Sebuah suara yang dalam dan lembut menyapanya, "Selamat datang, Alice ... Kimberly ... sayangku ....” Alice menoleh. Tampak Xander dalam setelan gelapnya, duduk di kursi sudut dengan kaki bersilang dan jari-jari bertaut. Cahaya di sekitarnya temaram, membuatnya terlihat mistrius dan dingin. “Aku masih bisa memanggilmu sayangku, ‘kan? Jika kau tidak keberatan ....” "Oh ... Xander ...," sahut Alice. ”... atau CEO Xin, jika kau tak keberatan ...." Mata abu-abu Xander berkilau bak mata kucing di sudut gelap itu. Ia memandangi Kimberly dalam tampilan Alice dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Rambut pirangnya dan bibir merahnya membuat Xander pangling dari sosok Kimberly yang dikenalnya. Ketika Alice balas menatapnya, ia bisa melihat jelas mata biru cerahnya seperti langit. Dia sekarang be