"Nah, itu jawabannya!" dengan cepat Dika menjentikkan jari dengan semangat seolah menemukan jawaban luar biasa yang pasti berhasil.
"Apa?" Sandra masih belum paham.
"Yaudah kamu deket aja dulu sama pria itu, siapa namanya? Farel?"
"Lah kok?"
"Ya kamu seolah kenal dan jalan aja sama dia, tapi ya sekedar pura-pura biar papa kamu nggak tarik semuanya dari kamu. Yang kita mah juga lanjut aja tanpa sepengetahuan mereka, setelah beberapa lama dekat dengan Farel, kamu tinggal bilang aja kalau kamu emang ga cocok sama dia. Udah, selesai. Gimana? Simple kan?"
Sandra terdiam memikirkan ide Dika, otaknya sekarang terlalu lelah untuk berpikir cepat, namun ide Dika terdengar agak masuk akal, "jadi aku bohongin mereka?"
"Ya, nggak ada jalan lain, bukan? Emang kamu punya ide? Kalau aku sih udah mentok selain itu."
"Enggak sih, hanya saja..., kamu nggak masalah? Kamu bolehin?"
"Ya mau gimana, kita nggak punya jalan lain. Lagipula aku yakin perasaan kamu nggak bakal beralih dari aku. Bener kan?" Dika tersenyum sambil mengusap pelan puncak kepala Sandra.
Sandra menghela napas lelah, "nanti aku pikirin lagi."
"By the way kamu kenal sama si Farel itu?" lanjut Dika bertanya ingin tahu lebih.
"Hah?" Sandra mendadak terkaget mendengar pertanyaan Dika yang sepertinya mulai penasaran dengan pria lain yang akan dekat dengan Sandra.
"Ya, maksudnya sebelum ini kamu udah tahu sama si Farel yang mau dijodohin sama kamu ini nggak?" Dika mengulang pertanyaannya dengan pandangan yang fokus pada jalanan yang mereka lewati.
Sandra menelan ludahnya susah payah lalu menggeleng, "tidak, tidak begitu kenal."
"Oh jadi sebelumnya udah kenal?" Dika bertanya lagi karena sepertinya memang ingin tahu lebih banyak, atau memang ia hanya berbasa-basi saja.
"Sayang, aku nggak mau pulang deh kayaknya malam ini." Sandra yang tidak ingin membahas masalah Farel lebih banyak, mengalihkan pembicaraan.
"Lah terus?"
"Aku masih kesel sama papa mama dan juga Mas Gilang, pokoknya aku kesel sama orang-orang di rumah. Aku mau cari hotel untuk istirahat malam ini."
Dika tertawa, "yaudah siap deh tuan putriku. Mau hotel yang mana, hm?"
"Mau temenin ga?"
"Temenin apa? Tidurnya??" tanya Dika sambil kini tangannya bergerak menyentuh dagu Sandra iseng ingin menggoda gadis cantiknya itu.
Sandra menggeleng, "ambil dua kamar, mau ya? Aku mau istirahat dengan tenang tapi tetep ada kamu yang nemenin. Kalau aja aku ga bisa tidur, aku bisa spending time sama kamu. Kamu tahu kan kalau lagi kaya gini malemnya aku suka susah tidur."
"Duh, sorry banget sayang, malam ini aku nggak bisa."
"Kenapa? Kamu nongkrong sama temen kamu sampai pagi bisa, kok nemenin aku doang ga mau? Aku ga minta apa-apa, cuma istirahat doang kok, hotelnya juga nanti aku yang bayar semua," kesal Sandra karena belakangan Dika memang sering sekali mengatakan kalau ia bermain dengan teman-temannya bahkan sampai sering lupa waktu.
"Aku harus pulang karena beberapa malam ini aku nginep di luar, aku udah bilang sama nyokap. Kamu paham kan? Kalau belum bilang nyokap mah aku pasti nemenin kamu." Jelas Dika sambil memegang lembut salah satu tangan Sandra.
Sandra menghela napas lelah karena ia sudah tak bisa bicara apa-apa lagi, "yaudah lah."
"Tapi sebelum nyari hotel kamu mau kemana dulu aku temenin deh, asal jangan ngambek gini," umbuk Dika sambil kini mengelus-elus tangan Sandra yang ia pegang agar gadis itu luluh.
"Mau langsung ke hotel aja, ngantuk." jawab Sandra singkat, moodnya sudah memburuk sekarang.
"Yakiin? Kamu jangan ngambek dong, iya sih tahu kalau ngambek kamu tuh cantik dan gemesin, tapi akan lebih cantik lagi kalau kamu senyum, ayo dong sayang jangan marah gitu."
Sandra pun mau tak mau kini tersenyum, lagipula ia paling tidak bisa dipuji-puji oleh Dika, perutnya langsung merasa geli, "iya deh iya, aku nggak ngambek. Aku emang cuma mau langsung istirahat dan biar kamunya juga buruan pulang, biar mama kamu juga seneng anaknya pulang dengan selamat. Mama kamu pasti juga kangen sama kamu."
Dika tertawa puas dengan Sandra yang sangat mudah dibuat luluh, ia kini bergerak cepat mencium pipi Sandra dan kembali fokus pada jalanan.
"Dika, kamu abis minum ya?" nada bicara Sandra terdengar berbeda setelah ia mencium bau pekat alkohol saat tadi Dika menciumnya sekilas.
"Enggak kok." dengan cepat Dika menjawab.
"Jangan bohong! Tadi kamu bilang lagi di bar kan sebelum jemput aku!? Aku kan udah bilang buat berhenti minum! Kamu kok nggak mau denger sih??" Sandra emosi karena ia sudah sering meributkan perihal kebiasaan buruk Dika yang suka mabuk terlebih belakangan ini, pria itu bahkan sudah beberapa kali terlihat seperti orang bodoh di saat mabuk dalam sepengetahuan Sandra, tidak tahu apa yang terjadi diluar pengetahuannya. Mungkin saja lebih buruk, bukan?
"Aku cuma minum sedikit." Singkat sekali jawaban dari Dika, bahkan nadanya juga seolah acuh.
"Iya sedikit karena aku udah keburu nelfon kan? Kamu itu ya, susah banget dibilanginnya, toh ini juga demi diri kamu sendiri. Untungnya apa sih? Toh kalau udah mabuk juga sering aneh-aneh. Gimana kalau orang tua aku tahu? Mereka bakal tambah nggak suka sama kamu, Dika! Aku udah bosan ngingetin kamu masalah ini mulu, tahu nggak!?"
Tiba-tika Dika memukul stir yang ia pegang hingga membuat Sandra kaget, "minum nggak minum juga ga bakal pengaruh, karena selamanya orang tua kamu ga akan suka denganku! Jangan jadiin hal yang ga penting jadi alasan deh!!"
"Sayang??"
"Udah lah, aku nggak mau bahas ini. Kamu pikir aku nggak kesal? Kamu pikir cuma kamu yang kesal? Kamu juga mau berantem denganku sekarang?"
Sandra menarik napas dalam untuk tenang dan tidak terpancing emosi agar suasana tidak menjadi lebih buruk, keadaan sudah cukup kacau sekarang, ia tidak mau menjadi lebih buruk lagi. Setidaknya ia dan Dika harus baik-baik saja saat semuanya sedang berantakan, bagaimanapun caranya.
"Okey lupakan, aku cuma mau istirahat dengan tenang malam ini. I am sorry kalau kata-kata aku bikin kamu marah. Aku salah," Sandra mengalah dengan cara meminta maaf, dan memang seperti inilah biasanya. Sandra mau melakukan apapun agar hubungannya baik-baik saja.
Dika memijat pelan pelipisnya lalu bergerak mengambil salah tangan Sandra untuk ia cium beberapa kali, "maaf, aku malah ikut marah, aku emang salah dan alkohol membuatku ga waras. Aku sayang sama kamu, maaf ya. I love you."
Sandra hanya bisa tersenyum seadanya dan mengangguk, "love you too."
"Jangan pernah tinggalin aku ya, you know how much i love you. Walaupun seberapa kesal dan marahpun aku ke kamu, rasa sayang aku ga pernah berkurang sedikitpun." Tambah Dika masih menggenggam erat tangan Sandra.
Sandra memperhatikan genggaman tangannya dan Dika, semua memori perjalanannya dengan Dika selama ini tanpa sadar berputar di dalam kepala gadis itu, ia kini mengangguk dan memperhatikan pria yang ia cintai itu, "makasih ya sayang."
"Untuk apa?"
"Semuanya, aku ga bisa bayangin kalau aku nggak sama kamu."
Dika terkekeh, "aku nggak akan biarin kalau kamu nggak sama aku."