"Hai sayang!" sapa seorang pria berkulit sawo matang dan mata besar tersenyum saat menurunkan kaca mobil sesampainya ia di depan sebuah rumah besar pada Sandra yang ternyata sudah menunggu.
Sandra tidak membalas sapaan itu dan lebih memilih untuk bergerak cepat masuk ke dalam mobil duduk di sebelah Dika, sang kekasih yang memang tadi ia minta untuk menjemput.
"Sayang, buruan pergi sebelum ketahuan aku keluar sama yang lain," desak Sandra melihat ke arah luar. Gadis itu memang memutuskan keluar dari rumah tanpa pamit, karena jika ijin pasti tidak akan diizinkan, terlebih kalau tahu ia pergi bersama Dika.
Melihat itupun Dika tidak banyak bicara dan langsung saja melajukan mobilnya cepat meninggalkan rumah bernuansa abu-abu itu.
"Kenapa lagi nih?" tanya Dika pada Sandra setelah beberapa saat dengan nada seolah situasi ini adalah hal yang sudah tidak asing lagi untuk seorang Sandra. Wanita ini memang selalu saja memiliki masalah yang diributkan dengan keluarganya.
Sandra menghela napas sembari menyenderkan tubuhnya sepenuhnya pada sandaran kursi mobil yang ia duduki, "keluargaku udah pada gila sepertinya. Gila, benar-benar gila."
"Gila gimana?"
Sandra melirik Dika sebelum menjawab, "aku mau cerita, tapi kamu pas dengernya jangan marah, oke?"
Dika terkekeh pelan, "apanih? Kenapa aku harus marah?"
"Janji dulu nggak marah dan mau dengerin aku," pinta Sandra menjulurkan jari kelingkingnya.
"Okey," Dika menyambut enteng kelingking kurus Sandra dengan kelingkingnya.
"Kamu tahu kan keluarga aku kurang suka sama hubungan kita?" Sandra sedikit memiringkan tubuhnya bicara agar bisa melihat Dika sepenuhnya. Ia bicara sambil kini mengelus pelas tangan pria nya itu.
"Sudah rahasia umum ga sih?" Balas Dika santai seolah ini bukan suatu masalah besar.
"Mendadak tadi mereka bilang mau jodohin aku sama orang lain. Gimana aku ga bilang mereka udah gila coba?"
Bukannya marah, Dika malah tertawa, "tinggal tolak aja apa susahnya? Kamu kan sayangnya ke aku, bener kan? Ya ga mungkinlah kamu terima perjodohan itu."
"Ya pasti aku tolak dong, tapi masalahnya si papa ngancem."
"Ngancem gimana?"
"Mau tarik semua fasilitas aku, termasuk semua modal yang sekarang aku pakai untuk buka usaha." Jelas Sandra dengan jelas memperlihatkan wajah sedih dan gusarnya pada Dika.
Dika membelalak kaget dan melihat ke arah Sandra, "seriusan?"
"Iya, makanya aku kesel banget."
"Tapi nggak mungkin deh kayaknya. Secara kan kamu anak bungsu, anak perempuan satu-satunya, anak kesayangan yang kalau minta apa aja langsung dikasih. Ga mungkin lah mereka tega ngelakuin itu, anceman doang itu mah, jangan takut." Dika mengusap lembut puncak kepala sang kekasih.
Sandra menarik napas dalam lalu melepaskannya agak keras sambil menggeleng, "awalnya aku mikir begitu, tapi dilihat dari gimana cara papa tadi ngomong, sepertinya ini ga cuma ancaman."
"Lalu gimana?" tanya Dika sambil angkat bahu.
"Aku nggak mungkin tinggalin kamu."
"Artinya kamu mau lepasin semuanya?"
Dengan yakin Sandra mengangguk dan wajah penuh tekad , "aku cinta banget sama kamu, apapun situasinya aku ga bakal ninggalin kamu. Ga papa lah kita mulai aja semuanya dari nol bareng-bareng, kita tunjukin kalau kita bisa tanpa mereka."
"Eum, kayaknya nggak bisa gitu deh sayang." Dika menjawab cepat dengan wajah yang menunjukkan kalau ia tidak sepemikiran dengan kekasihnya itu.
"Sayang? Maksudnya kamu nggak seneng dengan keputusan aku yang mau sama kamu? Aku prioritasin kamu diatas segalanya loh. Aku rela ninggalin segalanya, ngelakuin sesuatu untuk kamu." Sandra menatap Dika tak percaya.
"Bukan, bukan gitu maksudnya. Pasti dong aku seneng karena aku juga cinta sama kamu. Cinta aku itu besar banget ke seorang Sandra yang begitu cantik ini. Tapi secara logika ini bukan keputusan yang tepat deh sepertinya." Farel dengan cepat coba meredam amarah Sandra yang semakin tersulut, terlihat jelas dari wajahnya kalau Sandra sangat marah.
"Lah kok gitu? Kamu nggak mau kita berjuang bareng??"
"Sayang, dengerin aku dulu deh. Selama ini kita udah berjuang bareng kok, tapi liat aja sendiri kan kalau semuanya nggak bisa jalan mulus gitu aja, bahkan kita yang selama ini dibantu papa kamu aja belum bisa dapatin hasil maksimal. Kamu tahu sendiri kalau ngandalin tangan kosong itu akan lebih sulit, keluarga aku pun kamu tahu nggak sehebat keluarga kamu." Dika coba menjelaskan pemikirannya pada Sandra sang kekasih hati.
Sandra mendecak kesal sambil membuang pandangannya keluar jendela mobil sembari memijat pelipisnya, ia pusing sekali sekarang. Terlebih dengan respon Dika yang tidak sejalan dengan pemikirannya.
"Sayang...," panggil Dika karena setelah beberapa saat Sandra masih saja diam.
"Cuma aku sendiri yang sepertinya mau sama kamu, kamunya enggak. Cuma aku yang sayang, cuma aku yang mau perjuangin hubungan ini," ujar Sandra tidak mau menolehkan wajahnya pada Dika.
Dika memutar bola matanya malas, "jangan salah paham gitu dong, bukan gitu maksud aku. Aku juga nggak mau kita selesai gitu aja dan biarin kamu sama pria lain, aku sayang banget sama kamu, aku ga akan rela sama sekali. Tapi keputusan kamu yang tadi nggak tepat sayang."
"Tapi cuma ini yang bisa kita lakuin demi hubungan kita. Hubungan kita sedang dipertaruhkan sekarang! Kamu ga memikirkan hal itu ya?" Sandra masih belum bisa mencerna ucapan Dika.
"San, ingat kalau kita hidup di kehidupan nyata. Ini bukan kisah negeri dongeng yang mana kita bisa seenaknya ambil keputusan ga masuk akal dengan ending yang nantinya akan bahagian selamanya. Aku tahu kamu mengerti itu." Dengan pelan Dika kembali memberikam pengertian, namun tersirat nada penekanan dalam kalimatnya yang sedikit geram dengan pola pikir Sandra yang tidak sejalan dengannya.
"Ya terus gimana!?" kesal Sandra meninggikan nada suaranya karena sudah kesal bukan main. Ia sadar ucapannya tadi memang bukan keputusan terbai, namun dia tidak punya ide lain. Otaknya buntu.
"Emang harus banget kamu nikah sama pria pilihan papa kamu itu?"
Sandra tidak langsung menjawab, dia diam sejenak coba mengingat kembali pembicaraan menyebalkan saat makan malam. Walau sangat ingin melupakan apa yang dibahas tadi, tapi mau tidak mau ia harus mengingat kembali semua detail ucapan yang di sampaikan papa dan mama terkait perjodohan dirinya.
"Papa mama bilangnya aku harus coba dulu aja deket sama Farel dan jauhin kamu, nggak harus endingnya jadi sih, yang penting coba aja dulu jalanin. Seinget aku gitu," Sandra coba memberi tahu apa saja yang ia tangkap dari pembicaraan papa dan mamanya tadi.
"Nah, itu jawabannya!" dengan cepat Dika menjentikkan jari dengan semangat seolah menemukan jawaban luar biasa yang pasti berhasil.