“Kapan tepatnya hari kompetisimu?” , tanya Sora yang tengah mengelap meja makan bekas mereka makan tadi pada Rei yang sedang mencuci piring. Karena paksaan Sora tentunya.
“Hari Minggu nanti. Kau harus datang ya.”
“Oh hari Minggu, aku pikir saat hari kerja. Padahal aku sudah memikirkan melihat penampilanmu untuk alasanku tidak masuk sekolah nanti. Ahahahaha.”
Rei menatap Sora datar, “Pokoknya jangan lupa untuk datang. Acara dimulai jam sepuluh. Karena aku urutan ke enam belas, mungkin akan tampil sekitar jam sebelas lewat.” , jelasnya.
“Ah, rasanya aku ingin beristirahat seharian hari Minggu nanti, Rei. Melelahkan sekali melakukan semuanya sendirian.” , goda Sora mencoba untuk memancing Rei.
Rei memanyunkan bibirnya seakan tahu itu hanyalah omong kosong belaka, “Omong kosong kau ingin beristirahat seharian hari Minggu nanti. Awas ya kalau aku melihatmu jogging di pagi hari. Tidak akan kubiarkan kau kembali dengan kaki utuh!” , ancam Rei.
Sora spontan tertawa terbahak - bahak mendengar ancaman Rei yang terdengar sangat lucu di telinganya, “Dongdamiya (aku hanya bercanda)~”
“Na jinjjaya (Tapi aku serius).” , balas Rei membuat Sora ganti menatapnya datar.
Sora melipat kain yang ia pakai untuk mengelap meja tadi dan meletakannya di samping bak cuci piring, “Kkeokjeongma (jangan khawatir), aku akan datang.” , ujar Sora sambil meletakkan kepalanya di atas kedua telapak tangannya yang membentuk seperti mangkuk dan memasang wajah imut.
Rei yang sebal dengan tingkah sok imut Sora, langsung memberikan cipratan air dengan tangannya dari keran air yang menyala langsung ke wajah Sora di hadapannya, “Kau seharusnya khawatirkan kakimu.” , tegas Rei lagi mengingatkan Sora akan ancamannya yang sebelumnya.
Sora memejamkan matanya, menarik nafas dan membuang nafasnya dengan kasar mencoba untuk menahan dirinya tidak terpancing dengan tingkah Rei, “Ya! (Hei!)”
Rei memberikan senyuman lebar hingga matanya terpejam membentuk pelangi yang nampak manis namun sangat menyebalkan bagi Sora. Merasa tidak adil jika tidak membalasnya, tangan Sora langsung meraih kain lap yang ia gunakan untuk mengelap meja tadi, melemparkannya tepat ke wajah Rei dan langsung pergi dari sana.
Kain lap yang terdapat noda - noda saus rapokki yang berceceran di meja tadi, merosot perlahan dari wajah Rei menampilkan raut wajah Rei yang sudah berubah. Bibirnya tidak lagi menyinggung tinggi ke atas dan matanya menatap datar lurus ke depan.
“Kalau sudah selesai langsung pulang ya, Rei. Aku harus mengerjakan tugas dari tempat lesku.” , ujar Sora yang sedang menaiki tangga menuju kamarnya.
Rei tidak menjawab apa - apa. Mulutnya hanya komat - kamit mengutuk Sora sambil menyelesaikan cucian piringnya Sora dengan kasar.
Sora sudah sibuk dengan buku - buku tugasnya di kamarnya. Ia bisa mendengar suara pintu gerbang rumahnya dibuka dari kamarnya, dan saat ia melongo dari jendela, ia bisa melihat Rei yang sudah kembali ke rumahnya. Sora tersenyum geli saat mengingat apa yang telah ia lakukan pada Rei tadi. Ia pun menanti Rei masuk ke kamarnya untuk menyapanya.
Rei membuka pintu rumahnya dengan wajah masam. Ayah dan ibu Rei tengah duduk di sofa panjang berwarna krem muda menonton berita di televisi yang menampilkan sedang maraknya balapan liar di jalanan ramai pejalan kaki saat Rei kembali ke rumahnya.
“Oh wasseo (kau sudah kembali), bagaimana Sora? Apa dia baik - baik saja? Ibu dengar dari ayahmu katanya ayah Sora sedang pergi ke Singapura untuk beberapa hari.” , tanya ibunya Rei saat Rei berjalan melewati mereka dan langsung menuju tangga.
“Ibu tahu dia itu memang penyendiri.” , jawab Rei jutek sambil terus menaiki tangga.
“Walaupun begitu, bagaimana bisa ia tinggal di rumah sebesar itu seorang diri.” , ujar ibu Rei tidak bisa tidak khawatir.
“Tidak perlu khawatir, kaa-san (bu). Hantu pun tidak akan berani mendekati Sora.” , balas Rei dengan suara yang mulai menghilang saat ia tiba di depan kamarnya.
Ayah dan ibu Rei hanya saling pandang karena sama - sama tidak mengerti apa yang Rei maksud .
***
Hari yang dinanti - nanti oleh Rei dengan perasaan gugup sekaligus bersemangat pun tiba. Sejak ia bangun dari tempat tidurnya, hal pertama yang ia lakukan adalah memainkan lagu yang akan ia mainkan di penampilannya nanti. Entah sudah berapa kali Rei memainkan lagu yang sama, dengan tempo yang sama, juga dengan pembawaan yang sama.
Seseorang membuka pintu kamarnya dan ibunya memunculkan kepala dan separuh badannya memeriksa apa yang sedang Rei lakukan dengan membawa sendok sayur di tangannya. Namun Rei tetap melanjutkan permainan pianonya tanpa terganggu sama sekali dengan kehadiran ibunya.
“Rei, mau sampai kapan kau bermain piano? Ini sudah jam delapan dan kau masih dengan baju tidurmu sedangkan ayahmu sudah bersiap pergi.” , tegur ibunya dengan menunjuk jam dinding yang menempel pada dinding di atas jendela kamar Rei.
“Araseo (aku tahu), aku akan langsung mandi setelah ini.” , jawab Rei menyepelekan. Ibunya tetap berdiam diri di pintu seakan tidak yakin dengan apa yang Rei katakan.
Melihat ibunya yang tidak juga beranjak dari tempatnya berdiri, Rei menghentikan permainan pianonya, “Araseo, araseo (aku tahu, aku tahu). Ini yang terakhir. Aku janji.” , tambah Rei berusaha meyakinkan ibunya. Setelah mendengar itulah ibu Rei baru pergi meninggalkan kamar Rei.
Rei menepati janjinya untuk langsung mandi setelah memainkan lagunya yang terakhir. Saat mandi pun, Rei bersenandung lagu yang akan ia mainkan untuk kompetisi nanti. Ia benar - benar ingin otaknya agar hanya memikirkan lagunya dan tidak memikirkan hal yang lainnya karena ini adalah hari yang ia tunggu - tunggu.
Saat Rei kembali kemarnya setelah selesai mandi, ibunya sudah menunggunya untuk memberikan pakaian yang akan Rei pakai untuk penampilannya hari ini. Kemeja putih dengan jas hitam, celana bahan berwarna hitam, juga sepatu hitam mengkilap yang terlihat seperti baru.
“Ini pakailah ini. Okaa-san sudah menyetrikanya, tetapi bagian lengannya tidak mau rapi karena sudah terlalu lama terlipat.” , ujar ibu Rei sambil menempelkan kemeja putih tersebut pada tubuh Rei mencoba melihat kecocokannya pada badan Rei.
Rei benar - benar merasa terharu dengan semua yang ibunya lakukan untuknya di hari pentingnya, “Okaa-san (ibu), gomawo (terima kasih).” , Rei mendekat memeluk ibunya.
Ibunya terkejut dan merasa senang. Ia tidak bisa menyembunyikan senyum senang sekaligus bangganya.
“Sudah ayo cepat pakai bajumu. Ayahmu sudah menunggumu di meja makan untuk makan bersama.” , Rei melepaskan pelukannya dan mengangguk mengerti.
***
Sudah pukul sembilan dan Sora masih dengan pakaian tidurnya menunggu tukang reparasi menyelesaikan pekerjaannya membetulkan saluran air Sora yang tidak mau mengalir. Itu sebabnya Sora belum juga mandi ataupun mencuci piring bekas sarapannya. Untuk mencuci beras dan memasak nasi saja, terpaksa ia menggunakan air mineral untuk minum karena air keran di bak cuci juga tidak keluar airnya.
Sora menunggu dengan cemas, karena sebentar lagi jam sepuluh. Sebenarnya ia bisa saja mandi di tempat Rei, namun sama saja ia tidak akan bisa pergi begitu saja meninggalkan tukang reparasi seorang diri di rumahnya.
Saat masih menunggu dengan harap - harap cemas sambil memperhatikan tukang reparasi melakukan pekerjaannya, ponsel Sora berdering dan saat dilihat, itu adalah panggilan telepon dari Rei. Segera ia mengangkatnya tanpa ragu.
“Kau sudah bersiap?” , tanya Rei langsung ke intinya saat Sora mengangkat ponselnya.
Sora pergi menjauh agar tukang reparasi yang bekerja tidak mendengar pembicaraannya, “Ejeojji (bagaimana ya).. Aku sepertinya akan terlambat.” , jawab Sora dengan ragu namun merasa harus mengatakannya pada Rei.
“Mwo (apa)?!” , balas Rei dari seberang sana dengan nada sedikit meninggi dari sebelumnya hingga Sora harus menjauhkan sedikit ponselnya untuk melindungi telinganya dari suara keras yang hanya akan menyakiti telinganya.