Chapter 5

964 Kata
"Apa kau sungguh-sungguh tidak ingin keluar dari sini? Tetap tinggal di kastilku ini?" tanya Xander, memastikan. Pria itu tidak menampik jika dirinya sangat senang dengan ucapan Aurora barusan. Aurora mengangguk dengan penuh keyakinan. "Tentu saja! Apa kau tidak senang dengan hal itu?" tanya nya. Xander menggeleng cepat. "Aku bahkan sangat senang mendengarnya!" Refleks Xander pun memeluk Aurora dengan erat, Aurora sendiri hanya bisa terpaku. Dia tidak siap dengan pelukan tiba-tiba ini, ia yakin sekali jika pipinya sudah sangat memerah saat ini. "Oh iya, kau belum menjawab pertanyaanku tentang Luna tadi," ujar Aurora. Ia baru teringat akan pertanyaan yang ia ajukan sebelum makan tadi. "Yang mana? Ulangi lagi," pinta Xander. "Apa itu Luna? Dan kenapa saat kita berjalan tadi orang-orang di sini selalu menunduk padamu? Dan kenapa mereka memanggil mu Alpha dan memanggilku Luna?" ujar Aurora, ia mengulangi pertanyaannya yang tadi. "Baiklah aku jawab," Xander menjeda kalimatnya. "Pertama, Luna itu adalah pasangan Alpha yang Moon Goddess takdirkan sejak dulu. Dan kedua, mereka menunduk karena mereka menghormati mu dan juga menghormati ku. Dan terakhir, dia memanggilku Alpha karena aku pimpinan pack ini, dan kau di panggil Luna karena kau pasanganku," jawab Xander panjang lebar. Aurora mengangguk paham. "Kalau aku pergi bagaimana?" tanya Aurora. Rahang Xander terlihat mengeras. "Tidak boleh! Bukannya tadi kau bilang tidak akan pergi?!" "Walaupun aku sangat ingin tinggal di sini, tapi ini sangat bukanlah bukan duniaku," ujar Aurora. "Aku tidak mau tahu! Kau hanya akan di sini, bersamaku. Aku tidak akan membiarkan mu pergi dari sini," ujar Xander, ia mendesis tidak suka. Kepala Aurora tertunduk dalam. "Tapi bagaimana dengan mereka? Keluarga dan sahabatku pasti mencariku," ujar Aurora pelan. "Mereka pasti sudah menyerah menemukanmu, karena kau sudah jatuh ke jurang yang dalam dan mereka pasti beranggapan bahwa kau sudah tiada," ujar Xander tanpa pikir panjang. Aurora membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa saja yang baru ia dengar. Bisa-bisanya Xander berkata seperti itu! Aurora diam, rasanya mood jalan-jalan nya sudah hilang. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah sendiri. "Kalau begitu, tinggalkan aku sendiri dulu," pinta Aurora. Xander menggeleng. "Tidak bisa, nanti kau kabur." Aurora menghentakkan kakinya kesal dan berbalik menuju istana, ia akan pergi ke kamar yang ia tempati kemarin saja daripada harus berduaan bersama Xander. Xander memejamkan matanya saat melihat Aurora berbalik ke arah istana. 'Seharusnya kau lebih bisa mengontrol emosimu, bodoh!' umpat Jack dalam pikiran Xander. 'Diamlah kau sialan!' Xander pun memutuskan mindlink nya dengan Jack. Xander akhirnya berjalan ke arah istana, ia akan menemui Aurora. Tak lama Xander akhirnya sampai di depan pintu kamarnya. Tangan Xander bergerak untuk memutar kenop pintu. Ceklek! "Ara, ak-." Dahi Xander mengernyit melihat kamar yang kosong. Di mana Aurora? Ya tuhan, semoga Aurora tidak kabur. Xander pun dengan cepat memindlink Alden, betanya. 'Aurora tidak ada di kamar! Cepat cari Luna-mu dan suruh juga penjaga lainnya mencari Aurora,' titah Xander. 'Baik, Alpha,' balas Alden dengan suara beratnya. Xander pun memutuskan mindlink nya dan berjalan menyusuri istana yang besar ini, mencari Aurora nya. 'Biarkan aku yang mengambil alih Xander! Penciumanku lebih tajam dari padamu! Aku bisa merasakan aroma Vanilla Aurora di istana ini!' seru Jack. Xander memilih menurut karena apa Jack ucapkan benar adanya, penciumannya sangat buruk sebelum ia menandai Aurora. Sedangkan Jack memang di beri penciuman yang tajam walau matenya belum ditandai. Mata biru laut Xander berubah menjadi gelap, pertanda bahwa Jack sudah mengambil alih tubuh Xander. Jack terlihat sangat tergesa-gesa mencari Aurora, bahkan ia tidak peduli bahunya sesekali menabrak para maid yang sedang berjalan. Hidungnya penangkap aroma Vanilla milik Aurora. Berada di ruang bawah tanah. Jack segera turun di tangga yang ada di sudut belakang istana. Bagaimana Aurora bisa tau jalan menuju ruang bawah tanah? Jack dan Xander berharap bahwa Mate mereka baik-baik saja, pasalnya di ruang bawah tanah itu banyak tahanan seperti penghianat, Rogue dan ada beberapa Vampire. "Ara!" seru Jack dengan keras membuat Aurora yang tengah berbicara dengan seorang wanita tersentak. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jack, ia mendesis dan menatap tajam pada tahanan di depan Aurora. Ayolah! Aurora dengan santai nya berbicara pada seorang wanita dari klan Vampire. Apakah matenya tidak sadar kalau Vampire itu bisa saja melukai dirinya? "Aku tadi hanya berkeliling, dan tidak sengaja menemukan tangga dan aku pergi menuruni tangga itu dan sampai di sini," jawab Aurora jujur. "Lain kali kau tidak boleh ke sini! Ayo pergi." Jack menarik tangan Aurora. Aurora menggeleng dan menepis tangan Xander. "Tapi Xan-." "Aku Jack, bukan Xander," potong Jack. Aurora mengangguk paham dan ia melihat warna mata Xander yang bukan biru laut, yang pastinya itu adalah warna mata Jack. "Tapi aku sedang berbicara dengannya Jack," protes Aurora. Jack memajukan tubuhnya ke telinga Aurora. "Apa kau yakin? Dia itu Vampire, dan apa kau tidak berpikir kalau dia bisa saja menyakiti mu?!" bisik nya. Tubuh Aurora menegang. Wanita yang berbicara padanya tadi adalah seorang Vampire? Aurora membalikkan tubuhnya menghadap Eliana, wanita yang Jack bilang Vampire. Aurora meneliti wajahnya Eliana. Matanya merah, dan wanita itu tengah tersenyum menyeringai menatapnya. "Ah, seharusnya kau tidak mengatakan padanya kalau aku ini Vampire. Hampir saja aku meminum darahnya tadi," ujar Eliana. Jack menatap tajam Eliana. "Tutup mulutmu, b***h!" "Ayo kita pergi, Ara." Jack menarik lembut tangan Aurora agar mengikutinya. Aurora sendiri hanya terpaku diam. Mungkin tadi ia sudah kehabisan darah seperti apa yang Eliana bilang, wanita itu ingin meminum darahnya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Jack, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Aurora mengangguk. "Aku baik-baik saja." "Aku mau kau tidak pergi ke sana lagi, di sana berbahaya," ujar Jack. Aurora mengangguk. "Maaf, harusnya aku tidak pergi ke sana." "Tidak masalah. Sekarang ayo ke kamar, dan istirahat lah. Kau pasti lelah." Aurora mengangguk. "Eh, tapi aku lupa kamarnya ada di mana. Terlalu banyak kamar di sini," ujar Aurora sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jack mengacak rambut Aurora dengan gemas. "Ayo ikuti aku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN