Chapter 9

1302 Kata
Cklek! Aurora masuk ke ruang di mana biasanya Xander menghabiskan waktu yang katanya bekerja. "Kita jadi pergi hari ini kan, Xander?" tanya Aurora dengan mata berbinar menatap Xander. Xander mengangguk walaupun hatinya melarang. Demi Aurora ia pasti akan turuti. "Iya jadi." "Aku akan bersiap-siap!" seru Aurora dengan semangat. Ia pun langsung berlalu meninggalkan ruangan Xander menuju ke kamarnya. 'Apa kau yakin akan pergi ke dunia manusia, Xander?' tanya Jack, memindlink Xander. Nada suara wolf itu terdengar tidak yakin. Xander menghela napasnya berat. 'Sebenarnya aku tidak yakin, Jack. Apalagi setelah peringatan dan Daddy kemarin,' balas Xander. 'Kalau begitu jangan pergi!' cegah Jack dengan tegas. Xander menggeleng samar. 'Tidak bisa. Aku tidak akan kuat melihat mata Aurora yang berbinar bahagia menjadi redup karena pembatalan ke dunia manusia.' Jack terdiam. Ia juga tidak ingin melihat Aurora menjadi murung lagi. Apapun yang diinginkan Aurora, akan mereka turuti. Aurora adalah cinta mereka, dan gadis itu harus bahagia. 'Kita hanya akan pergi sebentar saja,' ujar Xander meyakinkan Jack dan dirinya sendiri. Jack tidak menyahut lagi, Xander pun bergegas menyiapkan diri. Sekitar setengah jam, Xander keluar dari kamarnya dan ia sudah melihat Aurora yang tengah menunggu di ruangan utama. Gadis itu telah menunggunya ternyata. "Kau sudah siap?" tanya Xander. Aurora mengangguk semangat dengan senyum cerah. "Sangat siap sekali!" "Ya sudah, ayo!" Aurora mengangguk dan langsung berjalan mengikuti Xander. Aurora mengerutkan dahinya, kenapa mereka berjalan ke bawah tanah? "Kenapa kita lewat sini?" tanya Aurora takut, pasalnya semakin masuk ke dalam jalan bawah tanah yang ia lewati semakin gelap. "Jangan takut, kita ke sini untuk mengambil mobil. Tetap di dekatku kalau kau merasa takut akan gelap ini," ujar Xander. Aurora menurut dan dengan cepat ia mendekatkan tubuhnya ke Xander. Xander tersenyum tipis, berdekatan dengan Aurora seperti ini membuatnya bahagia. Ditambah dengan aroma Vanilla Aurora yang semakin tercium di hidungnya. Sangat memabukkan. 'Aku ingin segera menandai nya, Xander. Agar aroma Vanilla itu semakin kuat tercium olehku,' cetus Jack tiba-tiba. Lalu lolongan semangat terdengar di pikiran Xander, tanda Jack sangat tidak sabar. Xander memilih mengabaikan ucapan Jack, sebenarnya ia juga tidak sabar untuk menandai Aurora. Tapi ia tidak mau gegabah dan berakhir berantakan, jadi dia memilih untuk menunggu waktu yang tepat. Lama melamun, Xander tidak sadar kalau ia dan Aurora sudah tiba di ujung ruangan bawah tanah, dan dihadapan nya kini ada terparkir sebuah mobil sport yang tahun lalu Daddy nya berikan. Padahal saat itu menurut Xander ia tidak akan menggunakan mobil itu karena tidak berguna, tapi tidak dengan sekarang. Xander bersyukur dia memiliki mobil, karena itu bisa membuatnya dan Aurora pergi dengan cepat menuju dunia manusia. "Ayo masuk!" Aurora mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobil, di ikuti dengan Xander yang berputar dan membuka pintu mobil di tempat kemudi. "Apa jurang kemarin sangat jauh dari sini? Dan bagaimana kita bisa mencapai atas? Bukankah kita sedang berada di bawah, di jurang maksudnya," cerocos Aurora, ia mengerutkan dahinya dan matanya mengerjap-ngerjap. Xander tersenyum tipis. "Kita tidak melewati jurang kemarin, karena ada jalan yang lebih bagus untuk sampai ke dunia manusia." Xander membalas, ia mulai me-starter mobilnya. Aurora mengangguk paham, kini ia memilih diam dan melihat jalanan sekitar yang hanya ditumbuhi oleh pohon-pohon dan rumput-rumput liar. Xander melajukan mobilnya dengan kecepatan standar mengingat jalan yang ia lalui tidak beraspal, dan hanya tanah. Satu jam berlalu, Aurora menguap. Kenapa lama sekali? keluh nya dalam hati. Xander melirik Aurora yang duduk di sebelahnya, wajah matenya itu terlihat kalau ia bosan. "Kalau kau bosan, kau bisa tidur." Aurora tersentak karena Xander berbicara tiba-tiba. Tapi kemudian ia mengangguk. "Baiklah aku tidur, jangan lupa bangunkan aku jika sudah sampai." Xander hanya diam. Tentu saja ia akan membangunkan Aurora nanti, kalau tidak untuk apa ia jauh-jauh pergi ke dunia manusia bukan untuk Aurora? Tak lama mata Aurora terpejam dan sepertinya ia sudah memasuki alam mimpi. Xander kembali fokus untuk menyetir. Satu jam kemudian, akhirnya mobil yang Xander kendarai sudah memasuki dunia manusia. Xander mengguncang pelan bahu Aurora. "Bangunlah, Ara." Aurora melenguh dan menyesuaikan pandangannya dengan sekitar. "Kita sudah sampai?" gumamnya. Xander mengangguk. "Sudah, tapi kita akan ke mana dulu?" "Ke flat ku!" seru Aurora, kantuknya sudah hilang dan nyawanya sudah terkumpul penuh saat mendengar ia sudah tiba di kota nya. "Di mana?" tanya Xander. Memilih mengiyakan saja arah tujuan mereka. Aurora mengucapkan alamat di mana flat nya bersama Anna. Xander mengangguk dan menghidupkan GPS yang ada di mobilnya, ia akan mengganggu GPS untuk mencari alamat flat Aurora. Ternyata tidak jauh dari posisinya sekarang, Xander pun langsung melajukan mobilnya ke flat Aurora. Tidak sampai lima belas menit mereka akhirnya tiba, dan Xander memarkirkan mobilnya di parkiran belakang flat ini. Tepat saat mobil berhenti, Aurora bergegas keluar dan berjalan duluan. Xander berdecak. "Hei, tunggu aku!" Aurora menepuk dahinya, ia meninggalkan Xander. "Ayo cepatlah." Xander menggerutu pelan, apa yang akan Aurora lakukan? Kenapa dia begitu semangat? keluh Xander dalam hati. Xander mematikan mesin mobilnya dan keluar tak lupa dengan mengunci mobilnya kembali. Xander berjalan cepat mendekati Aurora yang seperti ogah-ogahan menunggunya. "Tunggu aku!" "Iya-iya." Aurora berhenti menunggu Xander mendekatinya. "Sebenarnya apa yang kau cari?" tanya Xander. "Ini tempat tinggal ku," ujar Aurora. Xander menatap Aurora, jadi matenya ini tinggal di sebuah flat berlantai lima. "Hm, ayo!" Xander mengikuti langkah Aurora yang terlihat semangat memasuki flat ini. Aurora berjalan ke arah lift dan menekan tombol ke atas. Tak lama lift berbunyi dan terbuka, Aurora dan Xander pun masuk ke dalam lift itu. Aurora menekan tombol angka 3 dan perlahan pintu lift itu tertutup dan bergerak naik ke atas. Ting! Pintu lift terbuka dan Aurora keluar dengan langkah cepat meninggalkan Xander yang berdecak kesal melihat tingkah Aurora yang sangat terburu-buru. Aurora berhenti tepat di pintu bernomor 36, tangannya bergerak ke arah layar kecil yang ada di gagang pintu. Gadis itu menekan beberapa digit nomor yang sudah ia hafal diluar kepala. Akhirnya, Anna aku akan bertemu denganmu lagi! seru Aurora dalam hati. Tit! Pintu pun terbuka, Aurora melangkah masuk dengan langkah lebar. Dahi Aurora mengerut dalam. Di mana Anna? Aurora berjalan masuk lebih dalam, ia menuju kamar Anna. Tapi kosong. Di mana Anna? Aurora masih melihat barang-barang Anna di kamar ini jadi tidak mungkin jika Anna sudah pindah. Kemudian, Aurora berjalan ke kamar di sebelah kamar Anna yaitu kamarnya. Kosong juga. Mata Aurora membulat melihat kamarnya yang kosong, bahkan tempat tidurnya di angkat keatas seperti tidak akan digunakan lagi. Dan sofa kecik yang ada di kamarnya ditutupi oleh kain putih, tidak bukan sofanya saja. Barang-barang lainnya juga ditutupi oleh kain putih. C'mon, kenapa kamar ini seperti dikosongkan saja? Apa Anna berpikir ia sudah tidak ada makanya kamarnya di bersihkan dan dikosongkan seperti ini? Xander hanya berdiri diam di belakang Aurora, ia tidak tau harus berkata seperti apa. Ia hanya melihat raut wajah matenya yang bercampur antara bingung dan sedih. "Apa kau baik-baik saja?" Aurora menggeleng. "Apa Anna berpikir aku sudah tiada dan makanya ia mengosongkan kamarku?" tanya Aurora pada dirinya sendiri. Xander menghela napas. Sekarang ia tahu masalahnya. "Siapa Anna?" "Sahabatku," balas Aurora. Xander berjalan mendekati Aurora yang masih bingung. "Ayo kita pergi dari sini, sepertinya temanmu sedang tidak ada di sini," ujarnya. Aurora menggeleng. "Aku ingin bertemu dengan, Anna. Aku merindukan nya," tolak Aurora. Xander menghembuskan napasnya. "Lalu? Apa kau ingin menunggunya sampai pulang?" Aurora berpikir. Sepertinya Anna memang mengira ia sudah tiada, terbukti dengan kamarnya yang dikosongkan dan di bersihkan seperti ini. Dan kalau ia tiba-tiba muncul mungkin Anna akan kaget dan mengiranya hantu. Aurora menghela napasnya, wajah yang tadi ceria kini malah suram. "Ayo kita pulang!" Xander mengernyit, tapi kemudian ia mengangguk dan menarik pelan tangan Aurora agar mengikutinya. "Sudah jangan sedih, aku akan membawamu ke tempat yang lebih indah," hibur Xander. Aurora hanya diam, tidak membalas. Xander menghembuskan napasnya berat. Ia tidak suka melihat wajah murung Aurora, ia lebih suka melihat raut wajah ceria dan berbinar seperti tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN