Bab 04

637 Kata
Malam itu, rumah tampak sunyi. Lampu-lampu taman memancarkan cahaya lembut, menyinari kolam renang yang tenang. Mark berdiri di balkon kamarnya, rokok di tangan, asap putih melayang di udara malam. Ia menarik napas panjang, kemudian menghisap rokoknya lagi sambil menatap pemandangan di bawah. Di dekat kolam renang, Giana tengah melakukan yoga. Tubuhnya lentur, gerakannya teratur, menenangkan, namun bagi Mark, semuanya terlihat jauh lebih dari sekadar tenang. Dress selutut yang ia kenakan sebelumnya telah diganti dengan tanktop dan legging yang menempel pada tubuhnya, menonjolkan lekuk-lengkung yang membuat Mark menelan ludah tanpa sadar. “Uhh…” gumam Mark pelan, hampir tak terdengar, tapi matanya tidak lepas dari gerakan gadis itu. Ia tahu, apa yang dilihatnya bukan sekadar ketertarikan biasa. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih kuat, sebuah rasa ingin memiliki yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya. Giana tidak tahu bahwa ia sedang diperhatikan. Ia fokus pada pose yoga terakhir, menahan napas dan menekankan seluruh tenaga pada keseimbangan tubuhnya. Angin malam menyapu rambutnya yang tergerai, menambah kesan anggun dan seksi. Mark meletakkan rokoknya di asbak di balkon, kemudian mencondongkan tubuh ke pagar balkon, matanya menyala dengan intensitas yang jarang terlihat pada orang lain. “Cantik… terlalu cantik untuk dimiliki hanya dengan diam di sini,” bisiknya, suara serak namun rendah, seperti ancaman lembut yang hanya didengar oleh dirinya sendiri. Pikirannya mulai bekerja cepat. Ia membayangkan bagaimana rasanya menguasai gadis itu, bukan hanya secara fisik, tapi juga mengendalikan sikapnya yang keras kepala, membungkam kemarahan yang selalu muncul dari Giana, membuat gadis itu tunduk perlahan padanya. Giana menyelesaikan gerakan terakhirnya dan duduk bersila di tepi kolam, wajahnya memancarkan ketenangan yang kontras dengan badai yang tengah muncul di kepala Mark. Ia mengusap keringat di dahinya dan menatap ke kolam yang berkilau di bawah sinar lampu. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa pamannya sedang mengamati setiap gerakannya dengan mata yang… terlalu tajam. Mark menyalakan rokoknya lagi, dan napasnya mengepul. Senyum tipis muncul di wajahnya, senyum yang membuat siapapun yang melihatnya akan merasa tidak nyaman, penuh misteri dan niat yang sulit ditebak. “Aku akan membuatmu mengerti… bahwa kau bukan lagi gadis bebas yang bisa menolak sesuka hati,” gumamnya pelan, hampir seperti mantra yang hanya ia sendiri dengar. Di dalam kamar Giana, pikirannya mulai gelisah. Tanpa sadar, ia merasa ada yang mengawasinya, meskipun saat itu tidak ada siapa-siapa. Sebuah rasa tidak nyaman mengusik, membuatnya mengedarkan pandangan ke sekeliling, matanya menatap gelapnya balkon. “Tidak… mungkin cuma imajinasiku,” batinnya, mencoba menenangkan diri. Tetapi di luar balkon, Mark hanya tersenyum. Ia tahu, gadis itu merasakan sesuatu, walaupun ia belum bisa mengakuinya. Senyum itu semakin melebar, mata cokelatnya bersinar gelap di bawah cahaya lampu, menandai bahwa permainan ini baru saja dimulai. Beberapa jam kemudian, ketika rumah mulai sepi, Giana masuk ke dalam dengan handuk di tangan, rambutnya basah karena mandi malam. Ia berjalan melewati ruang tamu, tanpa sengaja menatap arah balkon Mark. Sekilas, matanya menangkap sosoknya, dan detik berikutnya ia menoleh cepat, wajahnya memerah, seakan ingin menepis rasa takut yang tidak bisa dijelaskan. Mark menunduk, menyembunyikan senyum tipisnya, tahu bahwa gadis itu sudah mulai merasakan ketegangan yang ia ciptakan. “Semakin menarik,” gumamnya pelan, suara yang hanya ia sendiri yang tahu. Malam itu, dalam heningnya rumah, sebuah permainan baru dimulai. Permainan tarik-menarik antara seorang pamannya yang dingin, penuh niat, dan gadis keras kepala yang tidak ingin tunduk. Namun Mark tahu, semakin keras gadis itu melawan, semakin dalam keinginannya untuk memilikinya tumbuh. Giana menutup pintu kamarnya, tapi matanya tetap menatap gelapnya balkon. Ada rasa takut yang berdesir di hatinya, rasa penasaran yang menakutkan. Ia mencoba meyakinkan diri, “Aku tidak boleh takut. Dia hanya pamanku. Tidak lebih.” Namun Mark, dari balkon, menatapnya dengan penuh intensitas, dan dalam hatinya, satu hal jelas: ia akan membuat gadis itu… miliknya, lambat atau cepat, suka atau tidak suka. Mark ingin merasakan tubuh mungil itu berada di bawahnya sembari mendesahkan namanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN