Agra mencari tempat yang tepat, sampai menemukan rerumputan di pinggir jalan yang sudah sangat sepi. Tubuh Agra condong membuka pintu mobil Inara. “Ini apa-apaan sih, Pak?! Bahaya, tutup lagi.” “Lebih bahaya kalau kamu ada di dalam mobil, Inara. Turun ya,” ucapnya bahkan membuka seabelt sang istri. Inara kebingungan, apalagi saat satu tangan Agra menggenggamnya. “Mobil saya disabotase, bahaya kalau kamu tetep disini. Saya dorong kamu pelan keluar, jatuhnya ke rumput pinggir itu jadi gak akan terlalu sakit.” “Pak! Jangan drama deh! Ini mau gimana sih?! Gak paham!” “Nanti paham sendiri. Kamu sekarang keluar dulu, remnya blong. Di depan ada turunan.” “Tung- BAPAKKKK!” BRUK! Inara didorong keluar mobil. Lutut menghantam tanah yang keras hingga berdarah, begitupun dengan keningnya. “Aduh…