BAB DUA PULUH LIMA

1992 Kata
‘Sebenarnya apa sih yang orang ini mau?’ , pikir Rei dalam hati.  “Joheun achim (selamat pagi), sunbae, Rei.” , sapa Sora dengan gugup dan bergantian melihat merek.  “Hei, kenapa kau tidak memberitahuku jika kau berangkat lebih awal?” , tanya Rei alih - alih menjawab sapaan Sora.  “Apa maksudmu? Bagaimana bisa aku memberitahumu saat ponselmu tidak bisa dihubungi?”, balas Sora tak kalah galak.  “Ah iya benar, aku lupa mengisi ulang baterainya semalam.” , jawab Rei dengan canggung sekaligus malu.     Sora menatap datar pada Rei karena sudah menuduhnya aneh - aneh. Yah, walalupun sebenarnya Sora memang tidak berniat menghubungi Rei karena merasa tidak enak mengingat kejadian semalam.  “Geundae (Tapi), setidaknya kau bisa menghubungi ibuku, kan?!” , keluh Rei yang tidak ingin kalah begitu saja.  “Ah molla molla (masa bodoh)! Kenapa kau jadi rewel sekali?! Makanya bangun lebih pagi!” , omel Sora yang tidak tahan lagi mendengar keluhan Rei yang benar - benar hal sepele.     Seowoo melihat keributan mereka sambil tersenyum geli merasa lucu dengan interaksi Sora dan Rei. Ia jadi merasa ragu bahwa Sora yang sekarang ini sama seperti Sora yang semalam malu - malu mengakui jika dirinya memiliki perasaan lebih pada Rei.  “Ya (hei)! Akutidur larut juga karena semalam kau-” , Rei menghentikan kata - katanya menyadari ada Seowoo yang tengah memperhatikan mereka dan melihat Sora yang sudah mengeraskan rahangnya yang menjadi tanda peringatan untuknya.  Sora menatap Rei dengan tatapan dingin dan mengancamnya memberi sinyal melalui tatapannya pada Rei untuk tidak mengatakan soal kejadian semalam saat dirinya tengah menangis semalaman.  “Aniya (Tidak jadi deh). Kau benar, aku yang seharusnya tidur lebih awal.” , Rei mengalah demi menghindari pecahnya perang dunia ketiga karena Sora yang akan mengamuk jika ia memberitahu orang lain soal semalam.  “Kau datang lebih awal, tapi tidak ikut latihan?” , kali ini ganti Seowoo yang mengambil perhatian Sora untuk berbicara dengannya.  Sora tersenyum canggung merasa enggan untuk memberitahu alasannya namun ia tahu bahwa hal ini tidak akan berakhir begitu saja jika dirinya tidak memberi jawaban yang meyakinkan, “Aku.. masih ijin karena sedang berhalangan. Yah, sunbae tahu.. Hal yang para laki - laki tidak akan pernah memahami bagaimana rasanya.” , jawab Sora berharap Seowoo akan mengerti tanpa ia harus mengatakannya secara gamblang.  Seowoo mengangguk mengerti, “Ah geureoguna (Ah begitu)..”  “Kalau begitu, aku permisi. Kalian silahkan lanjutkan pembicaraan kalian.” , Sora membungkukan sedikit tubuhnya seperti seseorang yang meminta ijin untuk lewat pada orang yang sudah tua.  “Neo eodi ga (Kau mau pergi kemana)?” , tanya Rei dengan suara lebih kencang karean Sora sudah berjalan pergi dari sana.  “Mengisi perutku.” , jawab Sora singkat tanpa menengok ke belakang.  “Aku ikut!” , sahut Seowoo dan langsung berjalan cepat menyusul Sora.  “Ya (Hei)!-” , panggil Rei canggung karena dirinya tiba - tiba merasa tidak senang pada Seowoo yang ikut Sora dan juga merasa tidak senang karena Sora tidak menolaknya sama sekali padahal dulunya dia sendiri yang jelas - jelas mengatakan tidak suka pada laki - laki yang populer. Tetapi dari semua itu, Rei lebih tidak senang pada dirinya yang tidak bisa menjaga komunikasinya dengan Sora agar lebih damai dan tidak terus - terusan bertengkar.  “Kalian lucu sekali.” , ujar Seowoo dengan sedikit berbisik pada Sora.  Kedua pipi Sora langsung memerah karena perkataan Seowoo, “Dakchyeo (Diamlah)!” , Sora menyikut pinggang Seowoo memberi peringatan padanya untuk diam.  Rei yang melihat hal itu dari kejauhan langsung merasa kepalanya mendidih. “Gae sekki (Orang kurang ajar itu)..!” , umpat Rei dengan tubuhnya yang tidak tahan ignin menjauhkan Seowoo dari Sora. Namun, ia tidak ingin Sora akan menganggapnya aneh dan bertindak kurang ajar jika ia melakukan hal itu.  ***  “Ahjumma (bibi), roti bakar tanpa kejunya satu.” , sahut Seowoo begitu mereka sampai di kedai yang terbuat dari kontainer tua yang disulap menjadi kedai minimalis yang praktis.  “Kau mau apa?” , tanya Sewoo pada Sora di sampingnya yang terlihat tidak nyaman karena siswi - siswi di sekitar mereka yang menatap pada dirinya dan Seowoo, atau lebih tepatnya pada Seowoo.  “A-aku.. aku mau yang double cheese saja..”  “Ahjumma, roti bakar dengan double slice cheese nya satu.” , sahut Seowoo lagi pada wanita tua penjual yang masih sibuk membuat pesanan roti bakar siswi lain yang telah memesannya lebih dulu.  “Ne (iya)~” , jawab bibi penjual tersebut ramah.     Sora berusaha mengabaikan semua tatapan yang pada kenyataannya memang bukan padanya, melankan pada seseorang dengan pesona berlebih yang tengah berdiri di sampingnya dengan penuh percaya diri dan tampak tidak terganggu dengan semua tatapan itu.     Sora menatap Seowoo penuh perhatian, mencoba menganalisis apa yang dimiliki Rei tetapi tidak para siswa lain miliki.  “ini milikmu.” , ujar bibi penjual pada dua orang siswi yang terlihat salah tingkah dan malu - malu karena adanyanya Seowoo.     Siswi yang rambutnya diikat ke belakang tanpa poni memberikan uangnya pada bibi penjual dengan malu - malu dan berusaha terlihat sopan agar terlihat baik di mata Seowoo.  “S-sunbaenim, a-annyeonghaseyo (S-senior, halo).” , ucapnya pada Rei sambil membungkuk cepat dan dengan terburu - buru pergi.     Seowoo yang baru ingin membalas sapaannya itu terlihat bingung dengan tingkah dua siswi itu yang langsung pergi begitu saja.   “Oh? Ini milik mereka.” , ujar Seowoo sambil mengambil sebuah dompet kecil berwarna pink milik salah satu siswi tadi yang tertinggal.  “Ah majne (Ah benar).” , respon Sora saat Seowoo menunjukkan sebuah dompet berwarna pink lembut dengan gantungan berbentuk kucing berwarna perak.  Seowoo menyodorkan dompet itu pada Sora, “Ini ambil. Kau kenal mereka? kembalikkan pada mereka." Sora dengan cepat mendorong menjauh dompet tersebut dan menggeleng dengan cepat, “Aniyo (tidak). Jeo meoreundaeyo (Aku tidak tahu mereka).” , tolak Sora yang mendadak menggunakan bahasa sopan tingkat dua hanya untuk menolak hal seperti ini.  Seowoo memiringkan kepalanya sebelah, “Geurae (Begitukah)? Ya sudah, nanti biar aku saja.” , Seowoo memasukkan dompet tersebut ke dalam saku celananya. Sora bernafas lega ia sudah berhasil menolak permintaan orang lain dan menyelamatkan dirinya dari situasi yang mungkin akan merepotkannya.     Saat mereka tengah menunggu pesanan mereka selesai, datanglah beberapa siswa dan siswi memenuhi bagian depan kedai. Salah seorang siswi tampak berdiri mendekati Sora dan menyenggolnya beberapa kali meminta dirinya diperhatikan oleh Sora.     Merasa terganggu, Sora pun menengok ke arah siswi tersebut dan ia terkejut itu adalah Chaerin. Saat Sora baru saja ini mengeluarkan kata - kata, Chaerin meletakkan jari telunjuk kanannya di  depan bibirnya memberik kode pada Sora untuk diam dan tidak bersuara.     Chaerin melirik ke arah Seowoo dengan tersenyum berbunga - bunga kemudian ganti melihat ke arah Sora dengan puppy eyes. Sora berusaha menangkap kode dari Chaerin yang terus menyenggol tangannya.     Pada akhirnya Sora menangkap maksud Chaerin yang ia pikir mengode ingin dirinya memperkenal Chaerin dengan Seowoo.  Sora mengangguk mengerti pada Chaerin, ia menarik nafas dalam - dalam sebelum memulai pertunjukkan menjadi sepupu Seowoo, “Seowoo oppa,” , panggil Sora dengan suara dibuat seramah mungkin seperti saudara sepupu pada umumnya.  Seowoo langsung menengok dengan tatapan bingung, “H-hm? waeyo (kenapa)?”  Sora tersenyum hingga matanya menyipit saat Seowoo menengok padanya, “Perkenalkan, ini temanku. Chaerin. Yang aku bicarakan kemarin.”  Seowoo menatap Sora yang sedang memaksakan dirinya untuk tersenyum lebar beberapa saat hingga akhirnya ia mengerti apa yang Sora bicarakan, “Ah iya, Chaerin. Neo Chaerin guna (Jadi kau yang bernama Chaerin)? Bangawo (salam kenal), aku Seowoo.” Seowoo tersenyum pada Chaerin, manis seperti biasanya namun mampu membuat Chaerin hampir kehilangan keseimbangannya sampai - sampai ia harus berpegangan pada Sora.  "ah iya, seperti yang kau tahu, aku sepupu Sora." , lanjut Seowoo sambil menyandarkan tangannya pada pundak Sora dan membuat mata Sora terbelalak tidak menyangka Seowoo akan bertindak sejauh itu. Seowoo yang menyadari Sora terkejut dengan tindakannya, hanya tersenyum dengan bibir juga matanya.  "Ah iya.. Aku Chaerin." , Chaerin berusaha terlihat manis dan anggun di depan orang yang ia cintai diam - diam selama ini.     Saat itu juga, mereka bertiga tidak tahu lagi harus bicara apa. Satu sama lain hanya tersenyum kikuk dalam ketidaknyamanan. Sora yang ingat akan permintaan Chaerin padanya waktu itu, memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua disana.  Sora melihat keadaan sekeliling dan kemudian mulai memegangi perutnya sambil meringis, "Duh aduduh.."  "Neo wae irae (ada apa denganmu)? Ya, gwaenchanha (Hei, kau baik - baik saja)?" , tanya Seowoo terlihat sedikit panik. Sedangkan Chaerin tidak tahu harus berbuat apa. Sora menjauhkan diri dari tangan Seowoo, "Aniya (tidak apa), na gwaenchanha (aku tidak apa - apa. Sepertinya perutku sedikit mules. Aku akan pergi ke kamar mandi." , pamit Sora terburu - buru pergi dari sana.  "Ya (Hei)! Rotimu!" , teriak Seowoo memanggil Sora yang sudah secepat kilat pergi dari sana.  "Aish, jinjja pallene (benar - benar cepat sekali)." , ujar Seowoo kagum pada kecepatan kabur Sora yang hanya dalam waktu hitungan detik.  Chaerin yang masih berdiri disitu hanya diam menyaksikan semua kejadian itu dengan cepat.  "Seowoo haksaeng (nak Seowoo)! Ini rotimu." , panggil bini penjual menegur Seowoo yang masih melihat ke arah Sora pergi.  "Ah ne (ah iya)." , Seowoo merogoh saku seragam putihnya dan memberikan dau lembar uang lima ribu won, "Gamsahabnida (terima kasih)." , Seowoo menerima dua roti bakar pesanannya dan juga pesanan Sora.     Seowoo yang alergi produk s**u apapun, termasuk keju, tidak berniat untuk menghabiskan semuanya dan juga tidak berniat untuk memberikannya pada Sora yang pergi lebih dulu entah kemana. Ia melihat bergantian roti baakar miliknya dan milik Sora, tidak tahu harus diapakan untuk roti bakar pesanan Sora ini.     Pada akhirnya, Seowoo menyadari Chaerin masih berdiri di tempatnya dan tengah mencuri - curi pandang padanya. Ia pun mendekati Chaerin yang membuat Chaerin semakin salah tingkah.  "Chaerin-a," , tegur Seowoo yang membuat Chaerin benar - benar salah tingkah.  "N-ne (i-iya)?" , jawab Chaerin gugup.  "apa kau ada alergi produk s**u?" , tanya Seowoo tiba - tiba.  Chaerin tidak pernah menduga Seowoo akan menanyakan hal seperti itu padanya, "N-ne (I-iya)?" , otaknya yang sudah terlanjur banjir dopamin karena Seowoo yang berada di dekatnya seperti ini dan juga berbicara padanya, pikirannya agak lambat mencerna apa yang baru saja Seowoo tanyakan padanya dan takut jika dirinya tidak salah dengar, "Aniyo (tidak)." , jawab Chaerin singkat setelah ia memahami sepenuhnya apa yang Seowoo katakan padanya.  Seowoo tersenyum, "Joha (Baguslah)! Ini untukmu." , Seowoo memberikan roti bakar pesanan Sora pada Chaerin.  Chaerin yang merasa ia kesulitan mengontrol pikirannya saat ini, tangannya dengan otomatis menerima roti bakar tersebut dari tangan Seowoo. “G-gomawo (Te-terima kasih).”  Seowoo tersenyum seperti biasanya, “Ah cham (oh iya), Sora mengatakan padaku kemarin kau ingin aku bertemu denganmu. Ada apa? Kita sudah bertemu sekarang.”  Chaerin terkesiap. Ia tidak menyangka Seowoo akan mengingat hal itu dan membahasnya sekarang, “A-anu..” , Chaerin yang sudah gugup menjadi semakin gugup mengingat niatnya untuk meminta Seowoo menemuinya adalah untuk mengungkapkan perasaannya selama ini pada Seowoo. “Hm?” , Seowoo menunggu dengan sabar.  Chaerin menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, “Ah - ha - ha, begini..” , rasanya sangat sulit untuk Chaerin mengatakan apa yang tertahan di tenggorokannya. Tetapi jika ia tidak melakukannya sekarang, maka tidak ada jaminan kesempatan ini akan datang lagi di masa depan.  Ia menarik nafas dalam - dalam, mempersiapkan dirinya untuk mengatakannya dengan jelas dan tidak berbelit - belit dalam satu tarikan nafas, “Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu.”  Seowoo yang merasakan akan terjadi lagi dimana orang lain menyatakan perasaan mereka padanya, sudah mempersiapkan diri untuk penolakan yang lembut dan tidak menyakiti perasaan orang lain, “Malhae (katakan saja).”  “Jigeum aniya (bukan sekarang). Najunge (nanti). Temui aku di atap sekolah siang nanti. Aku akan mengatakannya padamu.” , ungkap Chaerin dengan mantap dan terburu - buru karena kegugupan yang dirasakannya.  “Geureom (kalau begitu), najunge boja (sampai bertemu nanti).“ , pamit Chaerin undur diri dengan kikuk. Ia bergegas pergi dari sana karena tidak tahan lagi menahan rasa malu.  Seowoo hanya memandang kepergian Chaerin dengan tatapan biasanya.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN