Begitu Ferrari itu memasuki halaman rumah, suasana yang sejak tadi menegang di dalam mobil seolah tidak reda, malah semakin memanas. Mesin dimatikan, suara raungannya berhenti, tapi degup jantung Giana justru semakin keras. Ia bergegas ingin keluar dari mobil, namun Mark lebih cepat. Tangannya menyambar pergelangan Giana dan menariknya dengan kekuatan yang tak bisa ia lawan. Tubuh mungil itu terdorong hingga punggungnya menempel keras pada dinding dingin rumah. Giana terkejut, matanya membesar penuh amarah, sementara Mark berdiri begitu dekat, tubuh tinggi tegapnya menutup semua ruang gerak. “Lepas, Mark! Kamu sudah keterlaluan!” Giana berteriak, suaranya pecah antara marah dan takut. Mark hanya tersenyum miring, senyum yang penuh kesombongan sekaligus ketenangan yang menakutkan. Jariny

