Chapter 10

1560 Kata
Pagi ini, suasana di salah satu Gereja daerah Jakarta Selatan mulai dipadati oleh para tamu yang menghadiri acara pemberkatan pernikahan Navaya dan Azka. Para tamu yang datang pun hanya kerabat dan sahabat dekat dari kedua mempelai. Gereja yang tadinya tampak polos pun telah disulap dan dipenuhi dengan berbagai bunga, karpet merah, dan hiasan lainnya. Kursi-kursi yang tadinya kosong, kini tampak diisi oleh para tamu. Membuat suasana Gereja lebih hidup. Di lain sisi, Navaya yang telah mengenakan gaun pengantinnya tengah menunggu di salah satu ruangan yang tersedia di Gereja. Hari ini, gadis itu tampak sangat cantik meskipun dengan riasan yang tidak terlalu mencolok. Rambut pendek Navaya dibiarkan terurai dan dibuat sedikit bergelombang juga dihiasi dengan jepitan bunga agar terlihat lebih indah. Tak lupa dengan veil yang sebentar lagi akan menutupi wajahnya. Kedua tangan Navaya menggenggam sebuket bunga Calla Lily berwarna putih yang terdiri dari 7 tangkai dan dipadukan dengan beberapa daun panjang nan tipis seperti lidi agar terlihat lebih hidup. Sudah hampir 15 menit gadis itu hanya duduk diam di sofa tunggal setelah selesai dirias. Tanpa ekspresi. Tanpa suara. Dan tanpa seseorang yang mendampingi. Mungkin karena Navaya telah mengetahui inti dari pernikahan ini, jadi gadis itu sama sekali tak merasakan apa pun. Jantungnya berdetak dengan normal dan seluruh saraf di tubuhnya bekerja dengan normal. Seolah ia telah mati rasa akan semuanya. Saat ini, Navaya hanya menikmati kesendirian di ruangan tersebut. Untuk sekali saja, ia ingin merasakan ketenangan sebelum kehidupan barunya dimulai. Sampai tak berapa lama kemudian, perhatian gadis itu teralihkan ketika mendengar suara ketukan pintu. Tak lama setelahnya, pintu terbuka dan Zoya mengintip ke dalam bersama cengiran khasnya. Navaya yang melihat sang sahabat pun ikut mengulas senyum. “Masuklah.” Cengiran Zoya semakin lebar. Ia lalu bergegas masuk ke dalam dan segera menghampiri Navaya setelah menutup pintu. “Bagaimana perasaanmu sekarang? Kau gugup? Gemetaran? Keringat dingin?” cecarnya. Belum sempat Navaya menjawab, Zoya kembali berseru, “Aaa~ Akhirnya, hari ini kau menikah juga! Aku sangat terharu bisa menyaksikan pernikahanmu. Kau terlihat sangat cantik.” Navaya terkekeh. Merasa bahwa respons sahabatnya itu terlalu berlebihan. “Tidak usah berlebihan.” “Aku tidak berlebihan. Aku benar-benar sangat terharu dan senang melihatmu menikah. Akhirnya, setelah ini, kau akan keluar dari rumah angker itu,” ujar Zoya. “Tapi, ada apa dengan ekspresimu? Kau terlihat tidak bahagia.” Navaya mengulas senyum tipis dengan kepala menunduk. Sampai akhirnya, senyum di wajah gadis itu menghilang. Zoya yang melihatnya bisa mengerti apa yang saat ini Navaya pikirkan. “Aku tidak tahu apakah menerima pernikahan ini adalah keputusan yang tepat atau tidak. Semuanya masih terlihat abu-abu. Tidak ada yang benar dan salah. Seolah mengikuti alur kehidupan ini adalah satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mau tak mau, terima atau tidak, aku harus menjalaninya,” gumam Navaya. “Bukan masalah suka atau tidak. Tapi, baik atau buruk. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tidak masalah jika semuanya akan berjalan dengan baik. Tapi, bagaimana jika semuanya justru akan semakin buruk?” Zoya menggenggam tangan Navaya dengan lembut. “Lihat aku, Ya.” Navaya menurut. Gadis itu menoleh pada sang sahabat. “Baik atau buruknya, bukan manusia yang mengatur. Tapi, Tuhan. Apa pun yang terjadi ke depannya, itu adalah takdir yang telah Tuhan tetapkan untuk masing-masing umat-Nya. Kau tidak perlu takut. Tuhan tidak pernah menyulitkan umat-Nya. Karena, Tuhan tahu sampai di mana batas kemampuan umat-Nya dalam menjalani segala cobaan,” tutur Zoya. “Aku tidak melarangmu untuk mengeluh atau pun ragu menjalani alur yang telah ditetapkan untukmu. Aku hanya ingin berpesan bahwa selalu sertakan Tuhan dalam setiap keraguanmu. Yakinlah, semuanya pasti ada solusinya.” Navaya mengulas senyum kemudian mengangguk. Zoya pun langsung memeluk Navaya sebelum sang sahabat berada di pelukan pria lain. Baru saja Zoya hendak mengeluarkan air mata, pintu tiba-tiba dibuka oleh Freya. Hingga membuat gadis itu gagal menangis, karena telah kehilangan momen haru yang tadi ia rasakan. “Eh, ada Zoya,” sapa Freya. “Tante,” balas Zoya sembari tersenyum. “Tadi Tante khawatir kalau Navaya akan bosan berada di sini sendirian. Tapi syukurlah, kamu ada di sini menemaninya.” “Aku juga baru datang ‘kok, Tante.” “Benarkah? Kamu pasti masih ingin berlama-lama di sini. Tapi sayangnya, Navaya harus segera keluar.” “Tidak apa-apa, Tan. Lebih cepat keluar lebih baik.” “Tante setuju,” seru Freya kemudian terkekeh bersama Zoya. Sementara Navaya yang mendengar hanya mengulas senyum tipis. Setelahnya, Freya pun membawa Navaya keluar, di mana Arfan telah menunggu di depan pintu. Sedangkan Zoya pamit lebih dulu ke aula Gereja. Beberapa saat kemudian, acara pemberkatan pernikahan Azka dan Navaya pun dimulai. Navaya memasuki aula Gereja didampingi sang Ayah, di mana Azka telah menunggu tak jauh dari mimbar Pastor. Melangkahkan kaki di atas altar dengan semua mata yang tertuju padanya. Seperti sebelumnya, kali ini pun, Navaya tidak merasakan apa pun. Justru, ia merasa seolah berjalan di atas bebatuan tanpa alas kaki hingga membuat telapak kakinya terasa sakit dan perih. Seperti itulah yang Navaya rasakan saat ini. Terlebih saat ia mengedarkan pandangan, namun tak menemukan keberadaan Chessy dan Devan. Membuat Navaya merasa semakin sedih. Tak butuh waktu lama, Navaya pun tiba di hadapan Azka. Setelah menyerahkan sang putri pada pria itu, Arfan pun kembali ke tempat duduknya. Membiarkan Azka membawa Navaya ke depan mimbar. “Azka Chandra Mahadarsa, apakah Anda menerima pernikahan ini?” tanya sang Pastor. “Ya,” jawab Azka. “Navaya Almaira, apakah Anda menerima pernikahan ini?" tanya sang Pastor lagi. Selama beberapa saat, gadis itu hanya membisu tak langsung menjawab. Hingga membuat ruangan yang tadinya hening menjadi sedikit gaduh. Sampai akhirnya, Navaya pun menjawab, “Ya.” “Apakah ada yang keberatan dengan pernikahan ini?” tanya sang Pastor kepada seluruh tamu yang hadir. Melihat tak ada yang keberatan, sang Pastor melanjutkan ucapannya. “Saudara Azka, silakan ucapkan janji nikah Anda dengan sungguh-sungguh, dengan kebebasan, dan tanpa paksaan.” “Saya mengambil engkau, Navaya Almaira, menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus,” ucap Azka dengan lugas dan tegas. “Sekarang, saudari Navaya, silakan ucapkan janji nikah anda dengan sungguh-sungguh, dengan kebebasan, dan tanpa paksaan.” “Saya mengambil engkau, Azka Chandra Mahadarsa, menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus,” ucap Navaya dengan suara lemah. Sangat bertolak belakang dengan Azka. Setelah janji diucapkan, Zoya dan Zico, salah satu sahabat Azka, memasuki ruangan. Keduanya melangkah mendekati di atas altar menuju kedua mempelai sembari membawa cincin yang akan Azka dan Navaya gunakan. “Saudara Azka, masukkan cincin ini pada jari manis tangan kanan istrimu sebagai tanda kasih saudara kepadanya yang tidak akan berakhir dan tidak akan luntur.’’ Azka menurut. Pria itu mengambil cincin yang Zico sodorkan lalu memasangnya di jari manis Navaya. “Saudari Navaya, masukkan cincin ini pada jari manis tangan kanan suamimu sebagai tanda kasih saudari padanya yang tidak akan berakhir dan tidak akan luntur,” pinta sang Pastor yang juga dituruti oleh gadis itu. “Dengan demikian dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saudara Azka Chandra Mahadarsa dan saudari Navaya Almaira telah resmi dan sah sebagai suami istri di hadapan Tuhan,” ucap sang Pastor yang disusul dengan suara gemuruh tepuk tangan memenuhi seisi aula Gereja didampingi senyum bahagia dari semua orang. “Saudara Azka silakan cium istrimu,” pinta sang Pastor. Deg! Sontak Navaya merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia lupa kalau ada sesi di mana Azka harus menciumnya. Seketika gadis itu menjadi gugup dan mengeluarkan keringat dingin. Terlebih saat pria itu mulai mendekat padanya. Navaya merasa kalau jantungnya sudah hampir meledak. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana. Sampai tanpa sadar, Azka telah mengangkat veil yang ia kenakan. Hingga memperlihatkan wajah cantik Navaya. Gadis itu sedikit menunduk, tak berani menatap pria yang kini telah resmi berstatus sebagai suaminya. Tubuh Navaya tersentak ketika Azka memegang kedua pundaknya. Pria itu pun semakin mendekat. Hingga membuat Navaya memejamkan mata takut sembari menggigit bibir bawahnya. Sampai tak lama setelahnya, gadis itu merasakan kecupan di keningnya yang otomatis membuat matanya kembali terbuka. Navaya lalu menatap Azka yang kini telah menjauh darinya. Ia pikir, pria itu akan menciumnya di bibir. Namun, Azka justru memilih mengecup keningnya. Suara riuh tepuk tangan yang kembali memenuhi aula Gereja pun sukses mengalihkan perhatian Navaya. Alhasil, gadis itu pun mengulas senyum tipis agar tidak terlihat terlalu kaku. Di saat semua orang memberikan tepuk tangan meriah untuk kedua sejoli yang baru saja sah menjadi suami dan istri tersebut, ada Rebecca yang berdiri di sudut ruangan. Menahan rasa sakit di dadaa menyaksikan sang kekasih yang sangat ia cintai menikah dengan wanita lain. Benar. Saat ia mengatakan tidak pada Azka, ucapan itu hanya kebohongan semata. Wanita mana yang tidak merasakan sakit ketika melihat kekasih tercintanya menikah dengan wanita lain? Akan tetapi, lagi-lagi Rebecca harus menegarkan hatinya. Ia tak boleh menangis di tengah senyuman semua orang. Hari yang harusnya menjadi hari bahagia tak boleh rusak karenanya. Alhasil, wanita itu hanya bisa memaksakan senyum sendunya kemudian ikut meramaikan tepuk tangan. Menahan air mata yang berkali-kali ingin bebas dari matanya. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN