Bianca berjalan santai memasuki ruangannya, di belakangnya Kalandra menyusul dengan seringai tipis.Sebenarnya jika menuruti keinginannya, Kalandra ingin masuk ruangan sembari merangkul pinggang Bianca, tapi tentu saja itu tak bisa ia lakukan. Ah, lebih tepatnya belum. Suatu saat, Kalandra yakin ia bisa menaklukkan pertahanan kokoh wanita itu. Kalandra memasuki ruangannya, berpisah dengan Bianca yang terus melangkah ke mejanya dengan membawa enam gelas kopi. “Lo dari mana aja?” bisik Zita sembari merunduk. Sejak tadi ia tak bisa duduk tenang, meski saat Bianca kembali ke apartemen tadi sempat menghubunginya dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, tetap saja Zita tak bisa menunggu dengan santai. “Beli kopi,” jawab Bianca santai. “Yang bener, Bianca!” Zita melotot kesal, masih berbis