BAB EMPAT PULUH ENAM

516 Kata
Rei menoleh ke belakang, “Cepat naik. Aku akan memberimu tumpangan sampai ke kelas.” Sora melihat ke sekitar pada tatapan murid - murid lain yang tengah menatapnya dan Rei dengan berbisik, “Hei, Rei, cepatlah berdiri. Orang lain tengah menatap kita.” , sahut Sora dengan sedikit berbisik. “Lalu kenapa jika mereka melihat?” “Mereka pasti akan berpikiran yang aneh - aneh. Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah, Rei.” Mendengar Sora yang terlalu peduli dengan pandangan orang lain, berdiri dan berhadapan langsung dengan Sora, “Neo.. eonje buteo ireolgeoya (Kau.. sejak kapan jadi begini)?” , tanya Rei khawatir. Sora tidak benar - benar mengerti apa maksud Rei. Ia tidak merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, “Mwoga (Soal apa)?” Rei membuang muka sesaat, lelah dengan sikap Sora yang seperti itu, “Dengar, orang selalu akan bicara. Tapi tidak selamanya. Mereka datang dan pergi. Seiring waktu mereka pasti akan bosan membicarakannya terus menerus. Jadi abakan saja.” , ujar Rei memberi nasehat. Mendengar nasehat yang Rei katakan padanya, membuat hatii Sora terenyuh dan matanya berkaca - kaca. Ia merasa drinya yang sedang terkunci dalam ruangan, dibukakan pintu oleh seseorang. Karena Sora tidak menjawabnya lagi yang artinya Sora mendengarkan perkataannya sebelumnya, Rei kembali berjomgkok di hadapan Sora, “Cepatlah. Waktu kita tinggal sedikit dan kau belum memakan sarapanmu.” Sora merasa apa yang dikatakan Rei itu tidak salah juga. Akhirnya dengan mencoba untuk mengabaikan pandangan orang lain, Sora maju perlahan, naik ke punggung Rei dan melingkarkan tangannya pada leher Rei. Dengan susah payah Rei menggendong Sora menaiki tangga. Rei yang memang jarang berolahraga merasa melakukan hal ini bukanlah hal yang mudah. Otot kakinya mula terasa panas saat mereka sampa di tengah tangga. Rei memutuskan untuk berhenti sejenak memberi waktu dirinya untuk mengambil nafas. Walaupun Rei tidak begitu suka berolahaga dan berkeringat, ia paham tentang teori olahraga termasuk apa yang terjadi saat ia terengah - engah dan otot mulai terasa panas. Sora merasa tidak enak telah membuat Rei kelelahan mendengar dari nafas Rei yang memburu, “Ya, geumanhae (Hei, sudahlah). Aku bisa berjalan sendiri dari sini. Turunkan aku.” , pinta Sora. Dulu ia sering meminta Rei untuk menggendongnya di punggungnya, tetapi tidak dalam kondisi seperti ini yang Sora inginkan. Sebenarnya jika kaki Sora baik - baik saja, ia bisa langsung melompat turun. Namun karena kondisi kakinya yang harus benar - benar dijaga dengan hati - hati. “Aniya (tidak).. hosh hosh.. Hanya tersisa beberapa anak tangga lagi.. hosh hosh..” , balas Rei tidak ingin harga dirinya jatuh hanya karena tidak sanggup menepati kata - katanya sebelumnya. Ia bersiap untuk kembali melangkah. Saat ia melongok ke atas, ia bisa melihat Seowoo tengah berdiri di ujung sana hendak berjalan turun ke bawah. Kekuatan Rei tiba - tiba muncul dengan dorongan ingin pamer pada Seowoo tentang dia yang sedang menggendong Sora. Benar saja, Seowoo tercengang melihat Sora yang tengah digendong oleh Rei. Mereka berpapasan di tengah, namun Rei bersikap seolah - olah tidak kenal dan tidak peduli. “Sora-ya?” , panggil Seowoo saat Rei telah melewatinya. Sora menoleh namun Rei tidak berhenti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN