MWDG.06 AKAN MENIKAHI WANITA YANG SEUMURAN DENGAN ANAKNYA
Meski aku mengalami kegagalan menjadi seorang pengantin wanita dengan beberapa orang pria, itu tidak membuatku merasa patah semangat untuk selalu membuat gaun pengantin. Meski aku belum mendapatkan kebahagiaan dalam hal perasaan pribadi, tapi setidaknya aku bisa membahagiakan orang lain dengan karyaku. Sedikitpun tidak ada rasa cemburu di hatiku kepada mereka yang tengah berbahagia. Melihat senyuman yang merekah, wajah yang merona, dan raut wajah kebahagiaan dari para calon pengantin, memberikan aura positif bagi siapa saja yang melihatnya. Termasuk pada diriku yang ikut serta dalam menyukseskan moment bahagia mereka. Dan aku juga akan merasakan hal yang sama setiap kali menghadiri pesta pernikahan atau melihat seorang wanita dengan gaun pengantinnya.
Setiap kali aku membuat sketch atau menggambar gaun pengantin, aku selalu membayangkan berbagai keindahan yang dapat memberikanku inspirasi. Terkadang aku harus pergi ke suatu tempat agar mendapatkan ide lebih, di saat klien ku memiliki banyak kemauan yang harus aku penuhi. Selain itu aku juga harus mengingat beberapa point penting yang sangat diinginkan oleh calon pengantin pada gaunnya. Agar gaun pengantin yang aku buat, sesuai dengan keinginan dan harapannya. Bahkan aku sering ikut terjun dalam beberapa tahap pembuatan selain hanya sekedar mengawasi para pekerjaku. Seperti yang aku lakukan siang ini di ruang produksi yang ada di gedung butik bridal milikku.
Saat aku baru memasuki ruang produksi, aku berdiri sejenak di depan pintu produksi sambil memegang pagar pembatas tangga. Dari ketinggian aku melihat banyak karyawanku yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, di tengah ruangan yang cukup luas dan lebih rendah dari posisiku berdiri saat ini. Beberapa orang di antara mereka ada yang sedang memotong kain, menjahit, memasang payet pada tile sesuai motif yang telah aku buat, serta mengerjakan berbagai pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan proses produksi sebuah gaun pengantin. Namun saat aku memperhatikan mereka yang sedang bekerja, tiba-tiba mataku tertuju seorang karyawan yang tengah berdiri dan membuat pola di sebuah meja yang ada di salah satu sudut ruangan. Membuatku yang merasa penasaran dengan apa yang tengah ia buat sendirian, menuruni anak tangga dengan perlahan dan melangkah menghampirinya.
"Pola apa yang sedang kamu buat, Nona?" Aku bertanya kepada karyawanku yang tengah asyik dengan alat tulis dan penggarisnya.
Spontan ia menoleh ke belakang dan menatapku dengan wajah kaget. Dengan gugup ia bersuara, "No-nona Muda... Maaf aku tidak tahu kalau Nona Muda ada di sini."
"Tidak apa-apa. Pola apa yang sedang kamu buat... En... Apa kamu anak baru di sini?" Aku kembali bertanya sambil melirik pada bagian dadda baju seragamnya yang belum bertuliskan nama.
"Ya, Nona. Aku masih dalam pelatihan."
"Siapa namamu?"
"Namaku Hai Rong, Nona."
"Oke. Hai Rong, pola apa yang sedang kamu buat?"
"En... Aku sedang membuat pola gaun pengantin sesuai dengan standar di butik ini, Nona."
"Apa aku boleh melihatnya?"
Sambil bergerak ke samping dan memberiku jalan ia berkata, "Tentu saja. Silahkan, Nona."
Aku berdiri diam memperhatikan pola yang telah dibuat oleh Hai Rong itu beberapa saat. Kemudian aku berkata, "Hai Rong, ada beberapa yang harus kamu revisi dari pola ini."
"Baik, Nona."
"Apa sebelumnya kamu belum diberitahu oleh kepada bagian produksi tentang beberapa ketentuan wajib di butik ini saat membuat pola?"
"Belum, Nona. Ini hari pertamaku di sini. Tadi kepala bagian hanya memintaku untuk gambar pola gaun pengantin versiku sendiri atas ilmu yang telah aku punya. Setelah itu, mungkin beliau akan memeriksanya dan memberi tahuku beberapa hal yang belum aku ketahui."
"Baiklah. Kalau begitu biar aku beri tahu sekarang beberapa hal penting saat membuat gaun pengantin. Karena gaun pengantin ini memiliki ciri khas yang membedakannya dengan design pakaian pada umunya."
"Baik, Nona Muda."
Aku melirik pada selembar kertas yang menjadi patokan ukuran dari gaun yang akan dibuat oleh Hai Rong. Kemudian sambil menunjuk ke beberapa bagian pada pola gaun yang telah jadi aku berkata, "Pola yang kamu buat ini lebih condong ke pola pakaian biasa, Hai Rong. Karena untuk gaun pengantin modern, sebaiknya garis pinggangnya diturunkan 4 hingga 6 cm agar bentuk badan pemakainya terlihat lebih ramping. Siluet yang biasa diaplikasikan pada gaun pengantin kebanyakan memiliki bentuk melebar pada bagian bawah dengan potongan pinggang. Atau kebalikannya, bisa penuh di bagian atas tubuh sedangkan bagian bawahnya memiliki potongan pinggang. Untuk gaun bagian bawahnya yang melebar, agar terlihat langsing dan anggun kita bisa memakai kupnat garis hias princess. Atau untuk potongan ala royal, garis hias kupnat bisa kamu aplikasikan pada bagian bawah dadda. Jadi sekarang tergantung padamu ingin membuat gaun dengan pola yang bagaimana. Sesuaikan saja dengan temanya."
"Baik, Nona."
Belum selesai aku bicara dan memberi pengarahan kepada Hai Rong, asistenku Fen Lian tiba-tiba datang menghampiriku dan berkata, "Permisi Nona. Tuan Muda Chen datang untuk menemui Nona."
Seketika aku merasa kaget mendengar kedatangan kakakku Drex Chen ke butikku. Ia yang selama ini terkenal sangat kaku dan dingin, biasanya sangat malas datang ke butikku yang pengunjungnya kebanyakan wanita. Apalagi ke datangannya ke mari selalu menjadi pusat perhatian dari dulu hingga kini. Sehingga kami lebih sering membuat janji temu di luar butik atau bicara langsung saat bertemu di villa kediamannya. Karena semenjak beliau menikah dengan istrinya Xaviera Zhou, aku memilih tinggal bersama mereka yang sangat menyayangiku.
"Apa Kakakku sudah menunggu di ruanganku?"
"Sudah, Nona."
"Baiklah, aku akan segera ke sana. Ia sangat tidak suka berada lama di butik ini."
"Baik, Nona. Aku permisi dulu."
Sambil menganggukan kepala aku berkata, "Ya, silahkan."
Setelah Fen Lian berlalu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya, aku yang masih berdiri di samping Hai Rong kembali berkata, "Hai Rong, kamu lanjutkan pekerjaanmu. Aku akan meminta kepala bagian untuk lebih banyak mengajarimu."
"Baik. Terima kasih, Nona Muda."
"Sama-sama."
Aku yang tahu bahwa Kakakku Drex Chen tidak suka menunggu, dengan segera menyusulnya ke ruanganku yang ada di lantai tiga gedung bergaya klasik peninggalan zaman koloni ini. Aku berjalan menaiki anak tangga dengan langkah tergesa-gesa sambil bertanya dalam hati, kenapa tiba-tiba Kakak datang berkunjung kemari? Apa ada sesuatu hal penting yang ingin ia bicarakan denganku?
Baru saja aku mendorong pintu dan memasuki ruang kerjaku, aku melihat Kakakku Drex Chen tengah berdiri sendirian di pinggir jendela. Beliau berdiri dengan tubuh tegap dan kedua tangan berada di dalam saku celana sambil menatap lurus ke depan. Seolah ada sesuatu yang sangat menarik perhatian beliau di luar sana hingga tidak menyadari kehadiranku. Dan aku yang sebenarnya merasa penasaran dengan kedatangannya, menyapanya dengan penuh semangat, "Kakak... Maaf sudah membuat Kakak menunggu lama."
Spontan kakakku Drex Chen menoleh ke arahku dengan wajah kaget dan berkata, "Kai... Tidak. Tidak lama."
"Apa Kakak ingin meminum sesuatu? Aku akan meminta Fen untuk membuatkannya."
"Tidak perlu. Siang ini kita harus pulang ke mansion untuk makan siang."
"Pulang ke mansion untuk makan siang? Kenapa begitu mendadak, Kak? Memangnya ada acara apa? Kenapa Daddy tidak memberi tahuku bahwa siang ini kita akan makan siang bersama?"
"Daddy sudah mencoba menghubungimu untuk memberi tahumu bahwa siang ini beliau ingin kita makan siang bersama di mansion. Tapi sekalipun kamu tidak menjawabnya. Aku juga sudah berulang kali menghubungimu, kamu juga tidak menjawab. Makanya aku langsung datang kemari untuk menjemputmu."
Seketika aku teringat pada ponselku yang dari tadi berada di dalam tas. Karena dari pagi hingga siang ini aku cukup sibuk dengan berbagai pekerjaan, aku melupakan ponselku yang mungkin saja saat ini telah memiliki banyak panggilan tak terjawab dan pesan yang belum dibalas. Dengan segera aku melangkah ke meja kerjaku untuk mengambil ponselku sembari berkata, "Ups... Maaf, Kak. Aku lupa membawa ponsel bersamaku. Jadi dari tadi ponselku ada di dalam tas."
"Bagaimana kamu bisa lupa dengan ponselmu, Kai?"
"Dari pagi hingga siang ini aku cukup sibuk, Kak. Tadi pagi aku ada meeting dengan tiga klien. Setelah itu aku mengerjakan beberapa hal dan pergi ke ruang produksi untuk melihat karyawanku bekerja." Aku menjawab sambil memeriksa tas yang kini ada di tanganku.
"Apa setelah ini kamu masih sibuk?"
"Tidak, Kak."
"Kalau begitu mari kita pulang sekarang. Aku merasa tidak betah berlama-lama di sini."
"Bagaimana Kakak bisa betah di sini? Pria seperti Kakak hanya akan merasa betah berada di casino di banding berada di butik gaun pengantin ini. Selain itu Kakak hanya merasa nyaman jika berada di samping Kakak Ipar. Kehadiran Kakak Ipar benar-benar membuat Kakak alergi dengan wanita lain. Hehehe..."
Melihatku yang sedang menertawakannya, kakakku Drex Chen hanya diam dengan wajah datarnya. Beberapa saat kemudian ia bersuara, "Apa tertawanya sudah selesai, Kai? Jika sudah, mari kita pulang!"
"Oke... Oke..." Aku berkata sambil mengemasi barangku yang ada di atas meja kerjaku.
Setelah mengemasi beberapa barangku dan memasukannya ke dalam tas, aku berjalan dengan langkah tegesa-gesa menyusul kakakku Drex Chen yang telah lebih dulu keluar ruangan. Aku melangkah dengan pasti menuruni anak hingga akhirnya bisa berjalan di sampingnya saling beriringan. Saat aku telah berjalan di samping kakakku Drex Chen, aku menoleh ke arahnya dan berkata, "Kakak, apa Kakak tidak bisa berjalan dengan langkah yang lebih pelan?"
"Jika aku berjalan lebih pelan lagi, bisa-bisa kita akan terlambat sampai di mansion. Lagi pula saat ini aku sedang berjalan denganmu, bukan dengan Kakak Iparmu. Jadi aku tidak perlu berjalan dengan langkah pelan."
"Huffft... Kakak benar-benar pilih kasih. Aku dan Kakak Ipar kan sama-sama wanita. Pastinya kami juga memiliki kelembutan yang sama." Aku berkata dengan perasaan kesal sambil terus berusaha menyamai langkahnya yang besar.
Dalam waktu bersamaan, tiba-tiba aku teringat pada berita yang aku dengar dari Nyonya Li Mei kemarin saat beliau datang ke butik bridalku. Meski semalam dan tadi pagi aku sempat bertemu dengan kakakku, namun aku lupa untuk menanyakan kebenaran berita tersebut. Sehingga aku yang merasa begitu sangat penasaran dan tidak berani bertanya secara langsung kepada Daddy Demian Chen, akhirnya memilih untuk bertanya kepada kakakku sendiri. Karena mungkin saja beliau telah mendengar berita tersebut lebih dulu dariku. Atau mungkin saja beliau juga sudah mengetahui semua secara langsung dari Daddy Damian Chen sendiri.
"Kakak..."
"Ya..."
"Apa aku boleh menanyakan sesuatu?"
"Tentu saja. Sejak kapan aku melarangmu untuk bertanya padaku?"
"Kak... Apakah benar Daddy akan menikah lagi?"
Langkah kakakku Drex Chen yang tadinya cukup cepat seketika terhenti setelah mendengar pertanyaanku. Beliau menatapku dengan wajah kaget dan berbalik bertanya, "Dari mana aku dapat berita itu, Kai?"
"Aku mendengarnya dari Aunty Li Mei, istri dari Tuan Li, salah satu teman dekat Daddy. Kemarin beliau datang ke butikku dan memesan gaun pesta untuk menghadiri acara pernikahan Daddy yang akan diselenggarakan beberapa hari lagi."
"Apa kamu yakin dengan ucapan Nyonya Li Mei itu? Aku dengan ia adalah salah seorang sosialita Macau yang suka bergossip. Jadi apa yang dikatakannya jangan terlalu dimasukan ke hati."
"Aku rasa Aunty Li Mei tidak sedang bergossip, Kak. Jika apa yang ia katakan itu tidak benar, ia juga tidak mungkin memesan gaun padaku dan mengatakan akan menghadiri pesta Daddy dengan memakai gaun itu. Jika itu benar, kenapa Daddy tidak memberi tahu kita? Beliau juga tidak pernah memperkenalkan wanita lain kepada kita selain mendiang Bibi Xiao Ling."
Wajah kakaku Drex Chen yang tadinya terlihat begitu tenang, kini berubah menjadi kaku hanya dalam waktu sekejap. Beliau juga menatap lurus ke luar jendela yang ada di samping tangga tempat kami berdua berdiri saat ini tanpa mengedipkan mata. Tatapannya yang lurus itu terlihat begitu tajam, seolah beliau sedang memikirkan dan memendam sesuatu yang begitu rumit. Beberapa saat kemudian beliau kembali bertanya, "Lalu apa lagi yang diceritakan oleh Nyonya Li Mei padamu, Kai?"
"Aunty Li Mei mengatakan bahwa wanita yang akan dinikahi Daddy umurnya sama dengan Kakak. Selain itu beliau mengatakan bahwa Daddy sudah beberapa kali membawanya ke acara jamuan makan malam dan memperkenalkannya pada rekan-rekannya. Apakah Kakak sudah mengetahui itu semua?"
Kakakku Drex Chen menggelengkan kepala sembari menjawab, "Tidak. Aku belum ada mendengar berita ini. Daddy juga tidak pernah bercerita padaku bahwa beliau memiliki teman dekat wanita setelah kepergian Bibi Xiao Ling. Bukankah kamu tahu sendiri bahwa aku dan Daddy dari dulu kurang akur? Jadi beliau tidak mungkin bercerita padaku."
"Ya, aku tahu. Aku tidak melarang Daddy jika beliau ingin menikah lagi, Kak. Sebagai anak yang paling kecil, aku juga tidak akan pernah bisa menentang apalagi melarang beliau. Hanya saja aku merasa ada yang mengganjal di hatiku setelah mendengar berita itu yang aku sendiri tidak tahu harus bahagia atau tidak. Dan aku juga merasa begitu shock mendengar berita bahwa beliau akan menikahi wanita yang seumuran dengan Kakak. Beliau akan menikahi wanita yang seumuran dengan anaknya."
Kakakku Drex Chen menarik nafas dalam lalu membuangnya dengan perlahan setelah mendengar ucapanku. Kemudian beliau berkata, "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti setelah sampai di mansio, kamu bisa menanyakannya langsung kepada Daddy. Sekarang mari kita pulang!"