BAB EMPAT PULUH TUJUH

1582 Kata
Semua pandangan mengarah kepada mereka berdua sepanjang perjalanan di tangga, di lorong, maupun di kelas. Tatapan kasihan mereka berikan kepada kondisi kaki Sora dan juga pada Rei yang terlihat sudah terengah - engah di awal pagi. Sora menyadari semua pandangan itu, namun, kali ini ia berusaha untuk tidak terganggu dengan hal itu dan lebih memilih untuk merasakan kesenangan kecil di hatinya karena situasi yang sedang terjadi padanya, yaitu fakta bahwa saat ini Rei tengah menggendongnya di punggung. Sora tidak mencoba untuk mengelaknya, ia tahu betul dirinya merasa senang saat sedang bersama dengan Rei. Sambil menikmati perasaan yang belum pernah terjadi padanya sebelumnya, ia ingin perasaan ini akan terus berlangsung terus sepanjang hidupnya tanpa akhir. Ia merasa dirinya sudah cukup bahagia dan tidak menginginkan hal lain lagi jika menjalani hari - hari seperti ini hingga akhir hayatnya. Seiring dengan semua euphoria yang ia rasakan, ada bayangan rasa takut disana yang mengintainya di kegelapan. Perasaan takut saat hari - hari sekolah telah berakhir, perasaan takut jika Rei memiliki seseorang yang ia sukai selain piano, atau perasaan takut jika Rei akan membencinya karena beberapa hal yang mungkin akan terjadi ke depannya. Semua itu berakar dari satu perasaan takut yang sama. Takut ditinggalkan. Dirinya yang sejak kecil sudah sering merasakan ditinggalkan, tetap saja, ia tidak pernah terbiasa ditinggalkan, ia tidak siap jika Rei akan meninggalkannya. Dengan bayangan rasa takut itu, Sora mencoba untuk menikmati sepenuhnya waktu - waktu yang ia habiskan dengan Rei. *** Bel tanda masuk berbunyi tepat setelah Rei menurunkan Sora di kursinya. Wajah Rei terlihat merah seperti tomat yang sebentar lagi akan masak. Tanpa sadar Sora memperhatikan wajah Rei dengan bibir yang berkedut memaksa ingin mengembangkan sebuah senyuman melihat wajah Rei yang memerah karena darah yang berkumpul pada semua pembuluh darah di wajahnya. Rei jadi ikut merasa ada sesuatu pada dirinya, begitu melihat Sora tengah memandangnya dengan ekspresi menahan tawa, “Mwo (apa)? Apa ada sesuatu di wajahku?” , tanyanya dengan berusaha menyembunyikan nafasnya yang terengah - engah. Tidak ingin membuat Rei berkecil hati setelah usahanya sejauh ini, Sora menyembunyikan tawanya dengan senyum seraya menggelengkan kepalanya, “Ani (Tidak).” Jujur saja, Rei merasa malu disenyumi oleh Sora. Tidak biasanya Sora tersenyum manis padanya kecuali saat ada sesuatu yang dia inginkan darinya. Wajahnya sumringah tetapi ia menahannya. Tidak ingin Sora melihatnya dan membuat hal itu jadi bahan leluconnya. “Joheun achim (Selamat pagi)!~” , sapa guru bahasa Inggris mereka begitu ceria dengan suara beratnya yang menggelegar terdengar seisi kelas mengalahkan suara - suara berisik dari banyaknya siswa dan siswi yang berbincang - bincang satu sama lain. Segera semua siswa dan siswi yang berkeliaran di kelas berhamburan kembali ke tempat duduknya, termasuk Rei. Semuanya bersiap duduk serapi mungkin sebelum guru yang mengajar sampai di podium dan mulai berbicara. Sora dengan sangat perlahan dan hati - hati, memasukkan kakinya ke dalam bawah meja agar ia bisa duduk dengan nyaman menghadap guru. “Jja (baiklah), apa semuanya sudah di tempat duduknya masing - masing? Seonsaengnim (guru) akan melakukan absen terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran.” , katanya dengan tegas dan gagah. Guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas Sora begitu menawan. Suaranya yang tegas serta bahu yang lebar, membuat para murid laki - laki di sekolah ini iri hati padanya. Belum lagi lengannya yang tampak kuat dan gagah. Tidak hanya membuat iri hati para murid laki - laki, pesonanya itu juga membuatnya cukup populer di kalangan murid perempuan. Tidak sedikit para siswi yang terpesona oleh bentuk tubuh dan juga suaranya. Biasanya para siswi yang menyukai pria yang lebih dewasa sudah dipastikan luluh padanya. Sedangkan wajahnya yang terlihat begitu imut disebabkan oleh matanya yang tidak terlalu besar dan akan membentuk garis pelangi ketika tersenyum, membuat para murid perempuan yang menjadikan visual sebagai daya tarik utama juga terpesona olehnya. Tetapi tidak dengan Sora. Ia justru merasa aneh pada guru bahasa Inggris yang mengajar di kelasnya. Menurutnya, guru mereka itu terlalu sempurna. Sora meyakini tidak ada manusia yang benar - benar sempurna di dunia ini. Seperti cahaya yang semakin terang maka akan semakin gelap bayangnya. Oleh karena itu, jika ia melihat penampilan dan sifat dari seseorang yang begitu terlihat sempurna, ia justru merasa aneh dan curiga. Ia penasaran kegelapan bayang macam apa yang orang tersebut miliki sehingga memiliki kesempurnaan di beberapa hal yang ia tunjukan. “Choi Sang Bin?” , sebut guru bahasa Inggris mereka mulai mengabsen dengan menyebutkan nama anak - anak mereka satu per satu. Laki - laki yang baru bangun dari tidur paginya mengangkat tangannya dengan malas, “Ne (ya, hadir).” , jawabnya dengan suara parau khas bangun tidur. Sora yang mendengarnya juga bertanya - tanya sejak kapan ia tidur pulas seperti itu hingga suaranya benar - benar seperti orang yang baru bangun dari tidur malamnya. “Choi Sang Bin, berhentilah tidur di sekolah seperti itu. Pinggangmu akan sakit nanti.” “Ne (iya) ~” , balas siswa bernama Choi Sang Bin itu sambil beranjak duduk tegak di tempat duduknya. “Baik, lanjut, Shin Eun Won?” , panggil guru bahasa Inggris kembali melanjutkan absennya. “Ne (ya, hadir).” “Lee Ji Woo?” “Ne (ya, hadir).” “Han Soo Min?” “Ne (ya, hadir).” “Kang So Ra?” Sora mengangkat tangannya tinggi - tinggi, “Ne (ya, hadir).” , jawabnya. Guru bahasa Inggris itu mengangkat kepalanya untuk melihat Sora yang terhalang murid - murid yang duduk di depannya, “Oh? Kang So Ra? Bagaimana kabar kakimu? Kudengar kakimu terluka?” , tanyanya membuat perhatian murid - murid lainnya yang ada di kelas ikut menoleh pada Sora. Seketika Sora merasa gugup melihat semua tatapan teman - teman sekelasnya menatap padanya, “A-ah, iya. Hanya luka sedikit.” , jawab Sora singkat, tidak ingin membesar - besarkannya untuk menghindari pertanyaan lanjutan. “Auh, sayang sekali kau terluka di saat seperti ini, padahal pertandingannya hanya tinggal menghitung hari, ya?” kata guru bahasa Inggris tanpa merasa bersalah karena secara tidak sengaja ia telah melukai perasaan Sora oleh perkataannya, “Tapi tidak apa - apa. Kau tidak perlu mencemaskannya. Kau hanya perlu fokus pada pemulihanmu.” , tambahnya lagi, mencoba untuk memberi semangat. “Ne (iya)..” , balas Sora dengan senyum getir. “Baiklah, kita lanjutkan, ya. Lee Ha Na?” Sora menunduk melihat kakinya yang terbalut gips dan juga perban tebal untuk menjaga kakinya agar tidak banyak bergerak, supaya proses pemulihan dan pertumbuhan tulangnya cepat. Sesekali Sora mencoba untuk menggerakkan kakinya yang terluka itu sedikit demi sedikit. Tetapi yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan juga nyeri karena sambungan tulangnya yang patah belum sepenuhnya pulih, sedangkan kakinya tidak bergerak sama sekali. Ia meringis, dari wajahnya terlihat jelas rasa nyeri yang ia rasakan. Rei yang tempat duduknya tepat di sebelahnya, memperhatikan gerak - gerik Sora sejak tadi ia menjadi perhatian sesaat seisi kelasnya. Ia menyadari, rupanya setelah menggendong Sora dari depan gedung sekolahnya sampai ke dalam kelas rupanya tak cukup untuk menghilangkan rasa bersalahnya pada Sora. Ditambah perkataan guru bahasa Inggris mereka yang menohok perasaanya. Ia yakin, perkataan tadi juga menyinggung perasaan Sora walaupun Sora tidak menunjukkannya. Walaupun begitu, Rei bisa melihat hal itu dari tatapan Sora yang tampak bergetar saat membalas perkataan guru mereka. Oleh karena itu, ia menatap kesal pada gurunya. Sebelumnya, Rei memang tidak pernah mengagumi guru bahasa Inggris mereka, karena Rei memang tidak pernah melihat penampilan dan otot adalah hal yang wajib. Setelah perkataan gurunya tadi, ia menjadi semakin tidak menyukainya. “Saito Rei?” , panggil guru bahasa Inggris mereka. Rei diam tidak menjawab. Ia masih merasa kesal atas ucapan guru bahasa Inggris tadi. Tak kunjung mendapat jawaban dari nama yang ia panggil, guru bahasa Inggris itu melihat sekeliling mencari murid yang bernama lain dari murid - murid lainnya, “Saito Rei? Apa tidak hadir hari ini?” , katanya lagi. Rei akhirnya mengangkat tangannya rendah, “Ne (ya, hadir).” , sahutnya dengan tidak bersemangat sebab ia masih menyimpan rasa kesalnya. “Ah, oke. Kenapa tidak menjawab di awal tadi.. Baik, kita lanjutkan.” *** Bel tanda istirahat telah berbunyi. Siswa dan siswi yang tadinya tengah fokus mendengarkan penjelasan guru mereka pada jam pelajaran kedua, sekarang sudah berhamburan keluar kelas untuk pergi mengisi perut mereka sebelum pelajaran ketiga dimulai. Sora dengan kondisi kakinya yang terluka, hanya diam di tempat duduknya sambil membereskan barang - barangnya yang berserakan di atas mejanya. Setelah semua teman - teman sekelasnya pergi, Rei beranjak dari tempat duduknya menghampiri Sora. “Kau mau aku ambilkan makan siang?” , tanya Rei menawarkan diri. “Bagaimana caranya? Aturan kantin mengatakan tidak boleh membawa makan siang keluar dari kantin. Rei mengangguk mengiyakan, “Ah, maja (benar).Kalau begitu apa kau mau makan siang dengan yang lain? Aku bisa pergi membelikannya. Kau mau apa? Roti bakar? Kue ikan? Tteokpokki (kue beras pedas)? Odeng (otak - otak)?” tanya Rei menyebutkan makanan kesukaan Sora. Sora terkekeh geli karenanya, “Aniya (Tidak). Bap, bap meokgo shipeo (Nasi, aku ingin makan nasi).” “Hmmm, kalau begitu aku akan membujuk petugas kantin agar diijinkan membawa makanan kantin kemari. Jamkkanman (tunggu sebentar, ya).” , katanya dan bergegas pergi meninggalkan Sora seorang diri di dalam kelas. “Ani (tidak)--, Rei!” , panggil Sora, namun Rei sudah terlanjur pergi. Sora menurunkan kedua bahunya pasrah. “Mwo (apa)?” , tanya Rei tiba - tiba muncul dari balik pintu, tetapi hanya menunjukkan kepalanya. Sora terkejut sekaligus tertawa kecil, “Jangan lupa tambahkan sosis. Hehe.” Rei tersenyum geli, “Ne eommeonim (iya, nyonya).” , balas Rei dengan hormat seolah - olah ia adalah b***k Sora.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN