Supir taksi sialan itu babak belur gue hajar, andai Papi tidak melerai kami mungkin supir itu sudah mati di tangan gue, amukan tadi untuk melampiaskan rasa marah dan sedih melihat kondisi Ghania yang tak kunjung sadar. Hati gue hancur beribu-ribu kali lipat melihat tubuhnya yang tadi mulus kini penuh dengan luka dan perban. Wajahnya bengkak dan kepalanya entah berapa banyak jahitan yang akan membekas seumur hidup. “Sayang, bangun dong jangan kelamaan tidurnya.” Gue genggam tangannya yang masih terkulai lemah, gue cium beberapa kali agar dia bisa merasakan cinta tulus dari hati ini untuknya, tidak ada reaksi ataupun gerakan. Gue lemah setiap berhadapan dengan Ghania, dan kali ini kelemahan gue semakin terlihat nyata. Gue takut mata indahnya tidak akan terbuka lagi, gue takut senyum cantikn