang yang sedang berada di belakangku tidak menahanku. Aku membulatkan mata, melirik kebelakang lalu menatap seseorang itu garang.  “Kau mengagetkan-ku!”  Kendrick menarikku lalu melepaskan tangannya yang sempat berada di pinggangku. “Kenapa kau ada di sini?”  Aku menatapnya datar sambil melipat kedua tanganku didepan d**a. “Seharusnya itu pertanyaanku!”  “Jangan kesini lagi.”  Aku mengernyit sambil mengikuti pandangannya yang terarah ke air danau.  “Kenapa?” Kendrick menatap tepat manik mataku, seperti yang dilakukannya kemarin. Tetapi entah kenapa itu selalu membuat jantungku berpacu lebih cepat.   “Kau pasti sudah melihat di danau ini terdapat ikan, bukan?” Aku mengangguk. Memang benar ada ikan yang berukuran sedang berada dibawah sana. Ikan yang cantik.   “Itu ikan Qiola.” Aku semakin mengernyit tidak paham. “Mereka spesies ikan pemakan daging.”  Sontak mataku membulat sempurna. Tadi aku hampir tercebur ke dalam danau ini! Dan kenapa ekspresinya sangat tenang seperti itu? Aku menjauhi sisi pinggir dan memilih berada di tengah taman. Aku menggigit bibir bawahku.  Bagaimana ini, aku masih berada di tengah danau.   “Kau kenapa?”  Aku menoleh. Menatap Kendrick yang mendekat, menatapku tenang. Aku melotot kecil kearahnya. “Kau tidak lihat aku sedang ketakutan? Bagaimana mungkin kau setenang itu ketika melihatku hampir terjatuh kesana?!”   Kendrick menatapku datar. “Setidaknya kau tidak jadi tercebur. Dan kau masih baik-baik saja sekarang.”   Aku hampir saja mengumpat. Aku membuang muka lalu beranjak pergi. Tetapi langkahku terhenti di dekat jembatan penghubung ini.  Aku menggigit bibirku lagi. Entah kenapa aku takut menyebranginya. Jembatan ini sangat kecil. Bagaimana jika saat aku melewatinya, aku tergelincir dan jatuh?  Siapapun yang mempunyai ide untuk membuat taman di tengah danau ini sangatlah menjengkelkan. Aku jadi ingat kata-kata yang mengatakan 'jangan melihat covernya yang cantik'.   Aku berbalik. Menatap Kendrick yang masih berada di tempat  sambil menatapku. Aku berjalan mendekatinya lalu berdiri dibelakangnya. Kendrick melirikku yang berada di belakangnya.  “Jangan melihatku!”   Bisa kurasakan punggung Kendrick bergetar dan suara tawaan kecil darinya.  “Jangan terlihat kuat kalau kau sebenarnya lemah.”   Belum sempat aku mencerna kata-katanya itu, Kendrick mulai berjalan. Perlahan aroma maskulin tercium di-indra penciumanku. Aku memegang lengan baju belakangnya takut sambil melirik air jernih yang memperlihatkan ikan-ikan berwarna merah itu dan dengan cepat memejamkan mata.   Aku tidak mau tubuhku habis karena dimakan ikan-ikan sialan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN