Friend

1007 Kata
Sandra berdiri gugup dibalik pagar rumahnya memperhatikan jalanan, seperti yang tadi Farel sampaikan, Dimas akan datang untuk menjemputnya. Untuk pertama kali dalam hidup Sandra ia akan bertemu lagi dengan teman SMAnya, dimana teman dimasa ia tidak memiliki teman. Termasuk Dimas, ia juga ragu untuk mengatakan kalau Dimas adalah temannya, karena seperti yang disampaikan sebelumnya, ia tidak memiliki teman saat SMA. Mata Sandra bergerak gelisah saat kini sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya, kaca depan mobil itu turun dan memperlihatkan seorang pria memperhatikan rumah Sandra dan tanpa sengaja kini mereka saling melihat satu sama lain. Sandra ingat sekali bahwa ini benar Dimas yang ia tahu, namun Sandra memilih tetap diam. "Sandra!" Ujar pria itu langsung tersenyum lebar. Mau tidak mau kini Sandra bergerak membuka pintu pagar rumah untuk keluar menghampiri si pria tersebut. "Dimas?" Dimas mengangguk semangat, "wah benar-benar sudah lama sekali tidak bertemu, kamu sudah siap? Ayo masuk!" Sandra tersenyum kikuk namun bergerak masuk ke dalam mobil. Dan kini Sandra telah duduk di bangku sebelah Dimas yang sudah kembali melajukan mobil. "San, kamu masih ingat aku kan?" Dimas membuka obrolan. "Tentu, harusnya aku yang bertanya bagaimana bisa kamu masih ingat aku?" Sandra bertanya balik, namun yang Sandra sadari adalah Dimas masih sangat ramah, seperti yang ia ketahui dulu saat masih sekolah. "Tentu aku masih ingat, anak baru yang pintar dan sangat cantik." "Apa kamu salah orang?" Sandra langsung merasa ragu. "Hei, Orina Sandra Tanaya, aku dengan orang yang benar kan?" canda Dimas dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Sandra hanya mengangguk kecil dan menatap jalanan di hadapan mereka. Tidak tahu kenapa, ia mulai tidak nyaman karena kembali membahas masa yang tidak ia sukai itu. "Sandra, aku mengajakmu bertemu hanya untuk saling bertukar kabar dan berteman. Tenang saja aku tidak punya niat aneh-aneh. Aku langsung ingin melihatmu saat mendengar Farel mengatakan dia bertemu dengan kamu." "Ya, aku tahu kamu baik, kamu orang paling baik yang kukenal dulu saat SMA, terima kasih masih mau menemuiku lagi, aku senang." Sandra menoleh ke arah Dimas dengan senyum simpul, ia tidak mau membuat Dimas merasa tidak enak, padahal dia memiliki niat baik. "Aku juga senang bisa berteman lagi denganmu." "Kamu masih dekat dengan Farel sampai sekarang ya ternyata." Dimas mengangguk, "aku bekerja padanya sekarang." "Oh ya?" "Yups, bisa dibilang aku tangan kanannya sekarang, atau kasarnya sih pesuruhnya Farel." Tawa Dimas santai. Sandra ikut tertawa kecil mendengar candaan Dimas, "sudah lama?" "Hm, aku dan Farel emang temenan terus sih, cuma sejak Farel pegang usaha keluarganya aku jadi ikutan, ya gitu deh, intinya nemenin Farel biar dia ga puyeng sendiri." "Terdengar menyenangkan." "Kamu sendiri lagi sibuk apa, San?" Sandra angkat bahu, "tidak ada apa-apa, hanya sedang mempersiapkan usaha sendiri." "Oh ya? Keren banget." Dengan cepat Sandra menggeleng, "enggak keren sama sekali, aku sudah gagal berulang-ulang kali sampai orang tuaku jengah." "Its okay, asal kamu masih berusaha kita belum tentu tahu hasil akhirnya. Ya kan?" "Thanks Dim," Sandra mulai rileks karena vibes Dimas benar-benar sangat bersahabat. "By the way tentang kamu dan Farel..," Dimas ingin membahas hubungan Sandra dan Farel namun ragu harus memulai dari mana. "Farel memberi tahumu?" "Eum, aku hanya tahu orang tua kalian menjodohkan kalian, aku tidak tahu gimana dari kaliannya. Farel anaknya suka susah diajak ngobrol, ga jelas." Sandra tertawa mendengar ucapan Dimas, "ya karena emang ga perlu dibahas juga sih." Dimas melirik Sandra dengan tatapan miring yang hanya dibalas Sandra dengan angkat bahu, "ternyata kalian sama saja." "By the way kita mau kemana?" Tanya Sandra yang sudah merasa semakin nyaman mengobrol bersama Dimas. "Ngobrol di kafe dekat kantor Farel mau ga? Sekalian ajakin Farel." "Emang Farel lagi dimana?" "Dia masih di kantor tuh pasti." Sandra mengerutkan keningnya sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, "masih di kantor?" Dimas mengangguk, "emang biasa gitu." "Kantornya dimana Dim?" Mendengar pertanyaan Sandra langsung membuat Dimas terkaget, "wah emang bener, sepertinya perjodohan kalian ga usah dibahas, bahkan kamu belum tahu kantornya Farel." Sandra hanya bisa dibuat tersenyum malu, "ya karena begitulah." "Kamu tidak tertarik pada Farel sama sekali ya?" "Karena memang seharusnya begitu." "Kenapa?" "Eum.., aku sudah punya pacar." Dimas tidak kaget dan hanya angguk-angguk karena ia sudah mendengar hal ini dari Farel sebelumnya, "oh begitu ya. Kamu tidak bertemu pacarmu malam ini? Apa dia tahu kamu sedang pergi denganku? Aku tidak mau tiba-tiba ada yang menggebrak mobilku." Sandra tertawa mendengar ucapan Dimas, "dia tidak tahu sama sekali." "Serius?? Wah aku jadi benar-benar takut." Dimas tampak kaget dan was was. "Tenang saja, dia tidak akan peduli. Dia sedang asik sendiri." "Kamu terdengar seperti sedang bertengkar dengan pacarmu." Dengan cepat Sandra menggeleng, "ah tidak, setiap orang butuh waktu masing-masing kan?" Dimas mengangguk sambil terus memperhatikan jalanan, "hm.., bagus juga prinsip kalian, semoga hubungannya berjalan lancar. Argh, tapi aku merasa aneh mengucapkannya karena disisi lain aku tahu statusmu dengan Farel." "Kamu tahu banyak?" "Seperti yang kubilang tadi, Farel ceritanya ga jelas dan kamu sepertinya juga tidak ingin menjelaskan. Aku tidak tahu apa yang sedang kalian rencanakan, tapi sebagai pesuruh nya Farel, aku siap sedia jika terjadi sesuatu padanya." Dimas yang nyatanya memang bingung hanya bisa pasrah karena tampaknya ia belum bisa mendengarkan penjelasan yang jelas juga dari Sandra. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?" "Tentu, apa itu?" "Tentang Farel dan Meisya..." Dimas melirik Sandra yang tidak menyelesaikan pertanyaannya, "tentang Meisya?" "Mereka sudah tidak bersama?" "Sudah lama sekali, Farel tidak bersama Meisya sejak kuliah." "Oh, sudah lama ya ternyata." Dimas tertawa kecil, "kenapa? Kamu pasti punya kesan yang tidak baik dengan Mei ya?" "Bukan hanya dia, tapi secara keseluruhan tentang SMA jujur saja aku tidak memiliki kesan yang baik." Jawab Sandra sambil tanpa sadar tangannya bergerak tidak nyaman. "Walaupun begitu aku harap sekarang kamu sudah lebih baik, aku tau dulu itu masa yang sulit untukmu." "Terima kasih sudah sempat berniat baik padaku dengan menemaniku pulang di hari itu. Walaupun setelahnya kita tidak pernah bicara lagi." Sandra tertawa getir. "Kamu membuatku merasa bersalah." "Kamu jauh lebih baik dari yang lain, terutama sahabatmu sendiri." Jawab Sandra sambil menatap jauh ke depan. "Mengenai itu..." "Apakah kantor Farel masih jauh?" "Sekitar 10 menit lagi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN