BAB TIGA PULUH ENAM

1129 Kata
Sora merasa bersalah mendengar reaksi Rei, ia segera berlari menaiki tangga menuju kamarnya dan langsung pergi ke jendela kamarnya. Di sebrang, sudah ada Rei yang sudah berpakaian rapi sedang menelpon seseorang yang adalah Sora. "Apa yang terjadi? Kenapa kau masih memakai baju tidurmu?" tanya Rei langsung ke intinya saat melihat Sora. "Mesin airku mati. Tadinya kupikir hanya masalah kecil dan tidak akan butuh waktu lama untuk menyelesaikannya, namun ternyata lebih rumit dan butuh waktu lama untuk membereskannya." jelas Sora panjang lebar. "Kalau begitu mandilah di rumahku." Sora berkacak pinggang sebelah dengan tangan kirinya, "Sama saja. Aku harus menunggu tukang reparasinya pergi sebelum aku pergi." Rei memerosotkan bahunya pasrah, "Ya sudah.. Pastikan kau datang sebelum jam sebelas ya. Aku akan menunggu." "Geureomyeon andwae (jangan begitu), kau harus tetap tampil walaupun aku tidak datang." "Kalau begitu kau harus datang." , Rei tersenyum mengancam. "Neo jinjja (kau ini benar - benar)..!" , Sora menaikan tangan kirinya yang mengepal seakan - akan ingin memberikan satu hantaman besar tepat pada wajah Rei. *** Rei sudah pergi ke tempat kompetisinya bersama ayah juga ibunya. Sedangkan Sora masih menunggu dengan harap - harap cemas sambil terus melhat jam yang terasa bergerak semakin cepat saat ini. Perasaan khawatir Sora berkurang saat tukang reparasi tersebut mulai membereskan peralatannya, yang artinya sudah beres. "Apa sudah beres, paman?" , tanya Sora menginterupsinya. Tukang reparasi tersebut berdiri sambil mengelap tangannya yang kotor dengan kain lap yang sama, yang ia gunakan untuk mengelap keringat di wajahnya. Jujur saja hal itu sangat mengganggu bagi Sora yang begitu suka dengan kebersihan. "Boleh silahkan dicoba." , katanya dengan yakin. Sora segera menuju bak cuci piring dan menyalakan keran airnya. Keluar airnya. Sora tersenyum lega karena kini masalahnya sudah selesai. Ia pun beralih menuju kamar mandi dan menyalakan showernya. Airnya keluar. Sora merasa puas dengan hasilnya. Ia pun keluar dari kamar mandi untuk bicara dengan tukangnya. "Berhasil. Airnya sudah mengalir lagi. kerja bagus, paman. Terima kasih, ya.." , puji Sora. "Bukan masalah besar," . balas tukang yang terlihat berusia empat puluh tahunan tersebut. Tukang reparasi tersebut melihat sekeliling rumah Sora yang cukup besar untuk ditinggali berdua saja, "Apa kau tinggal disini seorang diri?" , tanyanya. Sora dengan kemampuan aktingnya langsung berpura - pura tertawa, "Ahahaha, apa kau bercanda, paman? Bagaimana bisa aku tinggal seorang dri di rumah sebesar ini? Tidak, aku tinggal dengan ayah, ibu, juga kakak laki - lakiku. Ibuku sedang pergi merawat nenekku yang sedang sakit, kakak laki - lakiku sedang berjaga di perbatasan, sedangkan ayahku baru saja pergi ke tempatnya bekerja beberapa saat sebelum paman datang." , jelas Sora berbohong dengan tenang agar terdengar meyakinkan. "Ah ini," , Sora merogoh saku depan baju tidurnya dan menyerahkan sebuah amplop putih yang ia lipat menjadi dua, "Ayahku menitipkannya padamu tadi pagi sebelum ia berangkat kerja. Katanya terima kasih" , ujar Sora berbohong. Bapak tersebut menerimanya dengan kedua tangannya, "Ah iya, ucapkan rasa terima kasihku juga ya." , Sora mengangguk mengiyakan. Sora terus menunggu dan mengawasi hingga tukang reparasi tersebut pergi. Saat berjalan menuju pintu, tukang reparasi tersebut melihat foto keluarga berukuran besar yang terpajang pada dnding yang bersebrangan dengan pintu. Foto besar tersebut menamplkan ayah Sora yang sedang memangku Sora kecil. Segera tukang reparasi tersebut mengetahui bahwa Sora telah berbohong padanya soal keluarganya. Ia tersenyum. Ia memahami apa yang Sora lakukan adalah untuk melindungi dirinya sendiri meskipun harus berbohong. "Saya pamit pulang dulu ya nak. Jaga dirimu." , pamitnya pada Sora. Sora mengiyakan, "Hati - hati di jalan, paman." Sora mengunci pintu gerbang setelah mengantar tukang tersebut hingga ke pintu gerbang. Segera ia berlari kembali masuk ke dalam rumah dan bergegas mandi. Ia sudah sangat terlambat. Jam sudah menunjukkan waktu pukul sepuluh lewat empat puluh lima menit saat Sora selesai mandi cepatnya. Ia bergegas berpakaian dan memakai rias wajah dengan terburu - buru. Ia bahkan tidak sempat untuk menata rambutnya. Sora meraih pita berwarna merah polkadot dan melingkarkannya di kepalanya membentuk sebuah bando. Setelah dirasa cukup, Sora bergegas turun. Saat itu juga ponselnya berdering, terdapat panggilan masuk dari Rei. Sora mengangkatnya segera sambil memakai sepatunya. "Iya Rei, aku sudah dalam perjalanan." , jawab Sora pada panggilan tersebut. Rei pun langsung memutuskan panggilan setelah mendapatkan informasi yang ia inginkan. Untuk pergi ke tempat kompetisi Rei, Sora terlebih dahulu harus berjalan kaki kurang lebih sepuluh menit menuju tempat pemberhentian bus. Saat Sora sedang di perjalanan pulang, Rei kembali menelponnya menanyakan hal yang sama. Begitu juga saat Sora sudah berada di dalam bus, Rei kembali menelponnya untuk menanyakan hal yang sama dan hal itu membuat Sora merasa jengkel karena dibuat terburu - buru. Setelah turun dari bus, Sora harus berjalan kembali kurang lebih selama lima belas menit untuk sampai di tempat kompetisi Rei. Lagi - lag Rei kembali menelponnya saat ia baru saja turun dari bus. "Neo eodiya (kau dimana sekarang)? Sekarang sudah peserta nomor lima belas." , ujar Rei dari panggilannya. "Aku sebentar lagi sampai, tunggu aku." , balas Sora dan langsung memutuskan panggilannya untuk berlari. Langkah lari Sora terhenti saat ia sampai di penyebrangan jalan karena lampu penyebangan masih menunjukkan lampu berwarna merah. Ia terpaksa harus menunggu bersama dengan pejalan kaki lainnya. Di atas lampu pejalan kaki yang masih berwarna merah, terdapat angka yang memberiahukan berapa lama lagi lampu pejalan kaki akan berubah. Saat itu, angka tersebut sedang menghitung mundur dari lima puluh tiga detik. Karena gelisah dan terbuu - buru, Sora merasa waktu lima puluh detik terasa sangat lama. Satu detiknya terasa seperti satu menit. Kakinya gelisah ingin segera menyebrang karena jalanan sedang tidak begitu ramai oleh kendaraan yang berlalu lalng. Namun, ia sadar, ia harus menaati peraturan yang ada. Setelah penantian yang terasa sangat lama itu, lampu pejalan kaki pun berubah warna menjadi hijau dan bunyi tanda waktu hitung mundur pun mulai berbunyi. Segera sedetik setelah melihat itu, Sora langsung berlari lurus ke depan tanpa melihat ke kanan dan ke kiri. Sebuah sepeda motor yang berukuran cukup besar datang dari arah belokan sebelah kiri Sora dengan kecepatan tinggi langsung berusaha mengerem mendadak namun tidak sempat dan langsung menghantam Sora hingga Sora terpental beberapa meter jauhnya. Orang - orang di sekitar langsung berteriak melihat kejadian tragis yang terjadi sangat cepat itu. Pengendara motor tersebut kembali tancap gas begitu menyadari dirinya telah menabrak seseorang. Sementara itu, Sora masih sadar saat dirinya sudah terbaring di aspal. Kepalanya terasa pusing dan pandangannya terasa kabur. Sora berusaha untuk bangun teringat ia harus segera pergi ke tempat kompetisi Rei, namun rasanya badannya sulit untuk bergerak dan ia merasa sangat megnantuk. Sora menyentuh kepalanya yang terasa nyeri dan terasa basah. Ia melihat tangannya yang terasa basah. Dilihatnya cairan berwarna merah terang ada di jari - jari tangan yang ia gunakan untuk memegang kepalanya tadi. Saat itu juga Sora pingsan dan kehilangan kesadarannya dan orang - orang mulai berkerumun mengitarinya sambil menanyakannya beberapa pertanyaan yang tidak dapat ia dengar dengan jelas. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN