S I X T H ; The Beauty At Night

1488 Kata
Langit mulai berubah warna, dan matahari pun perlahan-lahan mulai turun ke peraduannya. Tanpa kusadari helaan napas lolos dari bibirku. Aku masih bergeming ditempatku. Mataku terus menatap langit yang mulai menggelap. Kuedarkan pandanganku pada ruangan yang kutempati ini. Sudah beberapa hari aku berada disini tapi masih belum tahu apa alasanku untuk berada di tempat ini. Setelah percakapanku siang tadi bersama Kendrick, aku semakin penasaran dengan semua ini. Disini statusku sebagai apa sebenarnya? Kenapa mereka malah menunduk hormat kepada orang asing sepertiku? Lagi-lagi hal ini membuat kepalaku sedikit pusing. Ra dan Ri saat ini sudah kembali ke kediamannya karena memang batas waktu mereka sudah selesai dari siang. Lagipula aku tidak butuh pelayan. Aku bisa melakukannya sendiri. Aku bukan anak kecil yang tiap saat harus dilayani. Walau aku tahu di dunia ini berbeda. Tetapi tetap saja terasa aneh bagiku. Aku melangkah mendekati pintu kamar lalu membukanya perlahan. Aku menarik napas lalu membuangnya kembali. Melangkah keluar dari kamar sambil menoleh kiri dan kanan. Kukira berjalan-jalan di dalam istana akan menyenangkan. Karena dari kemarin aku hanya mengelilingi luar istana. Ada beberapa lorong yang seperti biasa kulihat saat ingin keluar. Yang kutahu, hanya satu lorong yang menghubungkan ke lantai dasar. Tetapi kedua lorong lainnya, aku tak tahu akan membawaku kemana jika melewatinya. Lorong yang menghubungkan ke lantai dasar ada di sebelah kiri, dan kini aku memilih melangkah ke arah sebaliknya. Lorong kanan. Tidak ada yang begitu menarik disini. Tak ada lukisan, tak ada benda-benda lain. Semua tampak sama. Hingga langkahku terhenti karena didepanku jalan buntu. Tunggu, mengapa mereka membuat lorong ini tapi tidak ada apa-apanya disini. Aku mendengus lalu berbalik. Kini aku memilih lorong yang satunya. Lelah aku berjalan sepanjang lorong, lagi-lagi yang kudapat hanyalah jalan buntu. Sama persis seperti lorong yang kulewati tadi. Aku kembali ke tengah-tengah tempat pembagian lorong ini. Aku menimbang-nimbang, apa yang harus aku lakukan sekarang? Semua tampak membosankan. Yah walaupun sempat aku merasa terkagum-kagum dengan semua ini waktu pertama kali melihatnya. Tapi siapa yang tidak bosan ketika melihatnya secara terus menerus? Aku pun bosan. Aku memilih turun ke lantai dasar. Disini sedikit sepi, hanya menyisakan prajurit-prajurit yang berjaga. Aku jadi sedikit penasaran. Apa prajurit-prajurit itu tidak lelah berdiri seharian seperti itu? Selalu berwaspada padahal tempat ini aman dan damai. Tapi entahlah. Aku pun tidak begitu tahu mengenai dunia ini. Beberapa pelayan tergopoh-gopoh melewatiku, membuatku sedikit heran karena mereka tampak tergesah-gesah. Saat seorang pelayan melewatiku lagi, dengan cepat aku menahannya. Pelayan itu langsung menunduk hormat begitu melihatku. “Salam pada Putri.” “Kalian sedang apa? Kenapa begitu terburu-buru?” Tanyaku langsung setelah menyuruhnya menegakkan punggungnya. “Lord memanggil para pelayan untuk menghadap, Putri.” Jelasnya membuatku mengernyit. “Memangnya ada perlu apa sampai memanggil kalian?” Aku menatap kembali beberapa pelayan yang melewatiku sambil membawa beberapa nampan. “Maaf, saya tidak tahu, Putri. Tapi kami diperintahkan untuk bergegas menuju kediaman Lord.” Jelasnya kembali membuatku melebarkan mata. Menatapnya sedikit bersalah karena telah menahannya. “Oh, maafkan aku sudah menahanmu. Kau boleh lanjutkan perjalananmu.” Pelayan itu menunduk hormat lagi dan dengan cepat berlalu. Aku masih mengamati pelayan-pelayan yang berlalu lalang. Sempat ada pelayan yang menunduk hormat kearahku lalu kembali melangkah dengan buru-buru. Membuatku semakin penasaran. Ada beberapa pelayan yang membawa nampan beserta cawan yang terbuat dari emas diatasnya. Sedangkan pelayan lainnya, membawa nampan dan sebuah kain putih diatasnya. Begitulah yang kulihat sampai saat ini. Mereka begitu sibuk. Dan aku sedikit pusing melihat pelayan-pelayan itu yang terus berjalan hilir mudik di depanku. Aku kembali berjalan. Melihat-lihat arsitektur istana ini. Perpaduan kuno dan mewah. Terus menyusuri beberapa tempat dalam istana yang begitu luas, tanpa sadar aku tiba di sebuah ruangan yang penuh dengan beberapa patung yang terbuat dari emas. Aku berdecak kagum ketika melihat ukiran yang sangat rumit didepanku. Aku yakin, pasti membutuhkan waktu yang lama untuk membuat semua ukiran yang berada di dinding sebelah timur istana ini. Diruangan ini pula terdapat sebuah lukisan-lukisan pemandangan dan wajah-wajah orang yang tidak kukenali. Bingkai lukisan pun terbuat dari emas. Aku menyusuri tempat lainnya perlahan-lahan. Dan tentu saja banyak prajurit yang berjaga disetiap sisi istana ini. Lalu keluar dari ruangan megah ini dan kembali berkeliling. Langkah kakiku terhenti di depan sebuah pintu besar. Didepanku saat ini adalah pintu untuk keluar dari istana ini. Aku berpikir ulang. Sedikit ragu untuk keluar dari istana karena memang dari kemarin aku tidak pernah menginjakan kakiku di luar istana saat malam tiba. Dan Kendrick pun mengatakan saat malam, aku harus segera istirahat. Aku menggeleng pelan. Kenapa aku terus mengingat laki-laki itu? Aku melirik prajurit. Seakan tahu maksudku, kedua prajurit yang menjaga sisi pintu pun membukanya. Langkah kakiku membawaku keluar dari istana besar ini. Angin berhembus menyentuh kulitku yang membuat sensasi dingin. Aku mengingat-ngingat, apa yang harus kulakukan sekarang. Sekelebat bayangan melintas begitu saja di benakku. Aku teringat suatu tempat. Tempat yang harus kukunjungi saat malam tiba. Perlahan kedua sudut bibirku tertarik keatas. Aku melangkah menuju tempat itu. Tak sabar melihat hal apa yang sangat menarik di sana. Sebenarnya letak danau itu sedikit jauh. Puluhan meter jauhnya dari istana. Bukan. Bukan danau yang dipenuhi ikan-ikan pemakan daging itu. Tetapi yang kumaksud adalah danau yang dipenuh teratai dan bunga yang mekar diatasnya. Aku menatap sekelilingku tanpa menghentikan langkahku. Suara binatang kecil terdengar menghiasi sunyinya malam ini. Aku menggosok-gosok lenganku, merasa dingin. Dan rasa takut sedikit hinggap di benakku melihat kesenyapan malam ini. Setidaknya jalan yang kutempuh ini ada penerangnya berupa lampion-lampion yang bertengger di beberapa dahan pohon. Kunang-kunang pun turut memperindah jalan yang kulewati. Aku mengangkat gaun panjangku ini, agar aku bisa berjalan lebih cepat dari yang sebelumnya. Sungguh, memakai gaun panjang ala kerajaan ini sedikit membuatku kesusahan ketika berjalan, tetapi keuntungan lainnya adalah, kakiku lebih terasa hangat karena tebal gaun ini. Walaupun lengan dan leherku terasa dingin, tetapi setidaknya sebagian tubuhku tidak merasa kedinginan. Sedikit lagi. Aku sangat hafal dengan pohon berbatang putih yang tak jauh dari keberadaan danau itu. Ya, sedikit lagi aku sampai. Entah sudah berapa lama aku berjalan. Kini langkah kakiku terhenti tanpa menatap didepanku lagi. Napasku tersengal-sengal sekarang. Kepalaku tertunduk sambil mengatur napas. Kurasa aku sudah sampai sekarang. Aku mendongak. Seketika aku tertegun melihat pemandangan didepanku saat ini. Sesuatu yang membuat tenggorokanku tercekat. Aku terdiam cukup lama melihat pemandangan didepanku. Perlahan aku mendekat. Masih menatap tak percaya. Ini.... sungguh sesuatu yang tak pernah kubayangkan sekalipun. Bunga-bunga mekar yang berada diatas teratai-teratai itu memancarkan cahaya-nya. Seakan ada lampu yang berada didalamnya. Bunga-bunga itu menerangi danau ini. Ini sungguh di luar ekspetansiku. Ini sungguh luar biasa indahnya. Kini aku menelan semua omonganku tentang danau ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan danau yang penuh dengan ikan pemakan daging itu. Ini tampak lebih indah. Dibawah langit malam yang pekat, tempat ini seakan menerangi sekitarnya. Air danau yang tenang, dengan bunga-bunga diatas teratai yang meneranginya memanjakan semua mata yang melihatnya. Memang saat siang, tempat ini tidak begitu indah dibanding tempat lain. Tapi saat malam, tempat lain tidak begitu indah dibanding danau ini. Satu kata yang bisa kulontarkan sekarang. “Cantik.” Seumur-umur hidupku, aku baru melihat pemandangan yang luar biasa indahnya seperti ini. Pengorbananku untuk keluar dari istana dan merasakan dinginnya udara yang menusuk kulit seperti ini seolah dibayar dengan hal yang menakjubkan. Dan aku sangat bersyukur bisa melihat semua ini. Definisi dari kata cantik yang sesungguhnya. Terlihat biasa saja saat siang, tetapi sangat cantik saat malam. Dan inilah tempatnya. Sangat sederhana. Tidak ada tambahan apapun selain bunga-bunga yang bersinar itu, seakan bunga-bunga itu cukup untuk membuat semua orang yang melihatnya terperangah takjub. Aku melangkah semakin mendekat. Menatap semua pemadangan ini dengan tatapan berbinar. Perlahan-lahan muncul binatang kecil yang tubuhnya dapat bersinar. Kunang-kunang. Binatang kecil itu berterbangan di atas permukaan danau. Ada pun yang berada didekatku, membuatku meliriknya sekilas. Ah. Rasanya aku ingin terus berada disini. Sangat indah. Sayang jika aku harus meninggalkannya. Aku ingin terus melihatnya, melihat kecantikan yang terpancar dari danau ini. Kurasa beberapa saat lagi disini tak akan menjadi hal yang buruk. Aku duduk diatas rerumputan. Menikmati pemandangan yang tidak berubah. Tak sedikit pun aku berpaling darinya. Hatiku terasa hangat. Perasaanku lebih ringan sekarang. Hanya dengan melihat semua ini. Seolah-olah keindahan ini menarik semua beban yang ada padaku. Perhatianku terusik saat sebuah kunang-kunang hinggap di jariku. Aku perlahan-lahan mengangkat tanganku agar aku bisa melihat dengan jelas binatang ini. Sangat menggemaskan. Baru pertama kali ini aku melihat kunang-kunang. Karena aku yang tinggal dan di besarkan di kota, sulit bagiku untuk melihat binatang yang sangat jarang ditemui ini. Menurutku binatang indah ini dapat ditemui di hutan-hutan saat malam hari. Mom pernah berdongeng saat aku masih kecil tentang kunang-kunang. Katanya binatang ini adalah jelmaan dari kuku-kuku orang yang sudah mati! Aku tertawa pelan ketika mengingatnya. Dongeng yang lucu dan tak logis. Mana mungkin kuku-kuku orang mati itu bisa menjadi binatang cantik dan mengeluarkan cahaya seperti ini. Angin berhembus membuatku sedikit meringis kedinginan. Hal itu membuat kunang-kunang yang berada dijariku pergi. Aku bangkit dari duduk-ku, tetapi tidak melangkah pergi. “Menikmati pemandangan ini, heh?” Tubuhku menegang ketika mendengar suara seseorang dari belakang. Suara yang sangat rendah dan terdengar ... familiar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN