Bulan kedua kembali berlalu. Rianna kini terduduk dengan kedua tangan memeluk lutut di atas kursi bambu di teras kediaman Emak Iroh. Ponsel model lamanya tergeletak tak jauh dari kakinya. Matanya sesekali melirik ke arah layar hitam itu dan tangannya tergelitik untuk menyalakan layarnya. Ingin sekali Rianna menghubungi seseorang lewat ponselnya. Namun selalu, Rianna mengurungkan niatnya. Sebelum memberikan ponselnya pada Akara, Rianna sudah menyalin beberapa nomor di memo miliknya. Tidak banyak, hanya nomor yang dianggapnya penting. Nomor Akara, Ajeng dan juga nomor ibu panti. Selebihnya, dia tidak memerlukan itu. Dan sekarang, Rianna sangat ingin menekan salah satu nomor yang ada di ponselnya dan memanggil mereka. Untuk apa? Entahlah, Rianna sendiri tidak tahu untuk apa. Mu