Sudah dua jam yang lalu, matahari meninggalkan langit Kota Bogor. Di salah satu stasiun kereta api yang riuh rendah dengan hilir mudik orang yang datang dan pergi, aku duduk termangu dengan pakaian lusuh. Aku peluk tas gendong yang berisi beberapa potong pakaian kotorku. Harta yang saat ini masih aku miliki. Rambut dan wajahku tentu saja tak kalah kucelnya dengan kemeja, celana jeans dan sneaker yang kupakai. Empat hari empat malam sudah, aku terpaksa menjadi gelandangan Kota Hujan. Menyusuri setiap sudut kota. Dari tempat pembuangan sampah akhir, emperan toko hingga kawasan perumahan elite. Mencari keberadaan istriku yang sampai saat ini belum ada titik terang atau tanda-tanda lainnya. Pencarian yang nyaris sia-sia tentu saja. Mas Tono yang awalnya aku anggap telah memberikan sinyal k