15: Finally

1134 Kata
Lelaki bertubuh atletis dengan balutan kemeja berantakan itu menatap bangunan di depannya, perlahan dengan yakin kakinya menghentak masuk ke gedung tersebut. Entah kenapa Dafa tiba-tiba teringat apartemen Riski, tapi apakah mungkin Celine sungguh ada disini? Sepanjang kakinya melangkah dadanya terus bergemuruh sendiri karena pergulatan batin. Ting! Terdengar suara denting pintu lift bertepatan dengan seorang anak kecil yang menabraknya, Dafa langsung berbalik mengecek keadaan anak tersebut, dan bersamaan dengan itu Riski melangkah keluar lift. "Maaf ya Kak." Dafa tersenyum, mengacak singkat rambut bocah perempuan manis itu. "Iya gak papa, lain kali hati-hati," pesannya sebelum masuk ke dalam lift. Selama menunggu sampai di lantai atas Dafa beberapa kali tampak menghela napas berat, parah sih ia melepaskan investor besar seperti Ani, tapi meskipun sedikit menyesal rasa plong di dadanya jauh lebih besar. "Ternyata keberadaan Celine lebih besar dari yang kupikirkan." Desahnya mengurut pangkal hidungnya, lift kembali terbuka, dengan langkah mantap lelaki itu mulai keluar berjalan kearah apartemen Riski yang sangat ia hapal letaknya. Ia dan Riski memang sudah berteman sejak jaman kuliah. Ting Tong! Dafa bersandar di tembok, bersedekap menunggu pintu dibuka. Ini sudah sangat malam tapi ia tidak bisa menunggu sampai besok, ia harus segera menemukan Celine. Ceklek. "Kenap--" Celine membatu di tempat, Dafa pun langsung menegakkan tubuhnya. Dua orang itu bertatapan cukup lama dalam diam. "Tunggu!" Cegah Dafa buru-buru saat melihat Celine yang ingin menutup pintu, "dengerin penjelasan saya dulu." "Minggir!" "Nggak!" "Saya bilang minggir, Anda paham bahasa manusia 'kan?!" Rahang Celine mengeras. "Nggak mau!" Kekehnya. "MINGGIR ATAU MAU SAYA TAMPAR LAGI WAJAH MENJIJIKKAN BAPAK?!!" Bentak gadis itu meradang, Dafa langsung terhenyak diam, wajahnya menyendu sedih tapi kekecewaan Celine lebih besar dari yang terkira. "Apa segitu marahnya kamu sampai gak mau denger penjelasan ku?" Lirih lelaki itu kecewa. Celine mengepalkan tangannya, satu tamparan langsung melayang membuat Dafa spontan memejamkan matanya tanpa berniat menghindar. Tapi sampai beberapa lama tak ada yang terjadi, perlahan lelaki itu mulai kembali membuka matanya. Dan tatapan wajah mengeras dengan mata memerah berkaca-kaca Celine lah yang terlihat. Gadis itu terlihat sangat ingin menghabisi Dafa tapi tak sampai hati untuk melakukannya. "A-apa Bapak belum puas lihat saya menderita? A-apa Bapak masih ingin menyiksa saya? Silakan Pak, hati saya sudah terlalu mati rasa!" Celine mengeluarkan segala kemurkaannya. Terlihat sekali kalau gadis itu sangat menahan untuk tidak menangis meskipun sia-sia karena air mata tidak bisa ditahan. Dafa tertegun, hatinya ikut sesak melihat keadaan Celine. "Saya--" "Saya memang menyukai Bapak, tapi tidak seharusnya Bapak melakukan ini semua ke saya. Saya masih punya perasaan, kenapa lelaki sebajingan Bapak yang harus saya sukai, sih?!" Celine terkekeh miris sendiri, membuang muka ke segala arah tanpa ingin menatap Dafa. Demi apapun ia bahkan jijik jika melihat wajah Dafa, hanya bayangan kelakuan brengseknya yang teringat. Dafa benar-benar merasa bersalah, "itu tidak seperti yang kamu kira--" "Sudahlah Pak," potong Celine dengan wajah lelahnya. "Kita akhiri saja semua drama picisan ini disini, Bapak kan juga tidak menyukai saya jadi saya akan berusaha melupakan Bapak mulai sekarang." Celine kembali menutup pintu, namun lagi-lagi Dafa mencegahnya membuat Celine lama-lama geram sendiri. "K-kamu tega tinggalin Zee?" Celine langsung tertawa keras. "Sekarang Bapak menggunakan Zee sebagai alasan? Apakah Bapak tidak malu?" Decihnya. "Tidak!" Suara lantang Dafa cukup menyentaknya. "Saya gak malu, saya akan lakukan apapun supaya kamu nggak ninggalin saya." "Sebenarnya apasih maunya Bapak?!!" Celine sungguh geregetan setengah mati, lelaki ini terlalu plin-plan untuk umurnya yang sudah kepala 3. "Jawab saya mau Bapak tuh apa? Bapak yang minta supaya saya gak suka sama Bapak, tapi setelah saya memutuskan untuk pergi malah Bapak cegah. Otak Bapak berfungsi apa nggak sebenarnya?!!" Ucapan Celine tak main-main sarkasnya. "Saya mau tarik ucapan saya waktu itu, saya juga suka sama kamu." Dafa menatap lurus manik mata Celine, gadis itu tertegun beberapa saat. "Heh!" Celine mendecih, miris dan tak percaya. "Konyol sekali, apakah Bapak pikir rasa suka adalah mainan?" Celine maju, mendorong kasar bahunya. "Pake otak kalo mikir jangan pake dengkul, Bapak ciuman sama cewek murahan itu dan sekarang nyatain suka ke saya? Bapak pikir saya semurahan itu, atau Bapak pikir saya adalah ban serep buat mainan Bapak?!" Celine sudah ditahap hilang respect kepada Dafa. Terlalu sering ia memaklumi kelakuan lelaki ini sampai rasanya muak sendiri. "S-saya .. " Celine balik badan, raut kebingungan Dafa sudah menjelaskan segalanya kalau lelaki ini tidak benar-benar suka kepadanya. Lalu untuk apa ia masih berharap? Memalukan! "Aku bercerai dengan istriku." Langkah kaki Celine spontan terhenti, melihat itu Dafa cukup senang tapi juga sedih diwaktu yang sama karena harus mengorek kembali luka lama yang mati-matian ia lupakan. "Aku menikah dengan seorang gadis muda seumuran kamu, yang suka kebebasan, aku tidak pernah masalah dengan itu sampai saat dia hamil," Dafa meremat jemarinya tak tentu arah. "Semenjak saat itu aku dan dia mulai terlibat pertengkaran hebat, dan puncaknya saat Zee lahir dia- .. dia .. -dia berselingkuh dengan pacar gelapnya." Dafa menunduk menutup wajahnya, matanya basah menunjukkan seberapa besar rasa sakit yang diterima lelaki itu, bahkan ia sendiri yang memergoki istrinya berhubungan badan dengan selingkuhan nya. Semenjak saat itu ia sangat trauma dengan yang namanya cinta, menurutnya cinta hanyalah perasaan semu sementara, itulah yang selalu ia patenkan dalam hati, sebelum bertemu Celine. "Dan Bapak bikin asumsi kalau semua perempuan sama seperti istri Bapak?" Dafa perlahan mendongak, mata sembab nya cukup membuat Celine melenguh. "Kalau terlalu takut melangkah justru kita bisa terjatuh kedalam lubang kesengsaraan," ujar Celine pelan, sejujurnya cukup kaget mendengar kisah hidupnya. "Apakah saya dan istri Bapak sama?" Celine memegang wajah Dafa ingin lelaki itu menilainya. Dafa menelan ludah, "sama." Celine tersentak, Dafa membuang muka muram. "Kalian sama, suka kebebasan, muda, dan tidak suka dikekang." Justru karena mirip ia langsung cepat menaruh hati pada Celine, tapi bukan berarti ia menginginkan Celine sebagai pengganti. Celine menghela napas berat. "Kalau masalah itu saya akui jujur memang benar." Dafa diam-diam membasahi bibirnya berat. "Tapi saya tidak semurahan mantan istri Bapak!" Dafa tertegun, Celine menatap serius Dafa. "Saya cukup setia!" "Cukup?" Ulang Dafa. Celine mendengus. "Iya-iya! Saya sangat setia!" Ralatnya malas. Dafa diam-diam mengulum bibirnya, tapi atensinya tiba-tiba teralih pada apartemen Riski. "Lalu ngapain kamu disini?" Tanyanya langsung menodong. "Ya Bapak mikir dong, saya kabur gak bawa duit sepeserpun, untung ketemu Riski yang baik mau kasih saya tempat tinggal!" Dengusnya jadi kesal karena Dafa seperti menuduhnya. "Jangan dekat-dekat dengan Riski," Dafa menarik pergelangan tangan Celine mendekat. "Aku gak suka." Bisiknya menelusupkan wajahnya ke ceruk leher Celine membuat gadis itu tersentak. "Memangnya Bapak siapa berhak larang-larang saya?!" Todong Celine balik. Dafa menghirup dalam-dalam aroma manis dari tubuh Celine. "Kamu maunya aku jadi siapa kamu?" Celine mengatupkan bibirnya, kenapa suasananya tiba-tiba sangat romantis. Sialan kemana perginya kemarahannya tadi?! "Jawab aku, kamu mau apa, hm?" Dafa menatap wajah Celine, mengusap pipinya lembut. Celine menelan ludah, darahnya berdesir hebat dengan jantung yang berdetak tak karuan. "Mau jadi pacar kamu." Ucapnya tanpa sadar. Dafa menipiskan bibir, tak lama mengecup ujung bibir Celine. "Yaudah sekarang kita pacaran." Bisiknya parau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN