BAB LIMA

2555 Kata
Selain berusaha keras untuk pertandingan, Sora juga mau tidak mau harus berusaha keras dalam pelajaran. Setidaknya ada hal yang bisa ia banggakan dari dirinya selain memiliki fisik yang kuat. Kemauannya itu lah yang membuatnya harus menambah waktu belajarnya setiap hari. Selain itu, dia juga bercita-cita ingin menjadi desainer, lebih tepatnya desainer gaun pengantin mengikuti jejak ibunya. Ia ingat betul bagaimana cantiknya gaun ibunya dalam foto pernikahannya dengan ayahnya pada saat masih muda dulu. Yah, setidaknya mereka terlihat bahagia di foto itu pada saat itu. Mungkin hal itu yang membuatnya terlihat sangat indah. Sesekali Sora pergi jalan-jalan sepulang sekolah untuk melihat-lihat gaun pengantin berbagai model yang dipajang di toko-toko penyewaan gaun pengantin. Tidak lupa ia mengambil gambar dengan ponselnya jika ada model gaun pengantin yang menarik perhatiannya. Saat melewati satu toko yang tertera tulisan besar “Seo Collections” yang bisa menyala seperti lampu di malam hari yang terpasang di atas pintu kaca sebagai pintu masuknya, Sora menghentikan langkahnya. Ia terpana melihat salah satu model gaun pengantin yang dipakai salah satu manekin yang terpajang di balik kaca depan toko. Gaun pengantin berwarna putih dengan lengan rendah sejajar dengan batas d**a, dengan tidak dipasang petticoat di dalamnya membuat bagian bawahnya jatuh menjuntai dan membuatnya terlihat sederhana namun elegan. Sora menyentuh kacanya berharap ia bisa menyentuhnya secara langsung. Seowoo ternyata adalah anak dari pemilik butik Seo Collections, atau lebih tepatnya butik ini adalah milik ibunya. Seowoo yang saat itu sedang mengunjungi ibunya sepulang sekolah, melihat Sora dari dalam toko. Awalnya ia ragu itu adalah Sora, tetapi ketika ia melihat lebih dekat, ia menyadari bahwa itu adalah benar Sora. Dari dalam ia bisa melihat jelas raut wajah Sora yang terpana dengan salah satu gaun yang dipajang di toko ibunya. Ia pun memutuskan untuk menghampirinya. “Gaunnya bagus bukan?” , tegur Seowoo yang membuat Sora terkejut akan kehadirannya yang tiba-tiba muncul di sampingnya. “Sunbae? Kenapa kau bisa ada disini?” , tanya Sora bingung. Seowoo tersenyum, “Ini butik milik ibuku. Apakah aku tidak boleh berkunjung?” , Sora terkejut kembali untuk yang kedua kalinya. Ia tidak tahu atau lebih tepatnya tidak menyangka bahwa ibunya Seowoo adalah pemilik toko ini. “Wah benarkah sunbae? Aku suka dengan desain gaun ini. Cantik sekali.” , jawab Sora dengan sedikit malu. Entah mengapa. Seowoo bisa melhat dengan jelas bahwa Sora benar-benar menaruh perhatian pada gaun yang Sora maksudkan. “Kau ingin melihat lebih banyak lagi?” , tawar Seowoo membuat Sora gelagapan. “A-aku.. A-apa boleh…” , Sora merasa senang sekaligus tidak enak. “Ayo masuk. Aku akan memperkenalkanmu pada ibuku.” , tanpa menunggu persetujuan Sora, Seowoo langsung menarik tangan Sora, membawanya masuk ke dalam butik. “Wah ternyata di dalam lebih luas dari perkiraanku.” , sahut Sora spontan saat melihat sekeliling. Secara otomatis, seperti ada sesuatu yang menghipnotis Sora, memanggilnya untuk mendekat, Sora langsung menghampiri satu per satu gaun yang dipakaikan pada boneka manekin yang terpajang mengelilingi ruangan. Membelai gaunnya satu per satu, merasakan tekstur bahannya, dan mencoba menebak bahan apa yang dipakai dan bagaimana bentuk kasar desainnya. Awalnya Seowoo membiarkan Sora tenggelam dalam pemikirannya akan gaun-gaun itu, tetapi lama-kelaman ia jadi tidak sabar. Ia mengira sora ingin mencoba satu per satu gaunnya, maka ia pun berinisiatif untuk meminta ijin pada ibunya agar Sora bisa mencobanya. “Sora, kemari, ikut aku. Aku akan memperkenalkanmu pada ibuku.” , ajak Seowoo dan Sora langsung mengikutinya. Dari luar, tampilan toko ini memang terlihat biasa saja dan tidak terlalu besar. Tetapi ternyata ketika memasukinya, kita akan bisa langsung melihat bentuk ruangan persegi panjang yang memanjang ke belakang. Di bagian depan banyak terpajang manekin-manekin yang memakai gaun dan ada juga manekin-manekin yang memakai jas. Jika kita masuk lebih dalam lagi, kita akan menjumpai sebuah ruangan dengan tirai besar dan juga kaca yang besar di balik tirai berwarna merah itu. Di depan tirai ada tersedia sofa sebagai ruang tunggu yang mana adalah tempat menunggu untuk melihat pasangannya yang sedang mencoba gaunnya. Seorang wanita dengan pakaian berwarna cream mencolok terlihat keluar dari tirai merah, dan Seowoo pun segera menghampirinya. “Eomma, aku membawa temanku. Dia sangat tertarik dengan gaun-gaun yang ada disini.” “Annyeong haseyo eomonim, nama saya Sora. Junior Seowoo sunbaenim di sekolah.” , ucap Sora sambil sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormatnya pada ibu Seowoo. “Ne, annyeong haseyo. Ini pertama kalinya Seowoo membawa temannya kesini. Apa kau ada hubungan khusus dengan anakku?” , tanya ibu Seowoo penasaran. “dia-“ , belum sempat Seowoo menyelesaikan kalimatnya, Sora langsung menggerakan kedua tangannya dengan cepat sebagai tanda bahwa apa yang baru saja ibunya Seowoo pikirkan adalah tidak benar. “Ti-tidak eomonim. Aku hanya kebetulan lewat, lalu sunbae melihatku dan mengajakku untuk masuk melihat.” , jelas Sora dengan cepat. “Oh begitu..” , jawab ibunya seowoo tanggung. “Maaf sudah mengganggu. Aku hanya terpesona dengan gaun – gaun yang ada disini. Benar-benar cantik!” Saat itu juga seorang wanita keluar dari balik tirai merah dan berkata kepada seorang pria dan wanita paruh baya yang duduk di sofa tepat di samping pria itu, “Calon mempelai sudah siap.” Saat tirai merah disibakkan, terlihat seorang wanita dengan rambut disanggul dan memakai gaun putih pendek di atas lutut di bagian depannya dan memanjang sampai menjuntai ke bawah di bagian belakangnya. “Cantik sekali...” , gumam Sora secara spontan. “Tentu saja cantik. Dia memakainya dengan bahagia.”, sahut Seowoo yang tidak diminta untuk menjawabnya. “Tidak, maksudku, gaunnya benar – benar cantik.” mata Sora berbinar. ‘Aku sendiri yang mendesain gaun itu. Kau menyukainya?” , sahut ibunya Seowwoo membuyarkan lamunan Sora. Sora mengangguk senang, “Aku ingin menjadi desainer juga suatu hari nanti. Seperti ibuku.” “Benarkah? Siapa nama ibumu? Aku kenal beberapa desainer, mungkin aku juga mengenal ibumu.” , raut wajah Sora berubah menjadi sedih, ia tersenyum getir. “Ibuku.. Dia pergi jauh.” , jawab Sora dengan tersenyum pahit. Setidaknya hanya itu yang bisa ia katakan. Ia tidak ingin orang lain tahu soal ayah dan ibunya yang bercerai. Pergi jauh yang Sora maksud adalah ia tidak tahu dimana keberadaan ibunya untuk saat ini, oleh karena itu ia merasa jauh dengan ibunya. Namun yang Seowoo dan ibunya tangkap berbeda dengan yang sebenarnya Sora maksud. Sehingga Seowoo dan ibunya yang mendengarnya merasa bersalah karena sudah mengungkit hal yang mungkin tidak ingin Sora ungkit. “Oh maafkan aku sayang.. Aku tidak bermaksud..” , ucap ibunya Seowoo merasa bersalah sekaligus iba. Apa aku boleh mengambil gambar gaun-gaunnya? Aku suka mengoleksi foto-foto gaun pengantin.” , tanya Sora mencoba mengubah suasana. Ia tahu betul bahwa tidak sopan mengatakan hal seperti itu. Sebuah desain hasil rancangan seorang desainer merupakan aset bagi mereka. Sama halnya sebuah lukisan hasil karya sang pelukis. Tetapi entah mengapa mulutnya dengan sendirinya mengeluarkan pertanyaan konyol seperti itu. Sora pun menyesal sudah menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu. Melihat reaksi ibunya Seowoo yang sedikit bingung membuat Sora langsung menjelaskan, “Aku mengoleksinya bukan untuk menjualnya. Tidak, tidak. Aku tidak menggunakannya untuk hal seperti itu. Aku hanya suka saja melihatnya.” , Sora sebenarnya tidak begitu yakin apa penjelasan darinya bisa diterima. Namun ia tidak berharap banyak. Tanpa diduga, ibunya Seowoo tersenyum dan berkata, “Kau boleh mencobanya kalau kau mau.” dengan mantap. Sora benar-benar tidak menyangka, begitu juga dengan Seowoo. Mereka berdua merasa senang sekaligus bingung. “Eomma?! Jinjjayo?!” , tanya Seowoo memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar. “B-benarkah?” , tanya Sora mencoba meyakinkan bahwa ibunya Seowoo tidak salah bicara. Ibunya Seowoo hanya tersenyum mengangguk. “Aku boleh memakainya? Memakai langsung di tubuhku?” , tanya Sora memastikan sekali lagi. Dan lagi-lagi ibunya Seowoo mengangguk mengiyakan. Sora merasa sangat senang sekaligus gugup, karena ini pengalaman pertama kalinya untuk Sora memakai gaun pengantin. Begitu juga dengan Seowoo. Ia merasa bersemangat sekaligus gugup. Ia tidak menyangka akan melihat Sora memakai gaun pengantin hari ini. *** Di sekolah, Rei masih dengan seragam sekolahnya, tengah sendirian di ruang musik sore itu. Biasanya ia latihan siang hari saat jam istirahat, tetapi siang tadi ruang musik sedang dipakai oleh group paduan suara untuk berlatih. Oleh karena itu, Rei menunggu hingga sore hari saat ruang musik benar-benar kosong. Mencari posisi duduk yang nyaman, melemaskan lehernya dengan memutar kepalanya dan mematahkan ke kanan dan ke kiri hingga terdengar bunyi dari gerakan yang ia lakukan. Setelah selesai dengan bagian lehernya, ia beralih ke tangannya. Saling mengaitkan ruas-ruas jari tangannya, mendorong maksimal ke depan, dan juga membuat gelombang hingga tangannya terasa lebih fleksibel. Ia pun membuka lembaran partitur lagu yang akan ia mainkan untuk kompetisi nanti. Sebuah musik klasik karya Frédéric Chopin yang berjudul Nocturne Op. 9 No. 2 . Lagu ini merupakan kesukaan Rei beberapa bulan belakangan ini. Karena hal ini pula, Rei jadi lebih bersemangat berlatih dan memainkannya dengan sepenuh hati. Setelah memainkan lagu yang sama dua kali, Rei pun berhenti dan mengambil ponselnya, mencari nama Sora dan mengirimkan sebuah pesan singkat. Sudah sampai rumah? Rei langsung meletakkan kembali ponselnya setelah mengirim pesan dan kembali memainkan piano dengan lagu yang sama, hanya saja kali ini ia percepat temponya. *** Sora yang sedang mencoba salah satu gaun yang ia pilih tidak menyadari pesan singkat yang masuk ke ponselnya karena ia memasukkan ponselnya ke dalam tasnya dan meletakkan tasnya di atas sofa. Ia dibantu oleh seorang pegawai wanita yang bekerja di sana saat memakai gaunnya, sedikit malu sekaligus senang, hanya itu yang Sora rasakan sekarang. Seakan-akan hari ini adalah hari pernikahannya. Saat itu juga ia teringat pada Rei. Tiba-tiba ia berharap Rei akan melihat dirinya saat ini. Terlintas di pikirannya ingin memberitahukan hal ini pada Rei, tetapi ia tidak ingin jika hal ini akan membuatnya terlihat jelas bahwa ia sedang mencoba menarik perhatian Rei. Tidak. Ia tidak mau seperti itu. “Nah, sudah selesai. Anda sudah siap?” , tanya pegawai tadi ramah. Sora melihat-lihat sebentar pantulan dirinya di cermin. Wajahnya merona, ia bahkan ingin menyebut dirinya cantik dengan gaun yang dipakainya. Gaun putih panjang yang menjuntai ke bawah hingga menutupi seluruh kakinya, lengan pendek yang hanya menutupi lengan bahu, sarung tangan putih yang memanjang hingga di atas siku, dan juga rambut panjangnya ia biarkan tergerai cukup untuk membuatnya merasa seperti Sora tercantik sepanjang hidupnya. Setelah cukup yakin, ia pun mengangguk menanggapi pertanyaan dari pegawai wanita tadi. Sang pegawai wanita itu pun membuka tirai merah besarnya dan Sora pun membalikkan tubuhnya perlahan memperlihatkan dirinya pada Seowoo dan ibunya. Seowoo yang tadi fokus pada ponselnya, secara tidak sadar membuka mulutnya terkejut dengan apa yang sedang ia lihat di depannya. Sedangkan ibunya Seowoo hanya tersenyum. Sora yang ditatap seperti itu merasa malu. Pipinya memerah saking malunya. “Cantik sekali..” , sahut Seowoo yang langsung berdiri dari duduknya. “Tentu saja cantik. Karena aku memakainya dengan bahagia.” balas Sora mengembalikan perkataan Seowoo yang mengatakan hal yang sama sebelumnya. Ibunya Seowoo terkekeh mendengar sarkas yang Sora lontarkan yang membuat Seowoo menganga tidak percaya. “Tidak, maksudku kau benar-benar terlihat cantik dengan gaun itu. Cocok sekali denganmu.” , jelas Seowoo berusaha meyakinkan. “Iya sunbae, aku mengerti. Gaun ini memang benar-benar cantik.” , Seowoo pun akhirnya mengalah. Ia tidak tahu harus bagaimana membalas sarkas dari Sora. “Eomonim, terima kasih banyak, karena sudah mengizinkanku untuk mencoba gaunmu yang cantik ini.” , ucap Sora sambil memainkan jarinya gugup. “Bukan apa-apa Sora. Berusaha terus sampai berhasil ya. Aku ingin berkunjung ke butikmu suatu hari nanti.” , sahut ibunya Seowoo memberi semangat. Perkataan dari ibunya Seowoo benar–benar menambah semangat pada Sora. Matanya berkaca–kaca hanya dengan perkataan seperti itu. Ini pertama kalinya dirinya mendapat dukungan dari orang lain selain Rei. Rasanya benar–benar bahagia. “Kalau begitu aku tinggal dulu ya, aku harus memeriksa beberapa barang yang datang hari ini.” , ibunya Seowoo pun pergi meninggalkan Sora dan Seowoo yang sekarang hanya tinggal mereka berdua di ruangan itu. Keduanya merasa canggung. Seowoo menggaruk lehernya tidak tahu harus mengatakan apa atau melakukan apa.Ini pertama kalinya ia merasa kikuk di depan seorang perempuan. Ia ingin menatap Sora sepuasnya, tetapi ia paham betul bahwa hal itu hanya akan membuat Sora tidak nyaman. “Sunbae, boleh aku minta tolong sesuatu?” , tanya Sora mengaburkan suasana canggung yang mulai memenuhi ruangan. “Apa?” “Bisa tolong ambil gambar diriku? Aku ingin mengingat penampilan diriku hari ini.” , jelas Sora. Seowoo mengangguk mengerti. Ia pun segera mengangkat ponselnya bersiap mengambil gambar Sora. Tetapi Sora menggerakan kedua tangannya cepat, “Tidak tidak! Maksudku dengan ponselku.” Seowoo mengangguk mengerti, “mana ponselmu?” , tanya Seowoo melihat sekeliling. “Tadi aku masukkan ke dalam resleting bagian depan tasku. Maaf sunbae, bisa tolong kau ambilkan?” , tanya Sora tidak enak sambil menunjuk tasnya. Seowoo mengangguk mengerti dan langsung pergi mengambil tas Sora yang tergeletak di ujung sofa. Ketika Seowoo menyalakan ponsel Sora, ia melihat pop up pesan yang Rei kirimkan. Raut wajahnya berubah saat melihat nama kontak Rei di ponsel Sora, yaitu nama Rei dengan simbol love di depan dan di belakang namanya. Sora bisa melihat jelas perubahan raut wajah Seowoo. “Ada apa?” , tanya Sora bingung. Ia khawatir apakah ada iklan situs aneh yang muncul di layarnya. Teguran Sora membuyarkan lamunan Seowoo, “Tidak. Langsung ku foto ya, siap? Satu, dua.” Sora pun menegakkan tubuhnya, melemaskan bahunya, dan mengembangkan senyumnya. Ia mencoba yang terbaik untuk berpose karena ia jarang berpose untuk difoto. Menurutnya, ini adalah hal yang sulit. Ia tidak mengerti bagaimana bisa para model berpose banyak gaya dan terlihat bagus. “ayo kita foto bersama.” , ajak Seowoo sambil berjalan mendekat pada Sora. Sora terkejut, “Foto bersama?” , sejujurnya ia tidak terlalu suka berfoto. Ia lebih suka jadi orang yang mengambil gambar, bukan yang diambil gambar. “Siap? Satu, dua, kimchiiii~” , ucap Seowoo mengangkat ponselnya tinggi dan memberi aba–aba. Karena ini adalah hal yang tidak terduga, Sora hanya bisa tersenyum sebisanya. Tidak terlalu lebar, hanya senyum kecil. Dari ekspresinya nampak jelas dirinya yang terlihat bingung. “Ini.” , kata Seowoo sambil memberikan ponsel Sora pada pemiliknya. Sora pun melihat hasil fotonya dan menyadari ada pesan masuk dari Rei sejak tadi dan langsung membalasnya. “Kau benar–benar tidak ada hubungan dengan Rei?” , tanya Seowoo tiba–tiba. “Maksudmu apa sunbae?” , Sora mengernyitkan dahinya tidak mengerti apa yang Seowoo tanyakan. “Aku tidak sengaja melihat nama kontak Rei pada pesan masuk darinya tadi.” , jelas Sewoo. Sora berpikir sebentar lalu terkekeh, “Nama ini dia sendiri yang menamakannya seperti ini. Agar tidak ada lagi laki–laki yang menggangguku katanya. Benar–benar konyol, ya? Kkkkk.” Seowoo diam sejenak tidak menanggapi penjelasan Sora. Ia sibuk memperhatikan Sora yang terus saling berbalas pesan dengan Rei. “Bagaimana jika itu aku?” , tanya Seowoo tiba–tiba. “Ne?” “Bagaimana jika itu nama kontakku yang kau jadikan perisai agar tidak ada lagi laki–laki yang akan mengganggumu?” , tanya Seowoo mantap. Sora yang mendengar hal itu langsung menghentikan jarinya yang mengetik pesan balasan untuk Rei. Ia berpikir sejenak mencoba mencerna perkataan Seowoo yang baru saja ia lontarkan padanya barusan. Sesaat setelah memahami perkataan Seowoo, ia langsung mengalihkan pandangannya pada Seowoo yang tengah menatapnya dengan serius. Mata mereka bertemu satu sama lain, dan saat itu juga ponsel Sora berdering panggilan masuk dari Rei.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN