"Mama... Leo kangen."
Anak laki-laki yang  berumur 4 tahun dengan penuh kerinduan memeluk sang ibu yang baru saja  menjemputnya di panti asuhan Gereja dekat rumah mungilnya. Leo-anak Jane  yang dibesarkannya seorang diri semakin hari semakin mirip dengan sang  Ayah kandungnya. Kemiripan itu terlihat dari wajahnya yang seperti orang  asing. Ya-Alvian, pria itu memang blasteran Indonesia-Jerman. Ibunya  yang memiliki darah asing itu. Tidak heran jika Leo terlihat seperti  anak 'bule'.
"Sini, Mama peluk dulu. Muach!" Jane memeluk dan mencium puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Hari ini main apa sama Suster Cecilia?" tanya Jane.
"Leo tadi buat ini." Leo menyerahkan kertas yang mulai lecek karena dipegangnya erat.
"Apa ini?" Jane melihat  gambar buatan anaknya. Dilihatnya gambar itu dengan dahi yang mengerut.  Oke- Jane sadar ini memang anaknya Vian. Sense of art sama sekali tidak ada dalam darah Leo. Ah, mungkin masih terlalu dini mengatakan itu. Leo baru berumur 4 tahun.
"Coba ceritakan sama Mama ini apa?" tanya Jane mencium pipi anaknya.
"Ini foto keluarga, Ma.  Ini Mama, aku, dan Om ganteng." Leo menunjuk satu persatu gambar yang  dibuatnya. Ternyata gambar lurus seperti lidi berambut itu adalah  manusia. Penggambaran Leo sungguh ajaib seperti Vian. 
"Kenapa Om ganteng ikutan?" 
"Soalnya Leo gak punya Papa. Tapi, Om ganteng pernah bilang anggap Om ganteng ini Papa Leo. Itu kata Om ganteng." 
Hati Jane terasa teriris  mendengar penjelasan Leo. Anaknya terpaksa dewasa karena keadaan  orangtuanya. Dia jadi paham bahwa kedua orangtuanya tidak bersatu.  Yah-Jane selalu menjelaskan kenyataan yang ada pada Leo ketika anak itu  bertanya soal Papa kandungnya. Jane mengatakan bahwa suatu hari, Papanya  akan datang tapi tidak sekarang. Asalkan Leo menjadi anak baik dan  pintar, sang Papa akan pulang kerumah.
Jane tahu sebenarnya itu tidak akan terjadi.
"Leo... Om ganteng bawain mainan baru nih." 
Sebuah suara mengalihkan  perhatian Jane dan Leo yang masih terpaku dengan gambar. Raffael, si Om  ganteng yang dimaksud Leo adalah sahabat Jane sejak SMA. Raffael  menolong Jane yang tidak sengaja bertemu dengannya di bandara untuk  pergi jauh setelah Jane ditalak cerai oleh Vian. Raffael tidak tega  melihat Jane yang kacau saat itu dan membawanya serta ke Medan untuk  mengurus perkebunan kelapa sawit disana. Raffael memberikan pekerjaan  pada Jane sebagai sekretaris pribadinya dan memang Jane memiliki  kemampuan itu. Setelah resmi bercerai dan kehamilan Jane membesar,  Raffael mengurus Jane dengan baik. Alasan Raffael adalah karena Jane  sahabat yang selalu disayanginya.
Hanya itu.
"Om ganteng!" Leo segera  loncat ke arah Raffael meminta gendong. Jane hanya menghela nafas  melihat hal itu dan tanpa terasa ada setetes air mata turun dari ujung  matanya. Bagaikan ayah dan anak yang sesungguhnya, batin Jane.
"Om beliin mainan  tembak-tembakan. Ayo, ajak teman-teman yang lain buat main. Om yang jadi  perampoknya. Kalian yang jadi polisinya." ucap Raffael semangat. Leo  langsung melipir kedalam gereja memanggil teman-temannya yang lain. 
Suster Cecilia tahu  keributan di halaman gereja dikarenakan si Om gantengnya Leo. Suster  Cecilia yang keluar dan melihat permainan heboh itu hanya bisa diam dan  pasrah. Dilihatnya Jane yang sedang duduk mengamati permainan itu dan  suster Cecilia mengambil tempat duduk disamping Jane.
"Katakan pada Om ganteng  itu, jangan buat keributan di halaman gereja." ucap suster Cecilia  sambil tersenyum. Suster Cecilia tidak pernah marah untuk hal seperti  ini. Tegurannya itu hanya untuk memancing tentang siapa Raffael bagi  Jane. Intinya, suster Cecilia penasaran dengan hubungan mereka berdua.
"Hahaha. Maaf suster.  Lagi-lagi Raffael begitu." ucap Jane sambil tertawa mengamati Raffael  yang terus dikerjar tanpa ampun oleh segerombol anak-anak panti asuhan.
"Jane... pernah terpikirkan olehmu untuk memberikan seorang ayah untuk Leo?" 
Pertanyaan suster  Cecilia mengejutkan Jane. Tidak biasanya Suster Cecilia membahas soal  ayah untuk Leo dengannya walaupun Suster Cecilia tahu cerita yang  sebenarnya.
"Apa Suster ditanya oleh Leo tentang Ayahnya lagi?"
Suster Cecilia  menggeleng. "Sejak kau menangis ditanya oleh Leo tentang Ayah  kandungnya, anak itu tidak pernah membahas siapa Ayahnya lagi. Leo tidak  mau melihat Ibunya menangis lagi. Leo sangat menyayangimu dan dia paham  situasinya yang rumit secara alami. Dia anak yang sangat pintar."
"Aku ibu yang buruk, suster. Aku memaksa Leo untuk paham keadaannya." 
"Tidak. Kau Ibu yang  luar biasa. Kau berjuang sendirian untuk Leo. Kau mencurahkan cinta dan  semua yang kau miliki untuk membesarkannya. Bagaimana bisa kau ibu yang  buruk? Jangan begitu, anakku."
"Terima kasih, suster."
"Yang ingin ku tahu...  Bagaimana perasaanmu pada Raffael, anakku? Aku melihat Raffael tulus  mencintaimu dan Leo. Dia tidak hanya menyayangimu karena kau sahabatnya.  Aku melihat hal itu dari cara dia memandangmu."
Jane sadar apa yang  dikatakan suster Cecilia. Namun, Jane tahu diri. Dia tidak mau merusak  Raffael. Hey-dia adalah seorang janda dengan satu anak! Apa kata orang  nantinya jika Raffael mencintainya? Dia tidak ingin mencoreng reputasi  Raffael. Dia harus bisa membatasi diri bersama Raffael walaupun itu  sulit karena pekerjaannya selalu bersama Raffael setiap waktu.
"Aku harap itu tidak  terjadi, suster. Terlebih lagi, bodohnya... Aku masih mencintai Vian.  Yah-lebih besar sakit hatinya sih daripada cinta. Aku belum siap untuk  menjalani hubungan percintaan lagi. Aku ingin fokus pada Leo dulu." 
"Aku harap kau segera menemukan kebahagianmu, nak... Tuhan selalu memberkatimu."
Jane hanya tersenyum mengakhiri pembicaraan singkat itu.
.
.
.
.
.
.
Alvian masih sibuk  dengan berkas-berkas sialan pekerjaanya. Semakin hari dia semakin sibuk  mengurus perusahaan yang sudah jadi miliknya. Setahun setelah bercerai,  Vian diserahkan perusahaan milik ayahnya untuk dipimpinnya. Ayahnya  melakukan hal itu agar Vian tidak terpuruk karena perceraian.
Kenyataannya, Vian sungguh senang bisa bercerai dengan Jane.
Vian masih mencintai  mantan pacarnya, Stevie. Sayangnya, karena pekerjaan Stevie yang seorang  model majalah dewasa, keluarga Vian tidak setuju untuk Vian menikahi  Stevie. Dengan penuh amarah, Vian setuju menikah dengan pilihan dari  ayahnya, Jane si gadis dari keluarga sederhana. Ibu Vian sebenarnya  kurang setuju karena perbedaan status sosial namun daripada anaknya  menikah dengan model majalah dewasa lebih baik menikah dengan Jane yang  dari keluarga baik-baik tapi tidak memiliki kekayaan apa-apa. Tapi sang  ibu tetap menekan Jane agar tidak berharap untuk mendapatkan kekayaan  keluarga Vian. Ahh! Sang Ibu memang memperuwet masalah hidup Vian.
Sekarang Vian masih  berhubungan dengan Stevie. Secara diam-diam tentunya. Mereka hidup  bersama di sebuah apartemen rahasia milik Vian. Vian memang tinggal  terpisah dari keluarga dengan dalih untuk menenangkan diri. Padahal Vian  sudah main rumah-rumahan dengan Stevie.
Dilihat oleh Vian sudah jam 20.00. Dia bersiap untuk pulang kerumah-rumahan palsunya.
Dengan pacar rahasia miliknya.